Nasional

Zonasi untuk Pemerataan Kualitas Pendidikan

NU Online  ·  Rabu, 19 Juni 2019 | 04:45 WIB

Zonasi untuk Pemerataan Kualitas Pendidikan

Anggota Ombudsman Ahmad Suaedy.

Jakarta, NU Online
Sejak tahun 2017, pemerintah mulai menerapkan sistem zonasi dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB). Namun, sistem ini menuai berbagai macam penolakan seperti tidak bisa mendapat sekolah terbaik. Tak ayal, ada dorongan dari masyarakat agar sistem tersebut dihapuskan.

Ombudsman Republik Indonesia sebagai lembaga negara yang mengawasi pelayanan publik banyak menerima pengaduan seperti itu. "Sebagian benar, tetapi tidak berarti harus mengubah sistem zonasi. Yang harus diubah adalah fasilitasnya," ujar Ahmad Suaedy, anggota Ombudsman, kepada NU Online pada Selasa (18/6).

Karenanya, Ombudsman mendorong pemerintah untuk melakukan pemerataan fasilitas dan mutu sekolah, baik pelayanan maupun guru-gurunya. Sebab, selama ini pendidikan hanya terpusat pada suatu wilayah tertentu saja sehingga daerah lainnya tertinggal.

"Zonasi diterapkan dengan maksud pemerataan. Sembilan puluh persen harus menerima calon murid dari sekitar, lima persen untuk prestasi nilai atau lain sebagainya, dan lima persen untuk pindahan," katanya.

Melalui sistem zonasi, semua masyarakat diharapkan tidak lagi kesulitan mengakses sekolah karena lebih dekat dengan daerah tempat tinggal mereka.

Di samping itu, masyarakat juga terbawa dengan arus favoritisme terhadap sekolah tertentu yang dianggap kualitas, fasilitas, dan pelayanannya baik. Hal tersebut, katanya, sudah dibangun sejak lama sehingga sekolah di sekitarnya dianggap tidak mutu dan mereka tidak percaya diri masuk sekolah tersebut.

Sistem zonasi, menurutnya, memangkas anggapan demikian. "Tidak ada lagi sistem yang lalu, tidak ada lagi favoritisasi sekolah," kata pria yang juga dekan Fakultas Islam Nusantara Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Jakarta itu.

Lebih lanjut, Suaedy melihat perlunya pembauran antara siswa-siswi yang pintar dengan siswa-siswi yang kurang agar bisa saling belajar. Terlebih, lanjutnya, selama ini siswa yang sekolah di tempat favorit juga didukung dengan mengikuti kursus dan bimbingan belajar. "Itu menjadikan sekolah tertinggal terus tertinggal sehingga terjadi kesenjangan," pungkasnya.

Pemerintah melalui Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018 mewajibkan pemerintah daerah mengatur zonasi PPDB untuk pendidikan dasar dan menengah di seluruh Indonesia. (Syakir NF/Kendi Setiawan)