Syariah

Beda Bisnis Periklanan Asli dan Penipuan di Dunia Maya

Sab, 17 Oktober 2020 | 15:00 WIB

Beda Bisnis Periklanan Asli dan Penipuan di Dunia Maya

Ada banyak keganjilan "perusahaan periklanan" membayar penonton atau orang yang membagikan dengan angka cukup tinggi.

Iklan merupakan sarana untuk melakukan promosi barang dan jasa, atau menawarkan investasi kepada sebuah komunitas. Tujuan beriklan adalah terjualnya produk barang dan jasa. Mustahil, sebuah perusahaan beriklan tidak menghendaki terjualnya produk yang ditawarkan.

 

Untuk itulah, dalam beriklan ada banyak pertimbangan yang harus disertakan oleh perusahaan, di antaranya:
 

  1. Reputasi perusahaan tempat beriklan, misalnya tentang seberapa luas media tempat beriklan itu diakses oleh masyarakat
  2. Biaya beriklan, misalnya dalam durasi sekian menit, berapa biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan
  3. Waktu tayang iklan, misalnya tentang kapan waktu-waktu efektif iklan ditonton calon konsumen yang disasar
  4. Diferensiasi produk dibanding produk kompetitor, misalnya sama-sama produk mi instan atau minyak goreng, apa yang kelebihan dan keunikan produk yang diiklankan, dan
  5. Familiaritas personal orang yang disewa sebagai duta produk atau model iklan.

 

Jadi, dalam beriklan, dibutuhkan banyak pertimbangan dengan menyesuaikan pada target dan sasaran. Banyaknya penonton iklan pun tak menjamin efektivitas beriklan, bila para penonton itu ternyata mayoritas bukan sasaran pemasaran. Butuh manajemen dan strategi khusus untuk melakukan itu semua.

 

Akad Beriklan

Ketika sebuah perusahaan mengiklankan diri dengan menghubungi perusahaan lainnya, maka akad tersebut adalah akad ijarah (sewa jasa). Perusahaan mi yang hendak beriklan di TV tentu akan menghubungi pihak stasiun TV untuk menayangkan iklan produknya. Kemudian terjadilah kesepakatan-kesepakatan misalnya tentang jam tayang, durasi kontrak, hingga harga.

 

Setiap jam yang memiliki rating tinggi penonton sehingga terjadi eksposur keterjualan barang dan jasa yang tinggi, akan dihargai lebih mahal dibandingkan dengan jam-jam yang sepi penonton. Gambaran semacam ini adalah gambaran dari praktik akad ijarah di dunia pertelevisian.

 

Bagaimana dengan dunia internet atau dunia digital?

 

Iklan di dunia maya seringkali memanfaatkan Google Ads Mobs atau Google Adwords. Tujuannya adalah agar iklan tersebut bisa masuk ke hampir semua lini situs jaringan yang dibesarkan oleh Google Adsense. Artinya, setiap perusahaan yang beriklan di Google atau Yahoo, atau media lainnya, ia menjalin akad ijarah (sewa jasa).

 

Pelakunya, ya perusahaan itu sendiri lewat fasilitas yang sudah disediakan oleh masing-masing perusahaan mesin telusur tersebut. Jadi, pembayaran yang dilakukan oleh perusahaan pengiklan adalah pembayaran ke akun internasional milik masing-masing mesin telusur itu.

 

Bagaimana dengan iklan yang muncul di web atau blog pribadi?

 

Pihak Google telah mengorbitkan Blogspot untuk mewadahi para penulis dan kreator konten guna mengembangkan kreativitasnya. Blog dan konten yang dibikin akun personal tersebut bisa mendapatkan upah dari Google bilamana telah diaktifkan Google Adsense-nya.

 

Bagi Google, Google Adsense ini berlaku sebagai semacam ikatan kesepakatan kontrak, yang terjalin antara pembuat konten dengan Google, bahwa halaman blog yang dibuatnya bisa dimasuki iklan.

