Syariah

Pengelabuan Vtube terhadap (Calon) Vtuber

Sen, 21 September 2020 | 16:00 WIB

Pengelabuan Vtube terhadap (Calon) Vtuber

Menganggap transaksi bisnis ini dengan akad ijarah alias upah atas jasa menonton tidaklah tepat karena nyatanya ada skema ponzi di dalamnya.

Tulisan penulis tentang keharaman bisnis via platform Vtube yang diluncurkan perusahaan atas nama PT Future View Tech (Vtube) hingga detik tulisan ini terbit, masih mengundang tanya dari masyarakat penggunanya. Padahal, entitas usaha platform itu secara resmi sudah dihentikan kegiatan usahanya lewat Siaran Pers OJK Nomor SP-06/SWI/VII/2020 per 03 Juli 2020, dan termuat dalam Lampiran II. Anda bisa merujuk ke situs resmi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan memasukkan sandi kata Siaran Pers OJK per tanggal yang dimaksud.

 

Seharusnya, sampai di sini, maka sudah berlaku dalil keharaman mengakses platform Vtube itu dengan alasan taat ulil amri (pemerintah). Taat ulil amri merupakan dasar utama bagi keharaman menentang keputusan OJK karena perilaku tetap mengaksesnya, justru dapat menggait masyarakat lain yang kurang berpengetahuan untuk untuk ikut-ikutan dalam kegiatan yang dimaksud. Syekh an-Nawawi al-Bantani (1230-1316 H/1813-1899 M), ulama dunia asal Nusantara, dalam kitab Nihayat al-Zain (1971: 112) menyampaikan:

 

إِذَا أَمَرَ بِوَاجِبٍ تَأَكَّدَ وُجُوْبُهُ، وَإِذَا أَمَرَ بِمَنْدُوْبٍ وَجَبَ، وَإِنْ أَمَرَ بِمُبَاحٍ: فَإِنْ كَانَ فِيْهِ مَصْلَحَةٌ عَامَّةٌ كَتَرْكِ شُرْبِ الدُّخَانِ وَجَبَ، بِخِلَافِ مَا إِذَا أَمَرَ بِمُحَرَّمٍ أَوْ مَكْرُوْهٍ أَوْ مُبَاحٍ لَا مَصْلَحَةَ فِيْهِ عَامَّةً.

 

”Apabila pemimpin negara memerintahkan perkara wajib, maka kewajiban itu menjadi semakin kuat; jika memerintahkan perkara sunnah, maka sesuatu yang sunah itu menjadi wajib; dan jika memerintahkan perkara mubah – bila di dalamnya terdapat kemaslahatan publik – maka wajib dipatuhi, seperti (seandainya ada) larangan merokok. Hal ini berbeda bila ia memerintahkan perkara haram, makruh ataupun mubah yang tidak mengandung kemaslahatan publik, maka tidak wajib dipenuhi.”

 

Bagaimanapun juga, kemaslahatan umum masyarakat adalah yang lebih kuat dibanding kemaslahatan pribadi. Meski begitu, ternyata entitas PT Future View Tech (Vtube) tidak mengindahkan perintah itu, sehingga tindakannya adalah sudah bisa dikategorikan sebagai ma’shiyat sebab membangkang terhadap perintah syariat untuk taat ulil amri. Menyokong Vtube untuk tetap beroperasi dengan jalan mengunduh dan menggunakannya, secara tidak langsung juga termasuk tindakan ta’awun ‘ala al-ma’shiyat (tolong menolong dalam perbuatan haram). Bagaimana resikonya? Tidak diragukan lagi, bahwa tindakan itu jelas berdosa bagi pelakunya dan kelak pasti ada tanggung jawabnya di akhirat.

 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

 

مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنْ الأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلالَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنْ الإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا

 

“Barang siapa mengajak menuju petunjuk Allah, maka baginya pahala sebagaimana pahalanya orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi pahala pengikut tersebut, sedikitpun. Namun, barang siapa mengajak pada perbuatan sesat (dlalalah), maka baginya dosa sebagaimana dosanya orang yang mengikutinya, tanpa berkurang sedikitpun dosa pengikutnya” (Hadits Shahih Muslim).

 

Adanya larangan dari otoritas yang berwenang karena indikasi adanya sifat merugikan terhadap masyarakat luas adalah tindakan yang maslahat. Mengutamakan penjagaan kemaslahatan dana masyarakat adalah bagian dari upaya menghindar dari kerusakan akibat aktivitas yang dekat dengan dosa.

 

Tindakan dlalalah dalam ranah fiqih memang tidak boleh dimaknai sebagai tekstual sebab dlalalah - yang makna leksikalnya adalah sesat - merupakan hikmah. Oleh karenanya, dlalalah dalam ranah fiqih menghendaki diperinci berdasarkan faktor indikatornya (murajjih-nya).

