Pustaka

Membuka Topeng Harun Yahya

Sab, 4 April 2020 | 18:39 WIB

Tidak ada alasan untuk tidak kritis terhadap segala hal. baik itu suatu karya, seorang tokoh bahkan sampai budaya-pun harus kita kritisi. Termasuk juga tulisan yang sedang kalian baca ini, juga perlu untuk dikritisi. Karena tidak semua yang tampak dipermukaan ataupun menjadi sesuatu yang umum merupakan jelmaan dari kebenaran yang merajalela. Adolf Hitler pernah mengatakan bahwa kebohongan yang disampaikan seribu kali, pada akhirnya akan tampak seperti suatu kebenaran.
 
Bernando J. Sujibto hendak memberikan penerangan terhadap pandangan kita selama ini tentang Harun Yahya yang populer dengan karya-karya spektakulernya. Mungkin sebagian dari kita mengenal Harun Yahya sebatas seorang tokoh yang ahli dalam berbagai disiplin ilmu, khususnya Agama dan Sains. Tanpa kita sadari bahwa Harun Yahya merupakan nama dari lembaga/organisasi bisnis atau korporasi (enterprise).
 
Harun Yahya bergerak dibawah kepemimpinan Adnan Oktar, sedangkan tujuan penamaan Harun Yahya dalam organisasi tersebut ialah sebagai nama pena dari Adnan Oktar untuk membentuk branding dirinya dimata dunia. Hal ini bisa kita lihat dalam karya-karyanya yang mencantumkan biografi penulis, dan memaparkan nama Harun Yahya sebagai nama personal dan nama pena dari penulis. karya-karyanya bisa diakses di harunyahya.org atau harunyahya.com.
 
Karya-karya yang telah diterbitkan atas nama Harun Yahya mencakup pembahasan mengenai Agama, Sains, Akhir Zaman, Imam Mahdi, Musthafa Kemal Ataturk, Sejarah, Politik dan lain sebagainya.
 
Namun karyanya yang berkaitan dengan Sains merupakan yang paling populer di antara karyanya yang lain, sebagaimana tujuan utamanya ialah menentang Teori Evolusi yang dicetuskan oleh Darwin. Dalam hal ini Adnan Oktar mencoba membuktikan kebenaran al-Qur’an melalui wahana Sains sebagai bantahan atas teori Evolusi tersebut, dan ini menjadikannya sosok yang dikagumi oleh banyak kalangan utamanya umat Islam.
 
Di sisi lain upaya asosiasi Sains dengan al-Qur’an tidak selamanya mendapat respon yang baik dari beberapa pihak. Sebagaimana AS. Laksana dalam salah satu esainya menyebutkan bahwa “Kitab suci tidak perlu dicari-carikan legitimasinya melalui temuan sains. Sains dan agama memiliki wilayah masinng-masing, memiliki karakter yang berbeda. Pernyataan-pernyataan dalam kitab suci bersifat final, tidak akan pernah berubah selamanya.
 
Sementara sains tidak akan pernah mencapai garis final, tidak akan pernah berhenti sampai kapan pun.” kemudian pernyataan tersebut diperkuat dengan logika pertanyaan “Jika temuan-temuan sains hari ini, yang digunakan untuk mendukung kebenaran kitab suci, pada suatu hari nanti berubah, apakah berarti pernyataan dalam kitab suci harus ikut berubah juga?”.
 
Pernyataan tersebut memang terkesan menyudutkan upaya mempertemukan Sains dengan al-Qur’an. Walaupun pada taraf tertentu ada benarnya, tapi yang perlu ditanggapi dari hal tersebut ialah bahwa mencoba membuktikan kebenaran al-Qur’an dengan pendekatan Sains ialah upaya untuk membumikan al-Qur’an, agar al-Qur’an tidak terkesan wacana imajinatif yang mengawang-awang, tapi dapat dibuktikan kebenarannya melalui pendekatan Sains, dan perlu untuk dipahami bahwa upaya pendekatan tersebut bukanlah bentuk dari meng-idealisasikan kebenaran Sains dengan al-Qur’an, tapi sekedar upaya kita untuk taqarrub ilallah sebagai bukti pengabdian kita kepadaNya. yang senantiasa memerintahkan kita untuk berpikir tentang ciptaanNya (la’allakum tatafakkarun).
 