 

Kesepakatan semacam merupakan bagian dari akad ijarah (sewa jasa). Dari iklan ini, pihak pembuat web atau blog atau konten mendapatkan penghasilan lewat monetisasi akun Googlenya dan dibayarkan lewat akun Paypal.

 

Mengapa Google menempatkan iklan pada web atau blog?

 

Ada beberapa tujuan mengapa Google menempatkan iklan pada web atau blog. Salah satu tujuan terpentingnya adalah agar perusahaan-perusahaan atau industri yang telah bekerja sama dengannya tetap memiliki eksposur pemasaran iklan produk sehingga memungkinkan bagi terjualnya produk yang dipasarkannya.

 

Karena iklan itu dipasangkan pada blog yang telah mengikat kerja sama dengannya, maka itu menandakan pihak Google menyewa (ijarah) blog milik pribadi itu. Jika dirinci, maka seolah akan tampak rukun akadnya sebagai berikut:

 

  • Google bertindak selaku penyewa (ajir/musta’jir)
  • Pembuat blog selaku pemilik aset (blog) yang disewa (mu’jir)
  • Blog merupakan aset yang disewa (ma’jur)
  • Sementara biaya sewanya adalah ditetapkan berdasarkan PPC (Pay per Click) atau PPV (Pay per View) yang nilainya sangat kecil. Biaya iklan per view di sebuah blog atau situs paling besar adalah 30 rupiah mengikuti rank eksposur.

 

Aliran dana pola kerja sama iklan di atas secara berturut-turut mengikuti rute sebagai berikut:

 

  1. Perusahaan penerbit iklan
  2. Google, Yahoo, Bing, dan sejenisnya
  3. Konten, Blog, dan Website
  4. Aliran dana dijembatani lewat akun rekening internasional Paypal

 

Perusahaan Periklanan Tipu-Tipu

Umumnya, perusahaan yang bergerak di bidang periklanan tipu-tipu ini memasarkan dirinya seolah sudah menyamai Google atau mesin telusur lainnya yang sudah besar. Misalnya, dalam kasus MeMiles. Saat pengusaha MeMiles diwawancarai mengenai dirinya, mereka mengatakan bahwa “Kami punya segalanya dibanding Google”.

 

Padahal, video pemasarannya masih disampaikan dengan memakai fasilitas Youtube. Sementara Youtube adalah masih milik Google. Situsnya pun masih memakai platform gratisan dari Wordpress atau Blogspot.

 

Aplikasinya juga masih dipasarkan di Google Play Store. Namun penghasilan yang ditawarkan dari menonton atau men-share iklan lewat aplikasi yang disediakan lewat platform yang dibangunnya, malah melebihi dari yang dibayarkan Google. Apakah ini sebuah kewajaran? Tentu tidak, bukan?

 

Alhasil, penting sekali untuk berpikir dengan logika yang sewajarnya agar tidak mudah dikelabui oleh penjaja industri periklanan abal-abal semacam.

 

Menaksir Biaya Iklan di Google

Perlu Anda ketahui bahwa di Indonesia, biaya beriklan di Google berada pada kisaran berikut:
 

  1. 800 rupiah pada iklan yang tampil di mesin Search (mesin telusur)
  2. 150 rupiah untuk iklan yang tampil pada layar Display (website atau blog yang sering dikunjungi), dan
  3. 30 rupiah per view untuk iklan yang tampil di video.

 

Untuk lebih praktisnya, kita ambil contoh cara menghitung biaya iklan per klik di Google Adwords, yaitu sebagai berikut:

 

Pertama-tama perlu Anda ketahui bahwa Google senantiasa menawarkan biaya periklanan itu dalam bentuk sistem lelang. Parameter yang digunakan oleh Google adalah Ad Rank (Ranking Iklan). Tujuannya untuk menentukan posisi iklan.