 

Indikasi (murajjih) paling utama adalah potensi timbulnya mafsadah (kerusakan) dan dlarar (kerugian). Mengapa? Sebab keduanya merupakan illat hukum yang kelak bisa dipergunakan untuk menetapkan status boleh atau tidaknya Vtube dan aplikasi sejenis lainnya sebagai boleh atau tidak boleh, dan pendapatan yang diperoleh darinya adalah halal atau haram.

 

Lantas apa indikasi mafsadah dan dlarar tersebut?

 

Pertama, situs resmi Vtube sudah diblokir oleh Kominfo, sehingga untuk menemukan indikator keharaman Vtube menjadi beraneka sumber. Salah satu sumber yang dipergunakan oleh penulis adalah situs Peluang Bisnis V-tube [arsip] yang dibuat melalui Google Sites. (Hingga Ahad malam, 20 September 2020 situs itu masih aktif. Belakangan, link tersebut telah dinonaktifkan oleh pemiliknya saat proses penulisan tulisan ini. Besar kemungkinan, penonaktifan itu untuk menghindari pelacakan skema bisnis Vtube oleh peneliti dalam konteks ini).

 

Kedua, Vtubers sendiri tidak memiliki panduan yang resmi, sehingga antara Vtubers satu dengan Vtubers lainnya saling berbenturan dan beragam kepahaman. Bahkan, ada Vtubers yang menyatakan “bahwa tidak resminya Vtube adalah disebabkan karena Vtube itu bukan lembaga pengumpul dana masyarakat atau investasi, sehingga tidak perlu diawasi OJK.

 

Tentu jawaban semacam ini merupakan yang tidak bisa diterima secara ilmiah atau nalar fiqih. Apa sebabnya? Karena Perusahaan PT Future View Tech adalah entitas yang wajib mengajukan izin kegiatan Investasi kepada otoritas yang dimaksud dan itu tidak dapat ditolak oleh Vtube. Termasuk surat-surat izin usaha yang pernah disampaikan pada tanggal 18 Januari 2020 dan dianulir oleh OJK lewat Siaran Pers agar menghentikan aktivitas pada 03 Juli 2020 dan ditindaklanjuti oleh Kominfo [arsip].

 

Alhasil, antara dokumen pengajuan izin operasional sahnya Vtube di Indonesia dengan jawaban Vtubers, adalah harus didahulukan bukti fisik dokumen dari OJK, secara mutlak, tanpa bisa dibantah lagi. Sebab membantahnya, jutru menghilangkan esensi jaminan keamanan dana dan transaksi masyarakat yang melewati dan dijembatani oleh Vtube.

 

Membantah OJK sama pengertiannya membantah penegakan hukum terhadap aplikasi lain yang serupa dan membahayakan bagi dana masarakatt. Tentu ini merupakan pretensi yang buruk bagi bagi penegakan hukum di Indonesia dan bagi masyarakat pada khususnya, karena pembiarannya adalah sama saja dengan pembiaran akar kesewenang-wenangan dalam melakukan aksi merugikan dan menipu orang lain.

 

Alhasil, mustahil mengabaikan otoritas yang berkepentingan untuk urusan yang sudah divonis cacat hukum, baik berdasar hukum positif negara (hukum wadl’i), maupun menurut syara’. Ini penting untuk digarisbawahi oleh semua pihak. Terkait dengan penindakan di lapangan atas berbagai pelanggaran, OJK sendiri sudah menyerahkannya kepada pihak kepolisian.

 

Ketiga, Vtube melakukan aktivitas jual beli view point (VP). Dalam konteks ini, tidak ada netizen yang menyanggah argumen penulis oleh karenanya antara penulis dengan Vtubers terjadi kesepakatan titik pandang.

 

Kesepakatan ini secara tidak langsung juga berimbas pada kesepakatan lain, bahwa akar utama pendapatan Vtubers adalah diperoleh dari jual beli VP. Sah atau tidaknya jual beli VP, adalah bergantung komponen penyusun VP. Jika komponen penyusun VP adalah sah sehingga layak untuk dihargai 1 dolar, maka transaksi antara pemilik VP dan pembelinya adalah sah. Namun, sebaliknya, jika komponen itu dinyatakan tidak sah, disebabkan nilai penyusun VP itu tidak layak dihargai 1 dolar, maka itu artinya VP adalah ibarat harta mondial (harta gaib) yang tidak sah dijualbelikan, baik secara syara’ maupun secara hukum positif negara.

