Nasional

Perayaan Hari Kemerdekaan Eratkan Santri dan Masyarakat

Sel, 21 Agustus 2018 | 21:00 WIB

Jakarta, NU Online
Perayaan kemerdekaan ketujuh puluh tiga Republik Indonesia di Pondok Buntet Pesantren, Cirebon masih terus berlangsung hingga Selasa (21/8) sore. Madrasah Aliyah Nahdlatul Ulama (MANU) Putra, misalnya, menggelar pertandingan bulu tangkis antarguru di Gelanggang Olah Raga (GOR) Mbah Muqoyyim. Kegiatan serupa dilangsungkan oleh sekolah-sekolah lainnya di lingkungan Buntet Pesantren yang melibatkan seluruh sivitas akademikanya.

Selain itu, perlombaan juga digelar oleh kelompok masyarakat Buntet Pesantren dari berbagai blok. Mereka menggelar acara masing-masing dengan varian lomba yang berbeda. Blok Tuan Kandang (Tkad), misalnya, yang menggelar pertandingan sepak bola antarpondok sejak akhir Juli lalu. Pondok Al-Hikmah 2 menjadi tim terbaik pada pertandingan tersebut. Para santri yang diasuh oleh KH Salman Al-Farisi itu membawa pulang seekor kambing usai laga final itu digelar. Hadiah tidak hanya bagi para pemain saja, suporter terbaik juga berhak mendapat penghargaan. Hal ini diraih oleh Pondok Asy-Syakiroh.

Di samping itu, Gabungan Remaja Sawo Doyong (Garesado) juga menggelar perlombaan untuk masyarakat dan para santri. Berbeda dengan Tkad yang menggelar lomba olah raga, lomba yang digelar oleh Garesado lebih menekankan pada seni Islam, yakni hadroh. Kegiatan perlombaan ini diikuti oleh 21 peserta meliputi pondok dan sekolah di wilayah Buntet Pesantren. Selain itu, mereka juga menggelar lomba menggambar, mewarnai, sepeda hias, busana muslim dan muslimah. Hal ini, menurut , guna meningkatkan imajinasi dan kreativitas peserta.

Masyarakat juga turut urunan untuk menyukseskan kegiatan tahunan itu. Selain menyumbang dana, mereka juga membuat kue dan jajanan untuk disajikan kepada kiai dan peserta yang meliputi santri dan masyarakat sekitar. Puncak kegiatan perlombaan di Garesado ditutup dengan ceramah kemerdekaan oleh Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Buntet Pesantren KH Fahad A Sadat.

"Jangan sampai hilang kecintaan kita kepada Indonesia dan tetap dibarengi dengan keislaman," harap Ketua Panitia. 

Lomba serupa juga digelar oleh masyarakat Albas, Buntet Pesantren bagian sebelah barat sungai. Warga dan santri yang berada di sana turut ambil bagian dalam berbagai lomba yang mereka adakan, seperti balap karung, tarik tambang, makan pisang, makan kerupuk, estafet air, sepeda hias, mewarnai, hingga busana muslim. Tentu kegiatan ini tak kalah meriah dengan kegiatan di blok-blok lainnya.

Warga Buntet Pesantren yang letak rumahnya depan komplek pemakaman (Demak) juga menggelar lomba seperti tahun-tahun sebelumnya, yakni lomba pentung plastik, balap kelereng, dan goyang balon. Selain mengikutsertakan anak-anak kecil, emak-emak juga turut meramaikan kegiatan tahunan ini. Mereka terlihat sangat antusias mengikutinya.

Meskipun hadiahnya tak seberapa, tetapi kebersamaan yang terbangun menjadi hadiah yang tak terhingga. Semua kegiatan perayaan kemerdekaan di atas merupakan wujud silaturahim antara masyarakat dan santri Buntet Pesantren. Mereka berbaur, menyatu. Tidak ada sekat yang membedakan mana santri dan mana masyarakat. Keduanya tinggal, belajar, dan tumbuh di tempat yang sama, maka mereka juga sama, yakni Buntet Pesantren.

Kebersamaan terjalin begitu erat sejak dahulu. Masyarakat turut mengaji bersama para santri. Bahkan, beberapa masyarakat yang bukan keluarga kiai juga ada yang dipondokkan oleh kiai. Kiai Abdurrouf dan Kiai Amari, misalnya, yang dititipkan oleh Kiai Abbas Abdul Jamil kepada Tubagus Ma'mun Banten, bersama dua keluarga kiai lainnya, yakni Kiai Jawahir dan Kiai Hasyim. Setelah kembali ke Buntet, mereka mengajar para santri. Sampai hari ini, tak sedikit masyarakat sekitar yang mengajar di pondok ataupun di sekolah. (Syakir NF/Kendi Setiawan)