Nasional

Terkesan Islam Nusantara, Ulama Afrika dan Asia Ziarahi Wali Songo

Ahad, 22 Juli 2018 | 03:45 WIB

Surabaya, NU Online
Semakin moncernya Islam Nusantara, membuat kaum muslim luar negeri tertarik mengunjungi Indonesia. Mereka ingin belajar sejarah tentang bagaimana Islam masuk Nusantara dan meninggalkan nilai-nilai rahmah yang bertahan sampai kini. Bahkan sekarang menjadi inspirasi bagi dunia.

Laporan selama kegiatan berlangsung disampaikan kontributor NU Online, Mohammad Ichwan yang juga sebagai pemandu kegiatan tersebut. Berikut catatannya. 

Sebanyak 76 intelektual muslim pengikut Thariqah Qadiriyyah dari berbagai negara di Asia maupun Afrika mengadakan Wali Songo di Jawa. Kegiatan dipimpin sang mursyid, Syekh Sayyid Muhamad al-Jilani asal Gambia. Program lawatan ini berlangsung enam hari Walisongo di Jawa.

Dimulai Sabtu (21/7) pagi, rombongan jamaah bernama Embara (bermakna pergi ke mana-mana) mengunjungi makam Syekh Jumadil Kubra di kompleks petilasan Kerajaan Majapahit, Troloyo, Mojokerto, Jawa Timur. Sayyid Muhamad al-Jilani dan jamaahnya bertanya jawab tentang sahibul maqam.

Dibantu penerjemah Doktor Nani dari Singapura, Ichwan menerangkan sekelumit tentang Syekh Jumadil Kubra dari berbagai buku serta kitab referensi.

"Syekh Jumadil Kubra atau Maulana Jamaludin Husain al-Akbar terkenal dengan pendekatannya kepada rakyat kecil. Beliau mandakwahkan Islam dengan bahasa lokal (Jawa) penuh kasih sayang. Rakyat merasa senang diperlakukan sama sebagai umat, tidak  ada lagi kasta," kata Ichwan.

Sayyid Muhammad al-Jilani mengaku terkesan dengan eloknya makam masih terjaga lingkungan aslinya berornamen simbol-simbol Majapahit. Dia senang mengetahui bahwa Syekh Jumadil Kubra adalah dai yang berhasil mengislamkan wilayah Asia Tenggara lalu menetap dan wafat di Jawa.

"Subhanallah. Sungguh elok kisah dakwah aulia dan peninggalannya. Saya senang bisa melawat di makam wali. Mari tabarrukan. Mari kita menebar kasih sayang," tuturnya dalam Bahasa Arab maupun Inggris.

Lawatan selanjutnya ke makam Putri Campa, istri Prabu Brawijaya V, ibunda Raden Patah, tak jauh dari komplek makam Raja Hayam Wuruk.

Dipandu juru kunci Apandi (59), rombongan bertanya jawab tentang Princess of Champa bermama Jawa Darawati tersebut.

Rombongan dari Malaysia dan Singapira antusias berdiskusi tentang sejarah kerajaan Campa-Melayu dan hubungannya dengan Muslim Cina di Nusantara.

Puas berziarah hingga sore, diadakan diskusi ramah tamah di salah satu hotel kawasan Gubeng Surabaya malam harinya. Kali ini anggota jamaah menjadi dominan perempuan. Karena telah bergabung yang baru datang dari Sudan, Abu Dhabi, Suriah, Libanon, Pakistan, Sri Langka dan lainnya. (Red: Ibnu Nawawi)