Nasional

Ketua Majelis Ulama Aceh: Literasi Digital Harus Jadi Proses Pembelajaran Masa Kini 

Kam, 1 September 2022 | 17:00 WIB

Ketua Majelis Ulama Aceh: Literasi Digital Harus Jadi Proses Pembelajaran Masa Kini 

"Literasi digital harus jadi bagian belajar mengajar dalam konteks kekinian," kata Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh TGK H Faisal Ali.

Jakarta, NU Online 

Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh TGK H Faisal Ali menyampaikan bahwa literasi digital harus menjadi bagian dalam proses pembelajaran masa kini.


"Literasi digital harus jadi bagian belajar mengajar dalam konteks kekinian," ujarnya saat Seminar Literasi Digital bertema Memanfaatkan Era Digital untuk Mengenalkan Karya Besar Ulama Aceh pada Senin (29/8/2022).


Sebab, menurutnya, literasi digital ini relevan dengan kondisi masa kini yang memerlukan analisis tajam dalam membaca informasi.


Ia kerap melihat seseorang yang tak jarang kurang cermat dalam membaca informasi. Misalnya, ia mencontohkan, ada berita 2013 yang dibagikan ulang pada hari ini. Namun, beberapa orang karena kemampuan literasinya yang rendah, tidak mampu menganalisis mengkaji berita yang muncul.


"Oh saya gak baca tanggalnya," begitu orang tersebut menjawab.


Oleh karena itu, TGK Faisal menegaskan, bahwa jika ada digitalisasi hal tidak sesuai dengan pandangan, perlu untuk membuka manual. "Jangan hanya menggunakan yang digital," katanya.


Sebab, kemampuan mengatur manfaat bagi pribadi melalui literasi adalah hal yang perlu dimiliki. Hal itu di antaranya dapat didapatkan melaui analisis, kajian, dan pemahaman terhadap sesuatu melalui digitalisasi.


Sementara itu, Ketua Lembaga Ta'lif wan Nasyr Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (LTN PWNU) Aceh As'adi M Ali menyampaikan bahwa dunia digital sudah menjadi medan dakwah hari ini. Kemampuan literasi digital menjadi hal yang perlu dimiliki dalam rangka berdakwah.


Mengutip hadits, ia menyampaikan bahwa walaupun satu hal dan sukar atau pahit, tetap perlu disampaikan. 


Dalam berdakwah juga perlu berhati -hati. Mengutip sebuah ayat Al-Qur'an, ia mengatakan, bahwa ketika satu informasi datang dari orang fasiq, maka tabayun atau klarifikasilah supaga terhindar dari bencana.


Dakwah ini dapat dilakukan dengan lisan, dengan kekuasaan dan teladan baik (hal), ataupun dengan pena melalui tulisan-tulisan. "Orang punya banyak pikiran tidak akan awet kalau tidak ditulis," katanya.


Sebab ingatan ada faktor lupa, sedangkan tulisan abadi sepanjang masih dapat terbaca.


Pada kesempatan tersebut, hadir pula Pengurus LTN Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Ahmad Ginanjar Sya'ban. Ia menyampaikan mengenai kehebatan negeri Aceh melalui karya-karya ulama Aceh yang beberapa di antaranya sudah terdigitalkan.


Ginanjar menceritakan seorang pelancong dari Negeri Maroko, yaitu Ibnu Batuta kala mendarat di Negeri Aceh. Disebutkan dalam kitabnya, Ibnu Batutah menyebut Pasai, nama negeri Aceh dahulu, sebagai kota makmur yang memiliki tradisi keilmuan. Bahkan, ada beberapa ulama dari berbagai pelosok negeri mengajar di wilayah itu, di antaranya Asy-Syarif Sirojuddin Al-asfihani dan Asy-Syirazi.


Ginanjar juga menceritakan kisah yang dicatat oleh Syekh Manshur, seorang ulama dari Al-Azhar, Kairo Mesir. Disebutkan bahwa Aceh merupakan negeri dengan hawa yang seimbang, tak panas, pun tak dingin. Terkadang, saking sejukmya Aceh, orang memakai pakaian musim dingin ketika musim kering, dan sebaliknya, memakai pakaian musim panas ketika musim hujan. Sebagaimana diketahui, negeri di ujung barat Indonesia ini masih tergolong memiliki cuaca tropis.


Disebutkan pula, bahwa negeri ini dipimpin oleh seorang perempuan muslimah. Sosoknya dikenal dermawan dan memiliki minat literasi tinggi, serta berpengetahuan luas. Ia adalah Sultanah Safiyatuddin.


Sultanah itu, kata Ginanjar, memelopori Syekh Abdurrauf Singkel untuk menulis sejumlah karya dalam tradisi keilmuan Melayu. Di antaranya, (1) Tarjuman Al-Mustafid, Tafsir Quran lengkap berbahasa Melayu dan (2) Mir’ât al-Thullâb fî Tashîl Ma’rifah al-Ahkâm al-Syar’iyyah li al-Malik al-Wahhâb, kitab fiqih yang banyak mengulas persoalan muamalah.


Pewarta: Syakir NF

Editor: Alhafiz Kurniawan