Daerah

Gus Ipul: Santri Juga Harus Bisa Jadi Pengusaha

Sel, 21 Februari 2017 | 08:00 WIB

Jember, NU Online
Dulu pesantren pernah dicibir, bahkan dicap  sebagai tempat pendidikan yang  kumuh. Beberapa pihak memperkirakan pesantren akan gulung tikar menyusul kian derasnya kebutuhan masyarakat terhadap  pendidikan modern. Namun ternyata pesantren tetap bertahan. Bahkan saat ini sistem pendidikan pesantren mulai ditiru.

Demikian diungkapkan Wakil Gubernur Jawa Timur, H Saifullah Yusuf saat mengunjungi Pondok Pesantren Nuris, Ahad (19/2). Menurut Gus Ipul –sapaan akrabnya—pesantren terbukti ampuh sebagai tempat penggodokan anak-anak bangsa.

“Sekarang diam-diam banyak yang meniru sistem pendidikan pesantren. Cuma namanya diubah, misalnya boarding school, full day school dan sebagainya. Tapi yang benar-benar siap  24 jam mendidik anak-anak, hanya pesantren,” tukasnya.

Ia juga mengimbau santri untuk bisa terjun dan berperan di semua lini kehidupan. Tidak hanya jadi guru atau kiai, namun juga harus bisa menjadi pengusaha.

Dikatakannya, untuk berbagai posisi dan jabatan publik, santri sudah banyak memberikan kontribusi, tapi untuk  dunia usaha, sedikit sekali santri yang ambil peran.

“Makanya santri juga harus bisa jadi pengusaha yang hebat untuk membangkitkan ekonomi umat,” ucapnya.

Sementara itu, Pengasuh Pondok Pesantren Nuris, KH Muhyiddin Abdusshomad dalam sambutan singkatnya menegaskan bahwa santri-santri Nuris digodok dalam beragam disiplin ilmu dan keterampilan. Mulai dari dari kitab kuning hingga soal robot.

“Santri-santri ini punya semangat belajar yang  tinggi. Pada saatnya nanti mereka akan berkontribusi pada bangsa dan negara. Dan mungkin juga mereka ada yang ingin jadi gubernur atau wakil gubernur seperti Gus Ipul,” kelakar Kiai Muhyiddin.

Selain Gus Ipul, ikut serta  dalam kunjungan tersebut adalah Katib Aam PBNU, KH Yahya C. Tsaquf, Kepala Kanwil Kemenag Jawa Timur yang baru, Syaiful Bahri, Bupati Jember, Faida, Rektor IAIN Jember, Babun Suharto dan Ketua Ketua PCNU Jember, KH. Abdullah Syamsul Arifin. (Aryudi A. Razaq/Fathoni)