Opini

Santri Milenial Pelopor Kemajuan Peradaban

Kam, 19 April 2018 | 11:30 WIB

Santri Milenial Pelopor Kemajuan Peradaban

Ilustrasi santri. (ist)

Oleh Fudzi Hanafi

Sejarah telah mencatat peran santri dalam mengabdikan diri bagi umat dan bangsa sejak periode penjajahan hingga periode kemerdekaan hari ini. Santri telah mampu mewarnai berbagai dinamika kemajuan bangsa dengan mahakarya dan berbagai kontribusi aktif di dalamnya.

Namun seiring dengan perkembangan zaman, dinamika kehidupan berbangsa kian mengalami perubahan, salah satunya disebabkan cepatnya arus informasi melalui berbagai macam media yang berbasis kemutakhiran teknologi.

Begitupun dengan fenomena santri hari ini yang juga tidak terlepas dari pengaruh media dan informasi yang turut memengaruhi pola pikir dan tingkah laku santri. Perilaku-perilaku seperti cara berpakaian, musik favorit, kisah asmara, sampai kepada way of life santri mengalami berbagai macam perubahan.

Perubahan ini tentu dapat bernilai negatif maupun positif tergantung bagaimana santri dapat memfilter dampak yang dapat terjadi serta keteguhannya untuk tidak meninggalkan identitasnya sebagai santri.

Santri hari ini, atau istilah kerennya adalah santri zaman now, adalah bagian dari generasi millenial yang tentunya tidak terlepas dari karakteristik generasi millenial itu sendiri. Menurut Hassanuddin Ali, dalam bukunya yang berjudul Milenial Nusantara, yang dimaksud generasi millenial adalah generasi yang lahir pada tahun 1981-2000, di mana millenial adalah istilah cohort.

Dalam demografi, terdapat empat cohort besar yaitu Baby bommer, Gen-X, Gen-Y (generasi millenial), dan Gen-Z. Lebih lanjut lagi, Hassanuddin menerangkan bahwa setidaknya ada tiga karakteristik dasar generasi millenial, yaitu confidence (percaya diri), creative (kaya akan ide dan gagasan), dan connected (pandai bersosialisasi dalam berbagai komunitas). Karakteristik ini juga yang tentu dimiliki juga oleh santri zaman now sebagai bagian dari generasi millenial.

Di permulaan tahun ini, nampaknya ada beberapa hal yang menarik untuk diperbincangkan juga kemudian perlu dipersiapkan. Pertama, pada tahun 2018 kita akan menyongsong 20 tahun pasca reformasi Indonesia. Kedua, pada dua tahun berikutnya yaitu tepatnya tahun 2020, kita akan memulai fase dimana Indonesia akan mengalami bonus demografi.

Kemudian yang ketiga, pada tahun 2030 diprediksi akan menjadi awal masa keemasan Indonesia. Lalu timbul pertanyaan, di manakah posisi santri saat itu? Akankah santri menjadi pelopor kemajuan di Indonesia ataukah hanya menjadi pengekor saja? Akankah santri menjadi pelaku sejarah atau hanya menjadi penikmat sejarah?

Harapan besarnya adalah santri dapat menjadi pelopor peradaban kemajuan Indonesia. Selanjutnya, apa yang harus dilakukan santri dalam mempersiapkan dirinya agar bisa menjadi pelaku sejarah serta pelopor kemajuan peradaban di Indonesia?

Menurut penulis, setidaknya ada tiga hal yang harus santri lakukan dalam mempersiapkan dirinya agar bisa menjadi pelaku sejarah serta pelopor kemajuan peradaban di Indonesia berdasarkan realitas yang ada. Pertama, persiapan yang harus dilakukan santri yaitu santri harus memiliki kecerdasan intelektual yang tinggi dan daya nalar kritis dalam menyikapi setiap persoalan yang ada.

