Jakarta, NU Online
Tak butuh waktu lama bagi Any Rufaedah untuk sampai di tempatnya menempa pengetahuan tentang metodologi penelitian sosial dari tempat tinggalnya. Hanya tujuh sampai 10 menit berjalan kaki, ia sudah bisa sampai di Lembaga Penelitian Ilmu Sosial, Maryland, Amerika Serikat.
Selepas pulang dari kantornya pukul enam sore, masih cukup banyak waktu hingga berbuka pada pukul delapan lewat. Waktu dua jam itu ia manfaatkan dengan memasak untuk menu berbuka.
“Karena di sini makanan mahal, jadi disiasati dengan masak sendiri,” ujar pengajar di Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Jakarta itu kepada NU Online pada Senin (13/5) waktu Indonesia.
Masakan tumis dengan sayur yang berganti setiap harinya dan campuran ayam cincang atau udang menjadi menu yang biasa ia sajikan saban hari. Agar tidak bosan, ia terkadang memasak kentang rebus dan telur. Any juga sesekali menikmati makanan asing seperti taco dan borito, makanan khas Meksiko, ataupun membuat salad.
Saban tiga minggu sampai sebulan sekali, Any biasa membeli bahan masakannya di supermarket agar menghemat waktu dan biaya. “Kalau belanja-belanja kecil dan mendesak baru belanja di grocery terdekat,” katanya.
Any menuturkan bahwa makanan di sana umumnya didesain tahan dalam waktu lama. “Jadi gak khawatir menjamur,” ujarnya.
Komunitas Muslim Indonesia di sana juga membuat buka bersama di Masjid Al-Ihsan, sekitar 10 menit jalan kaki dari rumahnya. “Seringnya makanan masih banyak sisa. Nah itu biasanya dibagi-bagi untuk kita. Jadi bisa buat lauk sahur,” katanya.
Lebih lanjut, Any juga menceritakan bahwa tidak susah baginya menemukan makanan halal, meskipun tetap harus hati-hati. Di sana ada grocery, tempat penjual makanan, khusus makanan halal. Menurutnya, makanan seperti yang tersedia di grocery pada umumnya, hanya cara menyembelihnya bisa dijamin dengan cara Islam. Restoran muslim juga, katanya, bisa menjadi alternatif.
“Mau amannya, tanya ke komunitas Muslim biar dapat rekomendasi tempat halal atau masak sendiri dan beli di resto orang Muslim lebih aman untuk masalah kehalalan,” kata peneliti di Division for Applied Social Psychology Research (DASPR) itu.
Sehari sebelum Ramadhan tiba, ia sempat mengunjungi Indonesian Food Festival di Philadelphia. Orang Indonesia dari berbagai penjuru di Amerika datang ke acara yang digelar oleh Komunitas Masjid Al-Falah itu.
Di sana, ia sempat membeli pisang goreng, peyek, sate padang, dan rujak. “Yang jualan dari mana-mana, jadi macam-macam masakannya. Bahkan ada satu booth komunitas Muslim Amerika ikut bazar tersebut,” pungkasnya. (Syakir NF/Abdullah Alawi)