Nasional

Sampaikan Belasungkawa, Habib Umar bin Hafidz Jelaskan Kemuliaan Mbah Maimoen

Rab, 7 Agustus 2019 | 18:00 WIB

Sampaikan Belasungkawa, Habib Umar bin Hafidz Jelaskan Kemuliaan Mbah Maimoen

Foto Ilustrasi. Youtube. Aswaja Tv

Jakarta, NU Online
Habib Umar bin Hafidz mengungkapkan duka cita yang mendalam atas wafatnya KH Maimoen Zubair pada Selasa (6/8) kemarin di Makkah al-Mukarramah, Arab Saudi. Hal itu ia sampaikan sebelum memulai kajian rutin pengajian kitab Risalah Ahli al-Sunnah wa al-Jama’ah karya Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari pada Rabu (7/8) melalui teleconference.
 
“Dalam permulaan pengajian ini, kami menyampaikan belasungkawa untuk diri kami sendiri dan bagi warga NU atas wafatnya orang yang Allah swt pilih, orang yang beralih ke sisi-Nya, al-Syekh al-Kiyahi al-Allamah al-Mu’ammar Maimoen Zubair, Sarangi. Mudah-mudahan Allah meninggikan derajatnya dan mendudukkan kita bersamanya di surga tertinggi-Nya,” ucapnya.
 
Pengasuh Pondok Pesantren Darul Mustofa, Hadramaut, Yaman itu juga menyampaikan takziyahnya kepada keluarga almarhum, kerabat, termasuk santri-santrinya, juga seluruh penduduk Indonesia. “Kami juga berbela sungkawa kepada seluruh Muslim atas wafatnya guru mulia,” ujarnya.
 
Lebih lanjut, Habib Umar juga mengungkapkan bahwa kematian ulama merupakan lobang dalam agama. "Kita wajib mengetahui bahwa kematian ulama adalah celah dalam agama, celah dalam Islam,” katanya mengutip sebuah hadits Rasulullah saw.
 
Ia juga menjelaskan bahwa kematian satu suku lebih ringan ketimbang wafatnya seorang yang alim.
 
Di samping itu, guru Habib Munzir bin Fuad Almusawa itu juga menerangkan bahwa yang mahal dari KH Maimoen Zubair adalah kebenarannya dalam mengambil ilmu dari orang-orang yang mulia. Dalam hal ini, Habib Umar menyebut salah satu sosok guru Pengasuh Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang, Rembang, Jawa Tengah itu yang berada di Makkah, yakni seperti Sayid Alawi bin Abbas al-Maliki. Sanad keilmuan itu terus bersambung kepada para sahabat, hingga ke sumber ilmu, yakni Rasulullah saw. 
 
“Beliau mendapatkan ilmu dengan cara yang benar. Beliau mengambil ilmu dengan sanad yang sahih, sanad yang kuat, sanad yang mulia yang bersambung kepada sumber daripada ilmu, yaitu Baginda Nabi Besar Muhammad saw sehingga ilmunya adalah ilmu yang otentik, ilmu yang jernih, ilmu yang bersih,” jelasnya.
 
Dengan cara yang mulia itulah, metode sanad Mbah Moen mendapat kemuliaan dari Allah swt., metode yang diwarisi dari para nabi, para sahabat, dari masa ke masa sampai kepada ulama kelahiran 28 Oktober 1928 itu.
 
Menurutnya, ada perbedaan besar orang yang mendapatkan ilmu melalui metode sanad dengan orang yang memperoleh ilmu yang didapat dari pemikirannya sendiri, meskipun keduanya merupakan ilmu. “Ilmu yang ini (didapat dari sanad) lebih suci, lebih berkah, lebih bercahaya, karena bersambung dengan cahaya yang begitu terang benderang,” jelasnya.
 
Tak ayal, Habib Umar menyebut ulama seperti Mbah Moen dan lainnya yang sanad keilmuannya bersambung hingga Rasulullah merupakan benteng, perhiasan, dan kekuatan bagi umat ini.
 
“Bilamana ada yang meninggal di antara mereka, kita mestinya harus introspeksi dan harus bersegera mencari dan memperbaiki diri untuk menjadi penerus dari ulama yang telah meninggalkan kita,” tegasnya.
 
“Bersungguh-sungguh di dalam menuntut ilmu dan memperbaharui tazkiyah sehingga bisa mendapatkan apa yang telah didapatkan oleh syekh tersebut,” imbuhnya.
 
Karenanya, mengutip Imam Malik, ilmu itu bukan dengan banyaknya riwayat, akan tetapi ilmu merupakan cahaya yang Allah letakkan di dalam hati seseorang. (Syakir NF/Zunus)