Keilmuan santri harus mampu menyesuaikan dengan keadaan zaman, sehingga tidak lagi dikotomi antara keilmuan dunia dan keilmuan akhirat. Santri harus bisa menguasai keilmuan-keilmuan yang mampu mengantarkan kemenangan di dunia dan akhirat. Imam al-Ghazali, dalam kitab Ihya’ Ulumiddin, mengutip sebuah hadits bahwa: “Sesungguhnya kalian berada pada zaman di mana fuqaha’ (ahli ilmu) banyak sedangkan sedikit qurra’ (ahli baca al-Qur’an) dan khutoba’ (ahli pidato), maka amal pada zaman ini lebih baik daripada ilmu."

Dan akan datang kepada manusia zaman di mana sedikit fuqaha’ sedangkan banyak qurra’, dan khutoba’, maka ilmu pada zaman ini lebih baik daripada amal”. Boleh jadi di era sekarang ini, memang menjadi suatu keniscayaan bahwa ilmu pengetahuan memiliki peran yang sangat penting, dan tentunya harus diimbangi juga dengan amal perbuatan.

Kedua, persiapan yang harus santri santri lakukan yaitu memiliki skill entrepreneur yang mumpuni dan terampil dalam melihat peluang bisnis. Potensi pasar Indonesia yang sangat besar diiringi laju pertumbuhan ekonomi yang pesat serta menjamurnya start-up bisnis dari kalangan pemuda harusnya direspon juga dengan sigap oleh kalangan santri. Santri zaman now tidak cukup hanya berbekal ilmu pengetahuan, akan tetapi harus sukses juga dalam entrepreneur.

Rasulullah SAW telah memberikan contoh langsung untuk kita teladani di mana beliau merupakan sosok pebisnis yang sukses. Kesungguhannya dalam berdagang mengantarkan Rasulullah mencapai kondisi yang mandiri secara finansial di usia muda. Contoh keteladanan inilah yang harus dicontoh oleh santri hari ini, bahwa mandiri secara finansial harus dirintis dan diperjuangkan dari sejak muda.

Maka sudah sepatutnya, santri tidak hanya belajar membaca kitab kemudian menghukuminya saja, lebih dari itu santri harus bisa mengaktualisasikannya. Harapan besar lainnya juga santri bisa menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Kemudian yang ketiga, persiapan yang harus dilakukan santri yaitu bahwa santri harus bisa berdiri di atas keteguhan dan keistiqomahan memegang prinsip karakteristik santri. Maraknya kenakalan remaja, kasus kriminal, dan merosotnya moral para pelajar di Indonesia yang diakibatkan kurangnya pendidikan berbasis karakter seharusnya tidak dialami oleh santri. 

Karena sejatinya, pesantren sebagai tempat pembelajaran bagi santri telah menerapkan pendidikan berbasis penguatan karakter, di mana tujuannya dapat melahirkan santri dengan etika luhur (strong ethic), berakhlak mulia (possesing a positive attitude), dan berintegritas (intergrity).

Selanjutnya tinggal bagaimana santri setelah lulus dapat bisa mengistiqomahkan karakter kesantriannya di tengan godaan dan perang budaya kebarat-baratan dan ketimur-timuran di kalangan pemuda Indonesia.

Menurut penulis, kebangkitan pemuda adalah suatu keniscayaan yang akan membangun Indonesia di masa mendatang, yaitu dengan adanya fenomena bonus demografi yang kemudian berimplikasi setidaknya ke dalam tiga sektor yaitu organisasi, politik, dan ekonomi.

Ketiga sektor ini menjadi wacana youth civil society, youth government, dan youth entrepreneurship akan lahir dari kalangan pemuda generasi milenial yang termasuk di dalamnya adalah kaum santri. Bahkan tidak menutup kemungkinan bahwa santri akan menjadi pelopor kemajuan pemuda di bidangnya masing-masing, mengingat potensi besar yang dimiliki oleh santri.

Sehingga santri millenial dengan kecerdasan intelektual yang tinggi, skill entrepreneur yang mumpuni, berintegritas, serta berakhlak mulia, bukan tidak mungkin akan menjadi pelopor kemajuan peradaban di Indonesia. 

Penulis adalah Santri Pondok Pesantren Ulul Albab Balirejo Yogyakarta, Mahasiswa Manajemen Keuangan Syariah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.