Nasional

Kiai Kafabihi Mahrus: Berdakwah, Santri Harus Seperti Garam

Kam, 25 April 2019 | 22:00 WIB

Kiai Kafabihi Mahrus: Berdakwah, Santri Harus Seperti Garam

KH Abdullah Kafabihi Mahrus.

Kediri, NU Online
Maraknya juru dakwah yang belakangan dinilai meresahkan, baik karena materi yang disampaikan menuai pro-kontra atau bahkan profokatif mengilhami kalangan elit pesantren untuk segera mengambil alih posisi strategis dalam berdakwah.

Pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo, Jawa Timur, KH Abdullah Kafabihi Mahrus, mengungkapkan dalam kondisi tersebut diperlukan juru dakwah dengan kapasitas keilmuan mumpuni dan pendekatan yang lebih mengena.

Berbicara pada Halaqah Kebangsaan bertema Komitmen Pondok Pesantren dalam Merawat Kebinekaan, Kamis (4/24), Kiai Kafabihi menjelaskan, kesuksesan berdakwah bisa mencontoh kalangan sahabat Anshar.

"Dalam berdakwah, jadilah seperti garam, tidak tampak tapi menentukan sedapnya masakan. Sekalipun minoritas tapi kehadiran mereka layaknya garam, tidak tampak tapi ikut andil mewarnai dakwah Islam kala itu," paparnya dalam acara yang menjadi rangkaian reuni kedua purnasiswa (mutakharijin) Pesantren Lirboyo tahun 2014 ini.

Ia juga menegaskan pentingnya reinterpretasi metode dakwah. "Maka dakwah kita harus seperti itu, tidak (terus) berkoar-koar Islam, tapi mengabaikan akhlak," lanjut kiai yang juga Mustasyar PBNU ini.

Untuk mewujudkan kesuksesan dalam berdakwah, lanjut kiai Kafabihi, diperlukan beberapa hal. Pertama, persatuan dalam perjuangan. Perjuangan dalam dakwah karena karakter seorang Mukmin adalah saling menguatkan satu dengan yang lain. Seperti keberhasilan dakwah di zaman Rasulluah Saw, tak lain berkat dukungan empat sahabat terbaiknya (khulafa la-Rasyidin).

Ia mencontohkan, padi itu bisa kuat berdiri karena ditopang oleh padi-padi lain di sekitarnya. Saling menopang hingga bisa tegak berdiri. "Demikian halnya dengan (perjuangan) agama, kuat atau tidaknya fondasi agama, bergantung pada persatuan dan kesatuan yang kita jaga," ujarnya.

Kedua, dilandasi dengan ketulusan (ikhlas). Berkat berlaku ikhlas ini, Kiai Kafabihi meyakini, seseoarang bakal meraih keberhasilan dalam berdakwah dan di saat yang sama, Allah Swt akan membalasnya dengan kebaikan berlipat ganda.

"Keikhlasan inilah yang membuat keluarga (dzuriyyah) kita menjadi baik. Kita menjadi baik, tak lain berkat kebaikan orang tua kita juga," lanjutnya.

Dalam kesempatan yang sama, ia mengingatkan, dalam berdebat pastikan mengetahui maksud dan tujuan lawan debat. Ia mengutik Imam Ghazali yang mengatakan, jika ada orang yang bedebat hanya untuk mencari kemenangan, tinggalkanlah. Tapi kalau mencari kebenaran, layanilah. (M Achfas Afandi/Kendi Setiawan)