Mustasyar PBNU: Nahdliyin Harus Ramah terhadap Perbedaan
Rab, 6 Juni 2012 | 08:39 WIB
Kudus, NU Online
Nahdliyin atau warga Nahdlatul Ulama (NU) harus selalu mengedepankan keramahan terhadap setiap orang yang memiliki perbedaan pandangan. Kendati dari golongan yang berbeda, warga NU harus tetap merangkul dan menyampaikan pemahaman yang benar.<>
“Orang berbeda bisa jadi karena tidak tahu, jadi kita harus bersikap ramah seraya memberikan penjelasan kepadanya,” kata Mustasyar PBNU KH Sya’roni Ahmadi dalam acara tasyakuran harlah ke-89 NU yang diselenggarakan PCNU Kudus, Selasa (5/6) malam.
Ulama kharismatik yang sering disapa Mbah Sya’roni ini menceritakan ada salah seorang warga Muhammadiyah yang datang ke rumahnya membicarakan perbedaan rekaat shalat tarawih. Dengan cara halus, Mbah Sya’roni menunjukkan kitab karangan pendiri Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan yang menyebutkan dengan jelas bahwa shalat tarawih itu berjumlah 20 rekaat yang setiap 2 rekaat diakhiri dengan salam.
Orang Muhammadiyah tadi terheran-heran terhadapnya dan mempertanyakan KH Sya'roni bisa memiliki kitab karangan KH Ahmad Dahlan tersebut. “Saya pun menjawab, saya juga heran kenapa sampeyan warga Muhammadiyah tidak memiliki kitab tersebut? Dari pembicaraan itu, orang tadi bisa menerima dan sampai sekarang sering ke rumah saya,” tuturnya mencontohkan pentingnya sikap ramah.
Dalam kesempatan itu, pengasuh pengajian Jum’at pagi di masjid menara Kudus itu lebih banyak bercerita perjuangan Nahdlatul Ulama pada masa penjajah. Dikatakan, pada waktu itu, kyai-kyai NU selalu mengobarkan semangat berjuang melawan penjajah dengan mendeklarasikan resolusi jihad.
“Jadi pada waktu dulu, kyai-kyai sudah ikut berjuang demi membela bangsa. Makanya, sampai saat ini NU masih tetap menjaga NKRI. NU tidak akan mau menjadi pengkhianat terhadap bangsa,” tandas Kiai Sya’roni.
Mbah Sya’roni juga menyinggung bahwa NU masih tetap menjadi rujukan dalam mencari solusi atas permasalahan hukum agama yang timbul di masyarakat. “Sampai saat ini masyarakat masih condong kepada NU sebagai pilihannya,” ujarnya singkat.
Di depan ratusan pengurus NU yang hadir, Kiai Sya’roni menjelaskan peringatan harlah NU seyogyanya dilaksakan berdasarkan tahun Hijriyah yakni setiap tanggal 16 Rajab . “Kita harus tahu , NU lahir hari Ahad Legi tanggal 16 rajab 1344 H atau bertepatan 31 Januari 1926. Dan kita peringati sekarang ini sudah tepat,” tandasnya.
Redaktur : A. Khoirul Anam
Kontributor: Qomarul Adib
Terpopuler
1
Penjelasan Nuzulul Qur’an Diperingati 17 Ramadhan, Tepat pada Lailatul Qadar?
2
Hukum Jamaah dengan Imam yang Tidak Fashih Bacaan Fatihahnya
3
Khutbah Jumat: Ramadhan Momentum Lestarikan Lingkungan
4
Kisah Unik Dakwah Gus Mus di Pusat Bramacorah hingga Kawasan Lokalisasi
5
194.744 Calon Jamaah Reguler Lunasi Biaya Haji, Masih Ada Sisa Kuota Haji 2024
6
Gempa Bawean, Masyarakat Butuh Tenda, Makanan hingga Dapur Umum
Terkini
Lihat Semua