Internasional

Menengok Tradisi Lebaran di Maroko

Ahad, 11 Agustus 2013 | 10:19 WIB

Tanger, NU Online
Ketika berbicara lebaran tentunya setiap tempat memilki tradisi masing-masing, mulai dari menjelang hari raya sampai menyambut malam takbiran hingga berakhirnya shalat hari raya Idul Fitri.
<>
Seperti halnya tradisi lebaran di Indonesia dengan Maroko banyak sekali perbedaannya. Namun ada juga sebagian tradisi yang mirip dengan Indonesia.

Tradisi Mudik

Maroko juga memilki tradisi mudik seperti yang biasa dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Tradisi mudik bisa menjadi moment pengungkapan kemenangan dan kegembiraan setelah sebulan berpuasa.

Mudik lebaran yang setiap tahun menjadi peristiwa (mobilisasi) rutin luar biasa ini terkadang merepotkan untuk mendapatkan tiket keluar kota, jadi jika ingin pergi keluar kota seminggu sebelumnya harus sudah memesan tiket terlebih dahulu. Biasanya tempat tujuan utama bagi warga Indonesia khususnya pelajar Indonesia di Maroko tatkala lebaran tiba yaitu di kota Rabat. Tepatnya di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Rabat.

Berburu Baju Baru

Lebaran erat sekali hubungannya dengan baju baru. Ini yang menarik. Mulai H-7 toko-toko pakaian dipadati pengunjung. Mereka berdesak-desakan untuk memilih-milih busana yang akan mereka beli demi meramaikan tradisi “Baju Baru di Hari Lebaran”. Mereka berlomba-lomba untuk “memperbarui” tampilan mereka saat Lebaran. Tradisi semacam ini yang biasa dijumpai di tanah air ternyata tak jauh berbeda dengan Maroko. Masyarakat Maroko khususnya kaum hawa rela berdesak-desakan di tengah teriknya matahari hingga menjelang maghrib, mereka terlihat begitu antusias untuk membeli baju baru demi untuk merayakan hari lebaran. Hampir di semua pasar-pasar di pusat kota selalu di penuhi para pemburu baju baru.

Biasanya para pria membeli pakaian tradisional Maroko yang disebut Djellaba (jubah panjang di sertai penutup kepala) lengkap dengan sandal tradisional. Untuk kaum wanitanya biasanya membeli Takchita atau Kaftan dan juga sandal tradisonal khas Maroko yang sangat cantik untuk dipakai di hari raya.

Malam Takbiran

Tatkala matahari tenggelam di akhir bulan Ramadhan, gema suara takbir dari corong-corong masjid langsung menyambutnya dengan merdu dan membahana. Suara takbir semakin menggema tatkala iringan sepeda motor dan mobil berarakan di jalan raya sambil mengumandangkan takbir dengan serempak. Tak hanya itu, letusan kembang api juga ikut mewarnai kemeriahan di hari kemenangan ini. Maklumlah, hari ini adalah Hari Raya Idul Fitri, hari kemenangan umat Islam, setelah satu bulan lamanya mereka menjalankan ibadah Ramadhan. Tapi suasana itu bisa dirasakan di Indonesia lain halnya di Maroko yang terkenal dengan sebutan negeri seribu benteng ini. Susana malam takbiran di Maroko laksana kota mati, tak ada suara takbir menggema dari berbagai sudut kota, baik di masjid atau musholla. Tak ada istilah takbir keliling dan kembang api.

Ketika keluar dari rumah jalanan pun terlihat sepi, lalu lalang kendaraan berjalan normal seperti biasanya. Seolah tidak ada moment besar terjadi pada hari ini, Ternyata Maroko menyebut hari raya Idul Fitri sebagai hari raya ashor (kecil) dan hari raya Idul Adha sebagai hari raya kabir (besar) jadi wajar saja kalau masyarakat Maroko lebih suka untuk merayakan hari raya qurban dari pada hari raya Idul Fitri. Tidak hanya itu, Masyarakat Maroko juga mengganggap sebuah aib jika tidak melaksanakan qurban. Jadi bisa dipastikan ketika hari raya qurban tiba semua masyarakat Maroko sudah mempersiapkan hewan kurban.

Untunglah setiap malam takbiran tiba KBRI Rabat selalu mengundang semua warga Indonesia di Maroko untuk mengumandangkan takbir bersama di ruang serba guna sekaligus pemberian zakat bagi semua warga Indonesia yang hadir. Setidaknya pertemuan tersebut bisa mengobati rasa rindu kepada keluarga tercinta di kampung halaman.

