Nasional HAUL KIAI SHOLEH DARAT

NU Semarang Terlibat Langsung dalam Berbagai Acara

Jum, 31 Agustus 2012 | 03:21 WIB

Semarang, NU Online
Rangkaian acara Haul ke-112 Kiai Sholeh Darat selama tiga hari kemarin benar-benar istimewa. Selain karena baru pertama ada bedah kitab dan  pengajian maulid setelah puluhan tahun masjid peninggalan sang wali sepi, juga warna yang mendominasi adalah “NU Banget”. <>

Apa sebab? Sejak awal pembentukan panitia, dzurriyyah (keturunan) Mbah Sholeh Darat, takmir masjid dan warga kampung Darat Semarang dan sekitarnya, meminta dukungan penuh NU secara kelembagaan.

PCNU Kota Semarang pun mengerahkan seluruh kekuatan untuk nyengkuyung haul istimewa ini. Ketua PCNU Kota Semarang H Anasom mengajak seluruh komponen NU, baik lembaga, lajnah maupun badan otonom, plus mobilisasi kiai dan santri untuk terlibat dalam kepanitiaan. 

Tak tanggung-tanggung, para kiai ahli thoriqoh pun hadir dalam rapat panitia yang digelar sejak awal puasa lalu. Berhari-hari personil panitia dari unsur NU nunggui masjid peninggalan Mbah Sholeh Darat yang sekarang sudah bangunan tembok (asalnya langgar kayu). Sehingga dengan sendirinya, tarawih, tadarus dan sholat Jum’at pun berwarna NU banget. 

Jika sebelumnya ritual-ritual tersebut model lain, kali ini benar-benar bernuansa ahlussunnah wal jamaah. Isi khutbah maupun ceramahnya pun jadi berubah; serba santun, menentramkan dan mengajak perdamaian. Juga penuh penghotmatan kepada Kanjeng Nabi Muhammad, dengan mengucapkan kata “sayyidina”, ada puji-pujian doa sebelum sholat jamaah, gema sholawat terus membahana, dan seterusnya.

Ngopeni Peninggalan Leluhur dan Guru

Puncak acara, dalam kegiatan tiga hari berturut-turut, saat bedah kitab Lathoifut Thoharoh wa Asrorus Sholat, Ahad (26/8) lalu, narasumber utama, Dr H Muh. In’amuzzahidin sengaja memakai sarung dan peci hitam. Kata dia, agar bernar-benar muslim yang menyimbolkan  santri Mbah Sholeh Darat.

Menurut dosen Fakultas Ushuluddin ini, menyelenggarakan acara untuk memperingati wafat  (haul) Mbah Sholeh Darat sesungguhnya adalah upaya ngopeni peninggalan leluhur dan guru. Sebab jika tidak ada kegiatan apapun untuk mengenang beliau, generasi berikutnya tidak akan kenal dan tidak akan tahu apa saja jasa sang kiai yang pernah jadi guru RA Kartini, KH Hasyim Asy’ari, KH Ahmad Dahlan, dan para ulama lain sejak abad ke-19 ini. 

Para peserta bedah kitab pun kebanyakan adalah aktivis GP Ansor, PMII, IPNU/IPPNU dan para pinsepuh yang tak lain kiai-kiai sekitar Semarang. Selain peserta biasa dari dalam maupun luar kota. 


Redaktur    : Mukafi Niam
Kontributor: M Ichwan