Sirah Nabawiyah

Hal-hal Menarik di Balik Isra Mi’raj (Bagian II-Habis)

Ahad, 22 Maret 2020 | 04:00 WIB

Hal-hal Menarik di Balik Isra Mi’raj (Bagian II-Habis)

Ilustrasi Isra Mi'raj.

Isra Mi’raj menjadi salah satu peristiwa paling agung dalam sejarah Islam. Karena dalam peristiwa itu, Nabi Muhammad mendapatkan wahyu tentang pensyariatan shalat lima waktu, memperoleh keistimewaan dari Allah untuk melakukan perjalanan mulia bersama Malaikat Jibril, bertemu dengan nabi-nabi terdahulu, melihat surga dan negara, dan juga ‘berjumpa’ dengan Allah. Untuk lebih jelasnya, berikut hal-hal menarik di balik Isra Mi’raj:
 

Keenam, bertemu dengan nabi-nabi terdahulu.
Nabi Muhammad naik ke lapisan-lapisan langit ditemani Malaikat Jibril. Di langit pertama, Nabi Muhammad bertemu dengan Nabi Adam. Di langit kedua, beliau bertemu dengan Nabi Yahya bin Zakariya dan Nabi Isa bin Maryam. Kemudian bertemu Nabi Yusuf di langit ketiga. Di langit keempat, beliau berjumpa dengan Nabi Idris. Nabi Harun bin Imran di langit kelima. Beliau bertemu dengan Nabi Musa bin Imran di langit keenam. Lalu, di langit ketujuh Nabi Muhammad bersua dengan Nabi Ibrahim. Nabi-nabi tersebut menyambut Nabi Muhammad dengan salam dan menetapkan nubuwah terhadapnya.

Dalam Sirah Nabawiyah (Syekh Syafiyyurrahman al-Mubarakfuri, 2012), Nabi Musa menangis ketika Nabi Muhammad hendak meninggalkannya. Beliau kemudian bertanya perihal apa yang membuat Kalim Allah itu menangis.

“Aku menangis karena ada seorang pemuda yang diutus sesudahku, yang masuk surga bersama umatnya dan lebih banyak daripada umatku yang masuk ke sana,” jawab Nabi Musa.

Ketujuh, melihat siksa neraka.
Nabi Muhammad diperlihatkan oleh Allah tentang berbagai macam siksa yang diterima seseorang karena melakukan perbuatan yang dilarang. Hal ini dilihat Nabi Muhammad sesudah berjumpa dengan Nabi Adam di langit pertama, sebagaimana cerita Ibnu Hisyam, dikutip dari Sejarah Hidup Muhammad (Muhammad Husain Haekal, 2013).

Nabi Muhammad melihat orang-orang yang bibirnya seperti moncong unta, tangannya menggenggam segumpal api, lalu dimasukkan ke dalam mulut hingga keluar dari duburnya. Kata Malaikat Jibril, orang-orang itu adalah pemakan harta anak yatim secara tidak sah. Kemudian Nabi melihat melihat orang-orang dengan perut besar—sehingga membuat mereka tidak bisa beranjak- sebagai akibat dari melakukan riba. 

Beliau lalu menyaksikan siksaan pezina, yaitu mereka memilih memakan daging busuk padahal di hadapannya juga ada daging yang baik. Lalu, Nabi melihat perempuan yang bergelayut pada payudaranya karena mereka suka memasukkkan laki-laki lain yang bukan dari keluarganya. Nabi Muhammad juga bertemu dengan penjaga neraka, yaitu Malaikat Malik. Disebutkan Jibril bahwa Malik tidak bisa senyum. Karenanya, ketika bertemu dengan Nabi, dia tidak mesem sama sekali.

“Seandainya dia bisa tertawa, nisacaya dia akan tertawa kepadamu,” kata Jibril.

Kedelapan, melihat surga.
Jibril juga mengajak Nabi Muhammad untuk melihat-lihat surga. Di situ, Nabi Muhammad melihat seorang perempuan dengan bibir yang begitu merah merekah. Setelah ditanya, perempuan itu mengatakan bahwa dirinya adalah ‘miliknya’ Zaid bin Haritsah.

Nabi juga diajak ke Baitul Ma’mur—Ka’bahnya penduduk langit- di langit ketujuh. Di sini, sebanyak 70 ribu penduduk langit beribadah setiap saatnya. Setelah selesai mereka pergi dan tidak lagi ke situ. Di samping itu, Nabi juga melihat Arsy (Singgasana Tuhan) dan Sidrah al-Muntaha yang sangat indah dan tidak terlukiskan dengan kata-kata. 

Kesembilan, bertemu dengan Allah.
Ulama berbeda pendapat mengenai bagaimana Nabi Muhammad ‘bertemu’ dengan Allah. Apakah dengan mata telanjang atau dengan mata hati atau sanubari? Merujuk Sirah Nabawiyah (Syekh Syafiyyurrahman al-Mubarakfuri, 2012), Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah, mengutip perkataan Ibnu Taimiyah, mengatakan bahwa Nabi Muhammad melihat Allah seperti melihat manusia. Artinya, dengan mata telanjang. Pendapat lain yang dinukilkan dari perkataan Ibnu Abbas, menyebutkan bahwa Nabi melihat Allah dengan multak dan dengan sanubarinya. 

