Opini

Tantangan IPNU di Era Digital: Antara Generasi Millennial dan Generasi Z

Sen, 3 Juli 2017 | 02:09 WIB

Oleh Uub Ayub Al-Ansori
Telinga kita mungkin akrab dengan istilah generasi millennial, tapi masih cukup asing dengan istilah generasi Z. Menurut Renald Kasali, generasi milenial adalah mereka atau kelompok manusia yang lahir pada tahun 1981-an hingga tahun 1994. Ada yang bilang antara 1981 dan 2000-an. Mereka disebut millennial karena merupakan satu-satunya generasi yang pernah melewati milenium kedua, sejak Teori Generasi ini diembuskan pertama kali oleh Karl Mannheim pada 1923.

Sedangkan generasi Z adalah kelompok manusia yang lahir pada tahun 1995-an hingga tahun 2010. Disebut juga i-generation, generasi net atau generasi internet. Mereka sejak kecil sudah mengenal dan akrab dengan teknologi canggih. Semua yang ada pada generasi millennial mereka punya, bahkan mereka sudah mampu mengaplikasikan semua kegiatan dalam satu waktu, dan apapun yang dilakukan kebanyakan berhubungan dengan dunia maya.

Generasi ini sangat dipengaruhi oleh munculnya smartphone, internet, dan jejaring media sosial, sehingga memiliki pola pikir, nilai-nilai, dan perilaku yang serba instan dan serba cepat.

IPNU di Antara Generasi Millennial dan Generasi Z
Hubungannya dengan IPNU, seperti tertuang dalam PRT bahwa usia anggota dan kader IPNU antara 12 sampai dengan 27 tahun. Maka, generasi millennial di IPNU sudah memasuki usia 24-27 tahun. Sedangkan generasi Z sudah memasuki usia 12-23 tahun. Jika mengikuti Teori Generasi, maka saat ini IPNU memasuki dunianya generasi millennial akhir dan generasi Z awal. Artinya, anggota dan kader IPNU mayoritas berasal dari generasi Z.

Bentuk nyatanya, semua pelajar, santri, atau mahasiswa saat ini, termasuk dalam kategori generasi Z. Mereka dilahirkan sudah dalam teknologi maju. Ke sekolah atau kampus sudah menenteng laptop, dan baca kitab kuning juga baca Yasin–saat tahlilan–lewat aplikasi android. Semuanya dilakukan lewat gadget baik HP maupun tablet.

Dalam pergaulan, generasi ini sudah dipenuhi dengan era digital yang unik, aneh, dan penuh tantangan. Berbagai peralatan super canggih, khususnya handphone yang semakin smart, komputer, internet, iPad, tablet, dan lain-lain sudah mereka nikmati.

Dunia organisasi khususnya IPNU (mungkin juga IPPNU) juga tidak lupu dari hal ini. Anggota dan kader IPNU lebih senang rapat atau musyawarah via online, bisa lewat grup WA atau facebook. Lebih senang ketawa-ketiwi di medsos hingga HP penuh dengan kata "Hahaha", "Hihihi", atau "wkwkwk".

Tantangan di Era Digital
Saat ini, di era digital, yang menjadi tantangan generasi millennial dan generasi Z–di mana usia mereka merupakan usia kader IPNU–berarti juga tantangan bagi IPNU dalam mengembangkan organisasi, adalah mereka yang hidup pada saat banyaknya orang awam belajar agama lewat medsos lalu salah memilih situs dakwah; pelajar awam masalah agama lalu terjebak dalam daurah/liqo rohis yang berbau radikal dan mahasiswa yang awam masalah agama lalu terjebak dalam daurah/liqo kaum khilafis dan radikalis karena terpengaruh informasi dan ajakan via internet dan medsos; dan fenomena "ustadz" "ustadzah" yang pegang gadget lalu belajar via situs abal-abal dan masuk ke grup-grup dakwah radikal.

Semua fenomena di atas sangat berpengaruh pada generasi milenial dan generasi Z. Karena mereka sudah mengenal teknologi dan akrab dengan gadget canggih sehingga arus informasi begitu cepat. Hal ini secara tidak langsung tentu akan berpengaruh pada pola pikir, kepribadian, dan gaya hidup mereka.

Era digital di mana kemajuan teknologi yang demikian pesat akan berdampak juga pada proses pencarian jatidiri dan pilihan mengikuti organisasi. Mereka akan mencari organisasi yang dapat menuntun dan menemukan jatidirinya; organisasi yang menarik minat dan bakatnya; dan organisasi yang melek teknologi.

Kalaupun mereka memilih dan masuk IPNU, dalam mengikuti kaderisasi formal Makesta dan Lakmud, mereka cenderung kurang memperhatikan. Metode ceramah sudah terlalu membosankan. Menjawab pertanyaan-pertanyaan pun banyak yang tidak bisa. Jangankan menjawab pertanyaan? Mengajukan pertanyaan saja sulit–karena mereka lebih sibuk dengan materi-materi dari Mbah “Google” ketimbang dari Mbah Yai.

Dalam diskusi, mereka juga cenderung pasif, lebih memilih diam, padahal banyak bahan yang mereka bisa peroleh dari internet. Hal yang bertolak belakang saat mereka chatting lewat BBM, whatsapp, atau facebook, semua yang kesehariannya pendiam pun, bisa menjadi berani saat chatting.

Anehnya, saat diajak rapat atau kegiatan pun agak sulit, alasannya sedang sibuk-tidak ada waktu. Padahal sedang sibuk online di FB dan posting foto selfie di Instagram.

Inilah tantangan yang harus dijawab IPNU khususnya pengurus dan kader IPNU. Tetapi, generasi millennial juga memiliki kecenderungan kreatif dan inovatif. Lebih kritis dan terbuka (open minded).

Kelebihan-kelebihan mereka inilah yang harus ditangkap sebagai peluang kaderisasi IPNU. Bagaimana pola kaderisasi dan kegiatan-kegiatan IPNU lebih kreatif, menarik, dan asyik bagi mereka yang cenderung gandrung akan teknologi serba instan, bagaimana mengarahkan mereka ke arah positif dengan memanfaatkan teknologi internet melalui FB, Twitter, Instagram, Website, Youtube, dan lain-lain. Yang lebih penting, bagaimana mengkader Generasi Z tanpa harus kehilangan nilai-nilai Aswaja, ke-Indonesiaan, ke-NUan, dan ke-IPNUan di tengah zaman yang serba digital. Wallahu a‘lam bis shawab.


*) Mantan Ketua IPNU Kabupaten Cirebon.