Warta

Faisal Basri: Indonesia Alami Pertumbuhan Orang Kaya Tercepat di Asia

Kamis, 27 Desember 2007 | 23:28 WIB

Jakarta, NU Online
Pengamat Ekonomi Faisal Basri mengungkapkan, Indonesia merupakan negara yang mengalami pertumbuhan orang-orang kaya tercepat di Asia. Menurutnya, hal itu terjadi karena pemerintah lebih memperhatikan pengusaha kelas menengah ke atas.

“Percepatan pertumbuhan orang-orang kaya di Indonesia mencapai enam belas koma sekian persen,” ungkap Faisal dalam diskusi ‘Refleksi Akhir Tahun’ di Kantor Pimpinan Pusat (PP) Gerakan Pemuda (GP) Ansor, Jalan Kramat Raya, Jakarta, Kamis (27/12).<>

Ia menjelaskan, selama ini, terutama sejak kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pemerintah berorientasi pada pertumbuhan ekonomi dengan lebih mengutamakan pada pengusaha-pengusaha kelas menengah ke atas.

Pemerintah, ujarnya, selalu memberi insentif kepada pengusah-pengusaha yang masuk dalam bursa saham. Hal itu sama sekali tidak dilakukan terhadap terhadap sektor ekonomi riil yang justru lebih banyak menyerap tenaga kerja.

“Pertumbuhan ekonomi naik terus mencapai 6,5 persen. Tapi, itu semua dikuasai pengusah-pengusaha kelas menengah ke atas. Sementara, sektor ekonomi riil tetap lemah,” paparnya pada acara yang juga dihadiri Ketua Umum PP GP Ansor, Saifullah Yusuf, itu.

Tak hanya itu. Ia juga menyebutkan, selama ini, saham naik menjadi 70 persen. Namun, tegasnya, hal itu hanya dinikmati para pengusaha asing. Sementara, pengusaha dalam negeri tidak mendapat tempat.

Akibatnya, ketimpangan ekonomi di negeri ini semakin menajam. “Upah pembantu rumah tangga di Jawa dan di luar Jawa negatif,” pungkasnya.

Kritik Data Kemiskinan Yudhoyono dan Wiranto


Dalam kesempatan itu, Faisal melontarkan kritik keras kepada Presiden Yudhoyono dan Wiranto yang sempat bersilang pendapat soal data angka kemiskinan di Indonesia. Menurutnya, keduanya salah besar.

“Data dari Bank Dunia (yang dipakai Wiranto, Red) itu, basis datanya dari BPS (Badan Pusat Statistik). Semua salah. Gimana, Presiden kok nggak tahu data kemiskinan. Dua-duanya dodol (baca: bodoh),” ungkapnya.

Di tempat lain, mantan Menteri Keuangan Rizal Ramli menuding ada rekayasa dalam metodologi penghitungan orang miskin dan pengangguran di Indonesia. Rekayasa tersebut dilakukan untuk membawa kepentingan Bank Dunia.

Rizal menambahkan, Bank Dunia merekayasa dalam teknik metodologi pengambilan sampel. Dia mencontohkan, kalau data kemiskinan orang miskin ada faktor pembaginya, dulu untuk 2007 faktor pembaginya ditetapkan harga barang-barang di bawah sebelum kenaikan harga bahan bakar minyak.

"Jadi, faktor pembaginya, jauh lebih kecil. Karena kalau dimasukkan kepada harga-harga pada saat ini, di mana harga kebutuhan pokok sudah lebih tinggi, seharusnya faktor pembaginya sudah lebih besar," jelas Rizal dalam diskusi Komite Indonesia Bangkit 'Jalan Baru Kebangkitan Indonesia' di Jakarta. (rif)