Kesepuluh, shalat lima waktu.
Allah mensyariatkan shalat lima waktu dalam peristiwa Isra Mi’raj—sebelumnya umat Islam shalat dua kali, yaitu saat pagi dan petang. Tidak seperti syariat-syariat yang lainnya, Allah langsung mengundang Nabi Muhammad untuk menemuinya dan menerima kewajiban shalat lima kali dalam sehari semalam.

Ada kisah menarik di balik syariat shalat lima waktu ini. Semula Allah mewajibkan kepada Nabi Muhammad dan umatnya shalat 50 kali dalam. Beliau menerima itu. Lalu turun dan bertemu dengan Nabi Musa. Nabi Musa penasaran perihal perintah apa yang didapat Nabi Muhammad dari Allah. 

“Shalat lima puluh kali,” jawab Nabi Muhammad. 

Mendengar jawaban itu, Nabi Musa meminta Nabi Muhammad kembali menghadap Allah dan meminta dispensasi. Katanya, umat Nabi Muhammad tidak akan sanggup mengerjakan shalat sebanyak itu dalam sehari semalam. Beliau kembali menghadap Allah dan meminta keringanan. Allah mengabulkan dan menguranginya 10. Jadilah 40. Ketika melewatinya, Nabi Musa meminta agar Nabi Muhammad kembali menemui Allah dan meminta dikurangi lagi. Hal itu terjadi beberapa kali hingga Allah ‘hanya’ mewajibkan shalat lima waktu bagi Nabi Muhammad dan umatnya. 

Sebetulnya Nabi Musa mendesak Nabi Muhammad untuk meminta keringan lagi. Namun Nabi Muhammad tidak berkenan. Beliau malu karena sudah bolak-balik meminta keringanan hingga akhirnya tinggal lima. Beliau ridha dan menerima perintah Allah untuk shalat lima kali satu hari satu malam.   

Kesebelas, Abu Bakar mendapatkan gelar as-Siddiq.
Keesokan harinya, Nabi Muhammad menceritakan apa yang telah dialaminya. Yakni pergi ke Masjidil Aqsa dari Masjidil Haram, kemudian lanjut naik ke lapisan-lapisan langit hingga Sidrah al-Muntaha. Hal itu membuat musuh-musuh Islam mengolok-ngolok Nabi Muhammad. Bagaimana mungkin perjalanan yang saat itu membutuhkan waktu sebulan untuk pergi dan sebulan untuk pulang, ditempuh hanya dalam satu malam saja. Bagi mereka itu adalah sesuatu yang mustahil. Sehingga mereka menyebut Nabi Muhammad bohong dan mengada-ada.

Merujuk Sejarah Hidup Muhammad (Muhammad Husain Haekal, 2013), penjelasan Nabi Muhammad itu juga membuat sangsi sebagian pengikutnya sehingga mereka akhirnya murtad. Padahal sebelumnya mereka sudah iman. Namun, karena peristiwa yang tidak masuk akal itu, mereka akhirnya meninggalkan Islam. 

Sayyidina Abu Bakar tampil ke depan dan membantah orang-orang yang telah mendustakan Nabi Muhammad. Ia kemudian menemui Nabi Muhammad dan mendengarkan langsung penjelasan tentang apa saja yang dilihat dan dialami Nabi selama Isra Mi’raj, termasuk gambaran Masjidil Haram. Abu Bakar kebetulan pernah pergi ke Yerusalem. 

Setelah selesai mendengarkan cerita Nabi, Abu Bakar langsung mendeklarasikan bahwa dirinya percaya dengan apa yang dikatakan Nabi Muhammad. Seluruhnya. Tanpa ragu sedikit pun. Oleh sebab itu, Nabi Muhammad kemudian memberikan julukan kepada Abu Bakar dengan ‘as-Siddiq’ (yang berkata benar).

M Quraish Shihab dalam Membaca Sirah Nabi Muhammad SAW (2018) menegaskan bahwa peristiwa Isra Mi’raj tidak bisa didekati dengan pendekatan ilmiah. Karena, pendekatan ilmiah harus berdasarkan pada pengamatan, trial and error, serta eksperimen. Dan ketiganya tidak mungkin diterapkan pada Isra Mi’raj. Isra Mi’raj hanya terjadi sekali, tidak bisa dilakukan aneka eksperimen untuk membuktikannya karena Isra Mi’raj tidak menggunakan ‘alat.’ 

Masih menurut M Quraish Shihab, Isra Mi’raj hanya bisa didekati dengan pendekatan iman. Sebagaimana yang tertera dalam Al-Qur’an Surat al-Isra’ ayat 1, di situ jelas disebutkan bahwa Allah lah yang memperjalankan hambanya (Nabi Muhammad) dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa pada suatu malam. Sementara Nabi Muhammad hanyalah objek. Dan Allah tidak membutuhkan waktu dan alat untuk mewujudkan kehendak-Nya. Waallahu ‘Alam.

Penulis: Muchlishon Rochmat
Editor: Alhafiz Kurniawan