Nasional

Bangun Kemaslahatan Umat dengan Filantropi Islam

Ahad, 10 Desember 2017 | 21:00 WIB

Semarang, NU Online
Tantangan dalam pengembangan lembaga filantropi islam seperti zakat dan wakaf di Malaysia adalah karena aset wakaf yang belum dimanfaatkan sepenuhnya dan zakat relatif lebih maju dalam bentuk pembangunan. Selain itu, integrasi antara zakat memiliki lebih banyak ruang untuk dijelajahi.

Pandangan tersebut diungkapkan Dosen Universti Teknologi Mara (UTM), Melaka, Malaysia, Abdul Halim Molid Noor, pada seminar Islamic Philanthropy Peran Wakaf dalam Pengembangan Ekonomi Umat di Malaysia dan Indonesia, di ruang sidang rektorat lantai 3, Kampus 1 UIN Walisongo Semarang, Jumat (8/12).

"Tantangan selanjutnya yaitu dilema antara pemerintah dan NGO dan dilema pasar dengan nonpasar," jelasnya.

Menurutnya,  meski filantropi tidak sepopuler dengan ekonomi, akan tetapi hal itu sangat penting untuk dikembangkan, dan perlu dikenalkan kepada tenaga manusia untuk meningkatkan kemaslahatan masyarakat.

"Di Indonesia saya melihat wakaf hanya ditujukan untuk pemakaman/kuburan, dan masjid," katanya.

Ia membeberkan langkah-langkah untuk memperkuat sektor filantropi Islam dan membawanya ke arus ekonomi utama yaitu dengan cara memprioritaskan lembaga Islamic Philanthropy (IP) sebagai institusi inti untuk keadilan sosial termasuk yayasan swasta dalam agenda Asean Economic Community (AEC), dan untuk menekankan peran memberi dalam agenda sosial.

"Terlepas dari fokusnya pada isu ekonomi, AEC juga mengalokasikan cukup banyak porsi untuk mengembangkan komunitas filantropi. Untuk mengembangkan kemandirian wakaf di negara ASEAN perlu adanya pendirian bank wakaf," jelas  Prof Abdul Halim Molid.

Sementara itu, H Mohammad Saladin Abdul Rasool, yang juga dosen dari UTM Malaysia, menjelaskan bahwa kepentingan penelitian dalam bidang filantropi yaitu untuk menjelaskan hukum berkaitan zakat dan wakaf; mengenal pasti dan mengetahui banyak unsur-unsur yang saling berkaitan dalam bidang zakat dan wakaf.

"Membantu membina strategi dan teknik yang lebih berkesan dan sesuai untuk menyuburkan budaya zakat dan wakaf serta mengembangkan disiplin ilmu zakat dan wakaf dengan menemukan sumber-sumber baru zakat dan wakaf," jelasnya.

Di Indonesia sendiri, menurut H Ahmad Furqon, jika mayoritas orang Indonesia adalah orang Islam maka mayoritas orang miskin di Indonesia juga orang Islam.

"Hutang bukan jalan satu-satunya yang baik, kalau bisa menghindari hutang. Solusinya yaitu dengan memunculkan instrumen pemberdayaan Islam yaitu zakat dan wakaf," ujar Dosen Fakultas Ekonomi Bisnis Islam UIN Walisongo Semarang.

Menurutnya wakaf tanah 90% tidak produktif dan itu merupakan kondisi riil yang terjadi. Wakaf uang di Indonesia sangat berpotensi, namun potensi itu tidak sesuai dan masih jauh dengan kenyataan.

"Untuk meningkatkan perekomnomian umat dengan zakat dan wakaf, yaitu dengan cara meningkatkan kualitas SDM umat sehingga dapat bekerja cerdas, meningkatkan kesehatan umat yaitu dengan melakukan layanan kesehatan cuma-cuma. Contohnya dengan melakukan wakaf produktif seperti wakaf hotel, SPBU, dan rumah makan (perekonomian), serta wakaf pertanian," jelasnya. (Abdus Salam/Kedi Setiawan)