PBNU Pertanyakan Praktik Distribusi Lahan oleh Pemerintah
Ahad, 5 November 2017 | 02:01 WIB
Wakil Ketua Umum PBNU H Mochammad Maksum Machfoedz mempertanyakan pelaksanaan pemerintah terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia pasal 33 ayat 3 yang berbunyi bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
"Ini kan (kemakmuran) rakyat yang mana?" kata Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) H Mochammad Maksum Machfoedz seusai mengisi seminar pra-Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama (Munas-Konbes NU) 2017 yang bertema Reforma Agraria untuk Pemerataan Kesejahteraan Warga di Tango Hostel, Bandar Lampung, Sabtu (4/11) malam.
Menurut H Maksum, selama ini pemerintah telah salah dalam melakukan distribusi agraria. Harusnya, kata Maksum, pemerintah melakukan pembatasan redistribusi tanah.
Sebagai contoh dari kesalahan distribusi, katanya, banyak orang yang kesulitan mencari kontrakan rumah atau kos-kosan. Sementara di sisi lain, ada orang yang mempunyai jutaan hektar tanah.
"Negara yang membagi tidak adil," jelasnya.
Seusai menyadari pentingnya dilakukan reforma agraria, pemerintah tidak sertamerta mampu memberikan solusi karena dalam pelaksanaan. Reforma agraria hanya dilakukan untuk tanah yang sudah terbengkalai atau tidak terurus oleh pemiliknya.
Untuk mengurangi ketimpangan persoalan agraria ini, menurutnya, pemerintah harus melakukan kebijakan khusus, yakni dengan pendekatan kebijakan makroekonomi strukturalis. Kebijakan yang mengingat strukturnya bukan kebijakan yang umum atau menyamaratakan, melainkan kebijakan yang khusus dan mengerucut. Kebijakan yang mengerucut ini, katanya, harus menjadi pertimbangan setiap pemimpin dalam membuat kebaikan umum.
Kalau pemerintah membuat kebijakan secara umum, maka masyarakat akan selamanya miskin karena tidak punya tanah. "Jadi bukan kebijakan yang aam (umum) sifatnya. Itu malah tidak adil," katanya.
Namun begitu, ia melihat, pemerintahan era Presiden Jokowi mulai melakukan pendekatan kebijakan strukturalis makroekonomi. Sebagai contoh, pemerintahan Jokowi mulai melakukan pembangunan dan membuat akses di Daerah Papua. (Husni Sahal/Alhafiz K)
Terpopuler
1
Membatalkan Puasa Syawal karena Disuguhi Hidangan saat Bertamu, Bagaimana Hukumnya?
2
Sungkeman saat Lebaran Idul Fitri, Bagaimana Hukumnya?
3
Festival Ketupat Lebaran Idul Fitri, Warga Kediri dan Pengguna Jalan Dapat Nikmati Makan Gratis
4
Hukum Mengulang Akad Nikah karena Grogi
5
Khutbah Jumat: Meraih Pahala Berlimpah dengan Puasa SyawalÂ
6
Tellasan Topak, Tradisi Perayaan Lebaran Ketupat di Madura pada 8 Syawal
Terkini
Lihat Semua