Nasional

Kapolri Bentuk Timsus Lindungi Buruh, F-Buminu Sarbumusi Ingatkan Sejumlah Persoalan Pekerja Migran

Jum, 3 Mei 2024 | 09:30 WIB

Kapolri Bentuk Timsus Lindungi Buruh, F-Buminu Sarbumusi Ingatkan Sejumlah Persoalan Pekerja Migran

Logo Federasi Buruh Migran Nusantara Sarbumusi. (Foto: dok. Sarbumusi/Ali Nurdin)

Jakarta, NU Online

Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Listyo Sigit Prabowo membentuk Tim Khusus Pidana Ketenagakerjaan yang bertujuan untuk melindungi kaum buruh. Timsus ini dibentuk pada Rabu (1/5/2024) atau bertepatan dengan peringatan Hari Buruh Internasional. 


Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Federasi Buruh Migran Nusantara (F-Buminu) Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi) Ali Nurdin Abdurrahman mengapresiasi langkah Kapolri yang peduli dengan buruh. 


Namun, ia juga mengingatkan bahwa ada sejumlah persoalan buruh yang sangat sulit untuk diatasi, yakni mengenai nasib pekerja migran Indonesia (PMI) di negara penempatan. Ia menilai, perlindungan terhadap pekerja migran masih sangat minim.


Padahal menurut Ali Nurdin, PMI merupakan salah satu pihak yang mampu menyumbang devisa negara kedua terbesar, setelah sektor migas. 


"Namun perlindungan bagi PMI masih tidak berbanding lurus dengan kontribusi yang mereka berikan. Bahkan masih jauh panggang dari api," ujar Ali Nurdin melalui keterangan yang diterima NU Online, Jumat (3/5/2024). 


Ia menegaskan, perlindungan bagi pekerja migran adalah kewajiban semua pihak, terutama pemerintah. Sebab persoalan-persoalan yang yang menimpa pekerja migran di negara penempatan masih terus terjadi dan selalu berulang, sehingga harus menjadi perhatian serius semua pihak. 


"Perlindungan kepada PMI akan ramai dan diperhatikan ketika persoalan sudah terjadi, sementara akar persoalan sesungguhnya masih minim perhatian," jelas Ali Nurdin. 


Menurut Ali, maraknya pemberangkatan PMI non-prosedural yang cenderung pada tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang ditangani justru ketika sudah banyak PMI yang menjadi korban. 


Di antara penyebab persoalan PMI tak kunjung bisa diatasi adalah karena faktor kemiskinan, rendahnya pendidikan (posisi rentan) ditambah minimnya sosialisasi, proses pemberangkatan secara resmi yang sulit dan berbelit, serta tidak adanya tindakan hukum yang bisa membuat jera para pelaku TPPO. 


"Kami siap bekerja sama dalam memberikan perlindungan kepada PMI dan keluarganya, mengimplementasikan UU 18 Tahun 2017 (tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri) secara menyeluruh," ujarnya.


Ali Nurdin menuturkan, implementasi undang-undang yang masih jauh dari harapan hingga munculnya regulasi yang tumpang tindih antara Kementerian Ketenagakerjaan dan Badan Pelindungan Pekerja Migran (BP2MI) selalu menjadi persoalan dan kendala, sehingga banyak peraturan yang tidak sinkron. Hal ini menjadi celah untuk para pelaku TPPO melancarkan aksinya. 


"Persoalan kemiskinan dan pendidikan yang rendah (rentan) serta lapangan kerja yang sempit mampu dimanfaatkan oleh para pelaku kejahatan TPPO sehingga muncul persoalan baru," kata Ali Nurdin. 


Ditambah pula penanganan yang sulit dan hukuman ringan, sehingga berdampak pada tidak adanya efek jera kepada para pelaku. Lalu sering adanya keterlibatan para oknum pejabat terkait sehingga berdampak pada persoalan TPPO yang terus berulang.


Akar persoalan 

Terdapat sejumlah hal yang menjadi akar dari persoalan para pekerja migran yang selalu berulang dan sulit diatasi. 


Pertama, para pekerja migran berasal dari desa dan sebagian besar adalah petani. Mereka tidak punya lahan karena dikuasai oleh pihak tertentu. Biaya bertani juga mahal, peluang kerja sempit, dan pendidikan rendah menjadi penyebab utama masyarakat untuk berangkat menjadi pekerja migran ilegal atau non-prosedural.


Kedua, minimnya sosialisasi informasi tentang pemberangkatan yang aman. Ketiga, banyak persyaratan yang berbelit dan regulasi yang tumpang tindih. Keempat, maraknya sponsor yang bebas berkeliaran. 


Harapan

Ali Nurdin berharap persoalan pekerja migran segera tuntas. Ia siap bekerja sama untuk melakukan perbaikan agar kasus pekerja migran tak selalu berulang. Salah satu yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan implementasi terhadap undang-undang yang berlaku. 


Pertama, implementasi menyeluruh UU Nomor 18 Tahun 2017 Tentang Perlindungan PMI. Kedua, implementasi menyeluruh UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan PMI Pasal 40 Tanggung Jawab Pemerintah Provinsi. 


Ketiga, implementasi menyeluruh UU Nomor 18 Tahun 2017 Tentang Perlindungan PMI Pasal 41 Tanggung Jawab Pemerintah Kabupaten/Kota.


Ali Nurdin melihat ada banyak persyaratan, prosedur berbelit, bahkan proses lama dan biaya mahal akibat kebijakan pemerintah daerah, dalam hal ini Dinas Tenaga Kerja (Disnaker), dalam mengurus aplikasi Siap Kerja untuk mendapatkan ID Online Calon PMI. 


Hal tersebut, menurut Ali Nurdin, melanggar prinsip mudah, murah, cepat, dan aman sebagaimana diamanahkan UU Nomor 18 Tahun 2017.


Keempat, implementasi menyeluruh UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan PMI Pasal 42 Tanggung Jawab Pemerintah Desa. Kelima, implementasi menyeluruh Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2019 tentang Desmigratif (Desa Migran Produktif).