 

Tidak sahnya jual beli VP menjadikan pihak yang membeli berperan sebagai pihak yang mengutangi pemilik VP. Itu sebabnya, VP dalam ranah fiqih disebut sebagai harta utang (maal duyun), yaitu utangnya pemilik VP terhadap pembelinya. Alasannya, sebab dalam bai’ fasad (jual beli yang rusak), maka harga (tsaman) harus kembali kepada pembeli, dan barang (mutsman) kembali pada pemilik.

 

Keempat, menurut salah satu Vtubers berinisial FK menyampaikan kepada penulis lewat email redaksi NU Online bahwa Level Bronze, Silver, Gold, Platinum, Diamond sebagai tidak bisa dibeli dengan nilai uang rupiah, sebab kenaikan itu adalah bonus dari perusahaan bagi anggota yang sudah mempunyai exposure/subscribe sesuai ketentuan.

 

Tentu pendapat ini justru bertentangan dengan skema yang disampaikan Vtube [arsip] atau bisa juga didapatkan banyak sekali unggahan di media sosial dengan narasi yang mirip [arsip]. Silakan disimak pada tabel berikut!

 

Netizen mana pun, yang melihat tabel ini pasti akan melihat kolom biaya yang secara berturut-turut disampaikan. Biaya bintang 1 sebesar 10 poin, dan seterusnya. Dan jika 1 poin itu adalah seharga 1 dolar, tentu 10 poin itu setara dengan Rp. 148 ribu rupiah.

 

Dengan diksi berupa biaya, itu menandakan ada bagian yang disetor ke pihak yang menjadi atasan member. Mustahil dengan yang dinamakan biaya, maka biaya itu lantas disetor ke member yang ada di bawahan, bukan?

 

Lantas apa hubungannya biaya di atas dengan level?

 

Pihak Vtube menyebut anggota ini sebagai referral atau mitra dengan bintang yang aktif. Mereka tidak mau menyebut sebagai upline dan downline. Padahal itu keharusan bagi member, jika menghendaki bintangnya tetap aktif. Vtubers menyebut ini bukan pembayaran, hanya karena status VP-nya, bukan? Tapi, Vtubers lupa bahwa 1 VP adalah setara 1 dolar yang kelak pasti harus dicairkan berupa uang.

 

Jika 1 Vtuber pada level Bronze harus memiliki 20 member referral yang wajib mengeluarkan 10 VP untuk aktivitasi bintang, maka itu sama saja dengan terkumpul 200 VP dari ke 20 member referral itu.

 

Dengan begitu, bonus yang dikamuflasekan sebagai referral point dan diterimakan pada Vtuber yang menjadi leader dari 20 member tadi, pada hakikatnya adalah sama dengan uangnya member.

 

Jadi, akadnya seolah sama dengan di skema piramida lain, yaitu cari anggota sebanyak 20. Masing-masing suruh setor uang sebanyak 148 dolar. Dari situ, kamu akan mendapatkan 5% bonus poin referral pada level Bronze.

 

Ini adalah ciri khas dari ponzi, atau money game, atau arisan berantai. Bedanya, pihak Vtube mengamuflasekan wasilah dengan seolah-olah terjadi pertukaran/jual beli VP, yang kedudukannya setara dengan harta mondial (harta palsu).

 

Agar tidak terkesan adanya pola piramida ini, pihak Vtube lantas memisahkan tempat pertukaran VP tersebut, dan dilakukan di situs terpisah yang diberinya nama Exchange Counter. Di sinilah letak pengelabuan itu terjadi.

 

Dengan keberadaan Exchange Counter ini, para Vtubers menjadi tidak terkonsentrasi pada wujud skema piramida yang terjadi sebelumnya. Perhatian mereka menjadi terpecah pada bagaimana mencairkan VP.

 

Dari hasil penjualan ini, 5% harga VP dibagi-bagi kepada Vtube Leader atas nama referral point, sisanya sebesar 95%, masuk ke kantong perusahaan.

 

Tentu, persentase ini akan berbeda-beda menurut setiap level Vtube Leadernya (atasan yang menjadi reference) dari anggota referral dan besaran bonus referral point yang dijanjikan.

 

Anggap misalnya untuk Level Silver, wajib memiliki anggota referral sebesar 40 orang. Setiap anggota wajib aktivitasi bintangnya dengan menyetor 100 VP, sehingga terkumpul 4.000 VP (setara 4.000 dolar). Anggap bahwa bonus referral point adalah sebesar 10%! Dengan estimasi ini, maka pihak Vtube Leader menerima bonus referral point sebesar 400 VP, yang setara dengan 400 dolar x 15 ribu rupiah = 6 juta rupiah. Sisanya, yang 90% (3600 VP = 3600 dolar = 36 juta rupiah) masuk ke kantong perusahaan. Siapa yang untung? Tentu perusahaan.