Namun sangat disayangkan, upaya yang telah dilakukan oleh Adnan Oktar sangat bertolak belakang dengan upaya membumikan al-Qur’an. Lebih tepatnya Adnan Oktar hanya menjadikan al-Qur’an sebagai alat penarik simpati dunia. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Adnan Oktar sendiri ketika di investigasi oleh Serdar Sacan (seorang kepala tim penangkapan Adnan Oktar dan jamaahnya) bahwa Adnan Oktar tidak mempunyai tujuan ataupun kepentingan untuk urusan agama (hlm. 63).
 
Kontroversi lain yang menyelimutinya ialah mengenai karya-karyanya yang sebatas Pseudoscience (sesuatu yang tampak seperti ilmiah, padahal tidak ilmiah), sehingga tidak bisa dibuktikan keautentikan ilmiahnya. Disamping itu, jika diukur riwayat pendidikan Adnan Oktar dengan karya-karya yang diterbitkan atas nama dirinya sangatlah tidak realistis.
 
Adnan Oktar tidak mempunyai latar belakang agama yang mumpuni, karena dia terlahir dari keluarga sekuler, walaupun pernah mengecap pendidikan agama waktu sekolah Lise (setingkat SMA). Dan dia juga bukan seorang ahli Sains. Latar belakang keilmuannya hanya sebatas jurusan Desain Interior ketika kuliah di Universitas Mimar Sinan dan pindah ke Universitas Istanbul jurusan Filsafat dan Sejarah, dan kedua kampus yang dijejakinya tidak dijalani secara tuntas.
 
Selain kontroversi yang telah disebutkan sebagian diatas, Adnan Oktar juga banyak terlibat dalam beberapa kasus besar, diantaranya ialah kasus yang melibatkan Oktar Babuna, yaitu kampanye donor darah untuk penderita Leukemia, namun kedok kampanye tersebut terbongkar oleh kementrian kesehatan Turki, dengan menyatakan bahwa kampanye tersebut ilegal, tidak mendapat izin dari pemerintah, dan berdasarkan penelusuran pemerintah, kampanye tersebut didalangi oleh Amerika dan Australia.
 
Namun Kepiawaian Adnan Oktar berasosiasi dengan berbagai kalangan penting membuatnya bisa melewati kasus-kasus yang dihadapinya dengan licin (Hlm.106). Walaupun demikian, dia juga pernah merasakan pahitnya hidup dipenjara yang hanya sebentar, dan terakhir kali dia ditangkap pada 11 juli 2018 M. 
 
Adnan Oktar dalam gerakannya juga menunjukkan sikap inkonsisten, pada mulanya menentang Musthafa Keman Ataturk dan pengikutnya (Kemalis), tapi kemudian pernyataanya berubah dengan mengakui dirinya sebagai pendukung Ataturk, dan berbagai perubahan-perubahan lain yang membuat dirinya dipandang aneh oleh para pengamat. Dari berbagai keanehan-keanehan tersebut, muncul sebuah laporan dari Rumah Sakit Angkatan Udara Di Eskisehir pada tahun 1993 bahwa dirinya mengidap penyakit Paranoid Skizofenia. Semacam penyakit psikologi yang menguatkan alasan perubahnya secara ekstrim.
 
Pada intinya Bernando J. Sujibto ingin mengatakan lewat buku ini, bahwa karya-karya monumental yang telah diterbitkan atas nama Harun Yahya yang merupakan nama pena dari Adnan Oktar, bukanlah karya Adnan Oktar sendiri, melainkan produk korporasi dari Harun Yahya yang dipimpinnya. Kepiawaiannya dalam menarik kaum akademis untuk menjadi pengikutnya membuat Organisasi Harun Yahya yang dipimpinnya bisa memproduksi karya-karya secara dinamis, dan al-Qur’an yang menjadi kolaborasi dalam berbagai karyanya hanyalah diperalat sebagai penarik simpati dunia. 
 
Lebih jauh lagi Bernando J. Sujibto ingin mengajak kita menjadi pembaca yang aktif, bukan pembaca pasif yang menerima secara instan sebuah karya. Karena tidak semua karya lahir dari niat yang mulia. Sehingga perlu untuk selalu dikritisi, bahkan dari tokoh yang kita kagumi sekalipun. Jangan sampai membuat pintu kritis kita tertutup, tapi tetap menempatkan diri secara proporsional untuk sebuah kebenaran. Wallahu a’lam.
 
Peresesnsi adalah Nuvilu Usman Alatas, Pustakawan PP.Annuqayah daerah Lubangsa sekaligus Mahasiswa Instika
 
Identitas buku
Judul: Harun Yahya Undercover
Penulis : Bernando J. Sujibto
Tahun Terbit: Cetakan Pertama, September 2018
ISBN: 978-602-7696-61-7
Penerbit: IRCiSoD
Tebal: 200 halaman