Nasional

Tiga Kontribusi Utama NU terhadap Kelestarian Lingkungan Hidup

Rab, 10 Oktober 2018 | 08:30 WIB

Tangerang Selatan, NU Online
Nahdlatul Ulama (NU) bukan hanya ormas yang bergelut di bidang keagamaan, tapi juga sosial kemasyarakatan. Banyak inisiatif yang telah dilakukan NU dalam bidang sosial kemasyarakatan. Diantaranya dalam hal kelestarian lingkungan hidup. 

“Setidaknya ada tiga peran dan kontribusi utama NU dalam environmental sustainability (kelestarian lingkungan hidup),” kata Muhamad Khoirul Huda, mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Jakarta saat mempresentasikan hasil penelitiannya dengan tema Peran dan Kontribusi NU Terhadap Isu Kelestarian Lingkungan Hidup di Indonesia (1988-2017), di Ciputat, Tangerang Selatan, Rabu (10/10).

Pertama, menyusun konsep fiqih sosial atau lingkungan hidup. Pada 80-an, untuk pertama kalinya NU membuat konsep fiqih lingkungan hidup. Ada dua tokoh yang konsern pada isu ini, yaitu KH Ali Yafie dan KH Sahal Mahfudh. 

Huda menilai, semangat NU dalam menyusun konsep fiqih lingkungan hidup tidak terlepas dari konteks yang ada pada saat itu. Dimana negara mengajak masyarakat untuk ikut serta dalam menjaga dan melestarikan lingkungan hidup –yang rusak akibat pembangunan nasional.

“Keduanya (KH Ali Yafie dan KH Sahal Mahfudh) sejak tahun 80-an sudah membangun fiqih lingkungan hidup,” jelasnya. 

Dalam konsep fiqih kelestarian hidup misalnya, Kiai Ali menjelaskan bahwa manusia memiliki tiga potensi. Yakni  manusia sebagai penghancur, kreator atau pembangun, dan penjaga. Sebagai penjaga, sudah selayaknya manusia menjaga kelestarian alam semesta ini.

Kedua, membahas tema-tema krisis lingkungan hidup dalam bahtsul masail. Huda menjelaskan, sejak tahun 90-an NU sangat giat mendiskusikan tema-tema tentang kelestarian hidup seperti peran dan tanggung jawab negara dan masyarakat dalam menjaga lingkungan.

Semangat NU, lanjutnya, dalam menjaga kelestarian hidup juga tercermin dalam semangat yang diusungnya, yakni jihad bi’iyyah (jihad menjaga lingkungan). Pada 2007, dalam suatu forum bahtsul masail NU menyatakan bahwa negara wajib menjaga hutan.

“Ketiga, membentuk lembaga lingkungan hidup. Lembaga tersebut diberi nama Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama (LPBINU),” ujarnya.

Pembentukan LPBINU disepakati pada Muktamar NU ke-32 di Makassar tahun 2010. LPBINU kemudian dikukuhkan dan ditetapkan pada rapat pleno harian PBNU. Lembaga ini merupakan perpanjangan tangan NU dalam bidang penanggulangan bencana, perubahan iklim, dan pelestarian lingkungan. (Muchlishon)