 

Bila muncul sanggahan: Lho, bukankah pihak member dimodali dengan 10 VP gratis? Jawabannya: untuk menangkap ayam, beri dia beras! Anda akan dapat telurnya. Ingat, setiap VP yang kendati diberikan cuma-cuma, itu semua kelak harus dijual di Exchange Counter, dan dikonversi ke rupiah, untuk dijadikan atas nama pendapatan Anda. Silakan dicermati baik-baik!

 

Apakah ada bukti pihak vtube leader wajib mencari anggota?

 

Simak pengakuan dari Vtube Leader berikut ini!

 

 

Alhasil, jelas bahwa ada biaya pembelian bintang untuk mempertahankan status Diamond, Gold, Silver, dan lain-lain dari pihak yang menjadi upline-nya. Pihak Vtube bisa mengamuflasekan ini dengan sebutan upline, pihak rujukan, leader, atau lainnya. Namun, yang jelas, setiap kenaikan level, ada biaya yang harus dikeluarkan referral. Dan setiap member sudah barang tentu pernah menjadi member referral. Jika kemudian ada yang gratis, itu tidak menjadi objek krusial dalam fiqih, sebab fokus utama dalam kajian adalah menemukan skema bisnis Vtube dan sekaligus aliran dananya. Dan itu mutlak berlaku atas setiap biaya yang datang dari referral, mitra yang kedudukannya setara dengan downline.

 

Para Vtubers boleh saja menyangkal tapi adanya diksi “biaya” menandakan adanya “penyerahan harta”. Dan praktik penyerahan itu tanpa adanya wasilah barang dan jasa.

 

Instrumen biayanya adalah memakai VP, itu tidak mengurangi maksud utama dari adanya transaksi jual beli bintang dan posisi level, disebabkan VP memiliki nilai berupa rupiah/dolar.

 

Apa bukti Skemanya Ponzi?

 

Ingat, skema ponzi dicirikan dengan struktur bisnis piramiida! Ada beberapa ciri Vtube adalah ponzi:

 

  1. Jumlah leader (upline) dengan jumlah referral/mitra/anggota/downline (atau apalah namanya) yang wajib ada, tidak sebanding. Alhasil, strukturnya menyerupai bangunan piramida dengan sisi mengecil ke atas. Puncaknya piramida adalah perusahaan (pusat terkumpulnya dana). Kelas-kelas level berada di level bawahnya perusahaan. Sisi yang paling bawah adalah anggota baru (member baru) yang wajib yang dikamuflasekan wajib aktif bintangnya.
  2. View point adalah harta fiktif. Karena itu dibagi-bagikan secara gratis. Yang penting nanti tetap harus dicairkan lewat Exchange Counter.
  3. Fokus utama adalah tetap wajib mencari anggota. Tidak percaya? Simak saja akun-akun Vtuber yang lain, atau di group-group telegram. Anda pasti akan menemukan, sesama anggota menawarkan menjadi Vtube leader dengan kode referral bla bla bla.

 

Dalih Pengelabuan Vtube terhadap Vtuber

Perusahaan Vtube seringkali mengamuflasekan bahwa ini adalah marketing plan. Kata-kata semacam ini sebenarnya adalah penipuan. Mengapa?

 

Sebab, dalam setiap marketing, wajib adanya kerja penjualan dan investasi, dan bukan dengan gencar mencari anggota agar menonton video.

 

Menonton video iklan semacam ini hanyalah sebuah sarana memuluskan penipuan itu. Apa sebab?

 

Fokus utama perusahaan Vtube sebenarnya adalah memainkan kartu troop berupa VP lewat jerat berupa menonton iklan. Buktinya?

 

Jika VP itu adalah upah (ujrah) bagi penonton, mengapa harus memakai acara mencari anggota referral/mitra yang mengaktifkan bintang? Bukankah VP itu sudah menjadi haknya Vtuber? Menjebak Vtuber dalam labirin jaringan dari menerima haknya adalah cara klasik menipu orang. Semestinya, jika VP itu adalah upah untuk Vtuber dari hasil menonton iklan, harusnya VP itu bisa langsung dicairkan. Bukankah begitu menurut akal sehat? Karena itu, menganggap transaksi bisnis ini dengan akad ijarah alias upah atas jasa menonton tidaklah tepat sama sekali.

 

Di sini, seharusnya Vtuber itu bertanya: mengapa tidak langsung cair saja ke rekening setelah satu bulan? Mengapa harus memakai sistem pencairan yang “mbulet”?


 

Muhammad Syamsudin, S.Si., Mag, Peneliti Bidang Ekonomi Syariah - Asaja NU Center PWNU Jawa Timur dan Wakil Sekretaris Bidang Maudlu’iyah LBM PWNU Jawa Timur