Ketupat

Layaknya baju baru, lebaran juga identik dengan ketupat atau sering disebut kupat. Orang Jawa mengartikan istilah kupat dengan “ngaku lepat” atau mengakui kesalahan. Biasanya, ketupat disajikan bersama opor ayam dan sambal goreng. Ini pun ternyata ada makna filosofisnya. Opor ayam menggunakan santan sebagai salah satu bahannya. Santan, dalam bahasa Jawa disebut santen yang mempunyai berkait dengan “pangapunten” alias memohon maaf. Karena dekatnya kupat dengan santen ini, ada pantun yang sering dipakai pada kata-kata ucapan Idul Fitri: Mangan kupat nganggo santen/ menawi lepat, nyuwun pangapunten. (Makan ketupat pakai santan/bila ada kesalahan mohon dimaafkan). Tapi lagi-lagi ini hanya bisa dirasakan di tanah air yang memilki banyak makanan khas yang kaya akan cita rasanya.

Sementara Maroko punya sajian istimewa tersendiri  buat lebaran yaitu pie ayam. Hidangan ayam yang satu ini rasanya gurih dan sedikit asam. Diberi topping almond yang renyah juga dibumbui dengan air jeruk lemon. Gurih-gurih renyah dan asam! Untuk menandai berakhirnya bulan puasa umumnya dilakukan berbagai persiapan. Seperti membuat halawiyat (manisan) atau kue kering dan menyiapkan hidangan lezat dan mewah. Baik untuk dinikmati bersama keluarga atau diberikan sebagai hantaran. Tradisi ini dilakukan warga Maroko menjelang lebaran, biasanya para wanita sibuk di dapur untuk menyuapkan kue-kue. Namun ada juga yang memilih untuk membeli kue jadi di toko terdekat.

Selanjutnya makanan tersebut dihidangkan diatas atas meja ketika hari lebaran tiba. Sebelum menyantapnya warga Maroko terlebih dahulu menyantap ‘Dajaj Muhamar’ yaitu ayam panggang yang disajikan dalam piring besar dan dimakan bersama-sama anggota keluarga lainnya. Setelah itu, biasanya seluruh keluarga menikmati teh khas Maroko yang disebut ‘Atai’.Teh disajikan dalam teko berdesain cantik dan unik yang disebut ‘Barad’.

Didalam penuangan Atai ini memilki aturan tersendiri, biasanya setelah dituangkan ke dalam gelas kemudian dimasukan lagi ke dalam teko dan dituangkan lagi hingga tiga kali. Kata warga Maroko disitulah letak kenikmatan cita rasa Atai yang sesungguhnya. Jadi jika tidak melalui proses tersebut bagi mereka kurang sempurna. Untuk menemani minuman Atai, biasanya ada makanan pendamping yang diberi nama ‘Zamita’.
Bagi WNI yang merayakan lebaran di negeri seribu benteng ini jangan berharap bisa menemukan restoran yang menjual makanan khas Nusantara, jangankan menu masakannya, untuk mendapatkan bumbunya saja tidak ada pasar atau tempat khusus yang menjual bumbu masakan khas Indonesia. Satu-satunya cara untuk mendapatkan menu lebaran tersebut dengan mendatangi wisma duta Indonesia KBRI Rabat untuk melaksanakan sholat Idul Fitri yang tiap tahun diadakan di halaman wisma tersebut.

Kegiatan ini merupakan acara rutinan yang diadakan oleh KBRI Rabat untuk mengumpulkan semua warga Indonesia di Maroko. Selesai sholat Ied, semua bersalam-salaman sekaligus halal bihalal di tempat kediaman Dubes RI di Maroko, sekitar setengah jam kemudian dilanjutkan dengan acara makan-makan di tempat kediaman dinasnya yang asri, luas dan rimbun ini. Disinilah segala jenis makanan nusantara bisa ditemui dan dinikmati, mulai dari opor ayam, ketupat, lontong, soto madura, dan lain-lain.

Lebaran di Wisma Duta Indonesia juga merupakan ajang bertemunya seluruh warga Indonesia dari segala penjuru Maroko. Bertemu dengan orang-orang yang senasib dan seperjuangan, membuat rasa sedih dan nelangsa hilang saat itu meski usai acara tersebut rasa kangen rindu terhadap keluarga di rumah kembali menyelimuti.


Redaktur    : Mukafi Niam
Kontributor: Kusnadi El-Ghezwa