Opini

Keluarga sebagai Sekolah Petama Pendidikan Antikorupsi

Sab, 17 Juni 2017 | 10:30 WIB

Keluarga sebagai Sekolah Petama Pendidikan Antikorupsi

Ilustrasi (kapuastimes.com)

Oleh Ahmad Muzakki

Dalam Islam ada satu kaidah menarik berkaitan dengan tindakan pencegahan yaitu:

أَلدَّفْعُ أَقْوَى مِنَ الرَّفْعِ

“Mencegah lebih efektif dari menghilangkan.”

Kaidah ini sangat cocok untuk diterapkan dalam pemberantasan korupsi, karena pencegahan lebih mudah daripada penindakan dan penghukuman. Seberat apa pun sanksi pidana bagi koruptor tanpa adanya pencegahan yang kuat, maka peluang terjadinya korupsi masih terbuka lebar.

Pencegahan korupsi harus dimulai sejak dini. Dalam hal ini keluarga memiliki beban yang sangat vital dalam memberikan pendidikan kejujuran dan antikorupsi terhadap anak-anaknya. Keberhasilan sebuah negara tidak terlepas dari keberhasilan keluarga di dalam mendidik anak-anaknya yang kelak diharapkan menjadi generasi masa depan yang lebih baik.

Anak umur 1-6 tahun harus dididik dengan lembut. Pendidikan kejujuran harus diajarkan secara intensif dan berkesinambungan. Orang tua harus selalu memantau karakter anak agar menjadi orang yang jujur terhadap Tuhannya, dirinya sendiri, dan orang lain. Anak juga harus diberi pendidikan tentang larangan mengambil hak orang lain dan ditakut-takuti dengan ancaman siksa di dunia maupun akhirat. Contohnya, orang tua menyampaikan kepada anaknya bahwa orang yang memakan, menggunakan dan memanfaatkan harta orang lain tanpa hak, sama halnya dengan memakan api, sholatnya tidak akan diterima dan akan mendapatkan siksa yang pedih di akhirat. Pendidikan semacam ini lebih mudah diterima dan dicerna oleh anak usia dini.

Begitu juga dengan para guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), mereka harus intens mengajarkan kejujuran dan sikap wara` dalam kehidupan. Guru harus membimbing anak didiknya dalam mempraktekkan kejujuran agar menjadi karakter dan kepribadian dalam jiwanya.

Ketika anak telah beranjak dewasa, kira-kira umur 7-14 tahun, maka orang tua dan guru harus lebih tegas dalam mengajarkan kejujuran dan sikap antikorupsi. Tidak ada salahnya orang tua memarahi atau memukul anaknya yang tidak memiliki kejujuran. Hal itu perlu dilakukan untuk menjaga masa depan anak dan untuk menyelamatkan negara dari tindakan-tindakan korupsi yang sebenarnya bersumber dari ketidakjujuran dan tidak adanya rasa takut kepada Allah dan sisksaNya kelak di akhirat.

Perlu diingat bahwa keluarga adalah sekolah pertama bagi anak. Perkembangan anak sangat bergantung kepada pendidikan yang diberikan oleh orang tua. Bahkan agama yang dianut oleh orang tua juga dapat mempengaruhi agama yang akan dianut oleh anak. Rasulullah bersabda,

مَا مِنْ مَوْلُودٍ إلَّا يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ

“Tidak ada anak yang dilahirkan kecuali  dilahirkan dalam keadaan  fitrah (suci), lalu orang tuanya membuat mereka menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi.”

Saking pentingnya pendidikan orang tua terhadap anaknya, Rasulullah memerintahkan orang tua agar menyuruh anak-anaknya untuk melakukan ibadah sejak umur tujuh tahun dan ketika telah berumur sepuluh tahun, maka orang tua diperbolehkan memberikan sanksi kepada anak yang tidak mau melakukan ibadah. Tujuannya adalah membiasakan anak melakukan ibadah, agar kelak dia istiqomah dan senang untuk melakukannya.

Oleh karena itulah, dalam pencegahan korupsi, orang tua dan guru harus keras mendidik anak-anak untuk menghindari tindakan korupsi dengan cara mengajari anak agar terbiasa jujur, wara` dan takut kepada Allah. Hal-hal kecil yang berhubungan dengan kejujuran harus dijaga ketat oleh  orang tua dan guru. Contohnya, membiasakan anak untuk mengembalikan barang temuan kepada pemiliknya, mengembalikan uang kembalian yang lebih kepada pedagang, menjaga anak agar tidak sembarangan menggunakan barang milik temannya ketika bermain.

Kebiasaan dapat membawa kepada kenyamanan. Ketika anak telah biasa menjaga diri dari menggunakan, memakan, atau menguasai hak orang lain, maka dia akan merasa tidak nyaman dan merasa dosa besar ketika harus melakukan tindakan-tindakan yang dapat merugikan orang lain seperti mencuri, korupsi dan semisalnya.

Pendidikan antikorupsi harus selalu dilakukan kepada siapapun dan dalam kondisi apapun. Orang tua harus selalu memantau anaknya sampai usia remaja sekalipun. Institusi pendidikan, baik PAUD, TK, SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi harus menerapkan karakter kejujuran dan menjadikan pendidikan antikorupsi sebagai mata pelajaran wajib.


Penulis adalah Santri Ma’had Aly Salafiyah Syafi`iyyah Sukorejo Situbondo