 

Ad Rank memiliki 3 parameter lain yaitu: (a) Biaya Per Klik Maksimum (Max CPC), (b) Skor Kualitas (Quality Score), dan (c) Format Ekstensi.

 

Proses perhitungannya pun melalui dua tahap, yaitu: (a) menghitung Ad Rank, dan (b) menghitung klik yang dibayarkan.

 

Menghitung Ad Rank

Bagaimana langkah menghitung Ad Rank dalam sistem ranking (lelang) Google ini? Berikut ini rumusnya:

 

Max CPC x f (Skor Kualitas dan Ad Format) = Ad Rank

 

Max CPC adalah Biaya Per Klik Maksimum yang dikehendaki pengiklan (perusahaan pengiklan). Skor Kualitas biasanya ditetapkan dengan angka 1-10. Dan Ad Format, merupakan kualitas format iklan dan ekstensi.

 

Menghitung Klik yang Dibayarkan Pengiklan ke Google

Setelah diketahui biaya Ad Rank maka langkah berikutnya adalah menaksir biaya iklan di Google. Langkah ini dapat dilakukan dengan mengikuti formula yang sudah disediakan oleh Google, sebagai berikut:

 

[Ad Rank/Skor Kualitas] + Rp [1% dari 1 USD] = Biaya Iklan

 

Maksud dari 1% dari 1 USD ini adalah nilai 1% dari 1 Dolar. Jika sekarang 1 dolar adalah setara Rp14.800 rupiah, maka itu artinya nilai Rp [1% dari 1 USD] adalah sebesar Rp148,-.

 

Jika Ad Rank anda adalah 7 ribu, dan Skor Kualitas iklan adalah 7, maka Biaya iklan yang harus dibayar ke Google adalah (7000/7) + 148 = Rp1.148 per day (hari).

 

Ingat! Biaya ini adalah biaya yang harus dibayarkan perusahaan pengiklan ke Google. Dan bukan biaya yang dikeluarkan Google ke pembuat konten. Biaya itu pun dihitung dalam 1 hari dengan banyak frekuensi tampilan di layar Display adalah 7 kali.

 

Bagaimana Google membayar ke pemilik konten yang ditumpangi iklan?

Sudah barang tentu, iklan akan ditampilkan oleh Google sesuai dengan pesanan pembuat iklan, baik waktu, tingkat jangkauan, dan sasaran media yang dituju. Ada yang berdasarkan per 1000 view, per click, dan per tonton selama durasi 30 detik video.

 

Biaya per tonton adalah maksimal 30 rupiah (belum dibagi ke Google dan pemilik konten). Alhasil, dalam taksiran maksimal video iklan, maka biaya iklan 10 kali tayang adalah pada kisaran angka 300 rupiah. Itupun pemilik konten video dan Google belum kebagian.

 

Seandainya 30 rupiah itu harus dibagi rata ke tiga pihak (pemilik konten, Google, penonton), maka 1 view video, maksmal pendapatan yang diterima masing-masing adalah 10 rupiah.

 

Dengan demikian, bila ada 10 video iklan yang ditampilkan, maka pendapatan pemilik konten atau penontonnya, maksimal adalah 100 rupiah. Ini dalam skala maksimal bila 30 rupiah itu dibagi rata.

 

 

Alhasil, dengan paparan di atas, apabila sebuah entitas platform yang menawarkan penghasilan dari men-share iklan di media sosial atau menonton iklan di platform yang dimilikinya, sementara pendapatan tontonannya berada di atas 100 rupiah untuk 10 kali tontonan video (apalagi 0.3 dolar (Rp3.000,-), maka dapat dipastikan, bahwa perusahaan pengiklan tersebut adalah abal-abal. Mengapa?

 

Sebab, pendapatan yang dijanjikan, jauh lebih tinggi dari yang berlaku umum di perusahaan penerbitnya, sehingga pertanyaan yang harus diajukan adalah, dari mana asal nilai 2.900 rupiah itu diperoleh? Jika tidak ada sumber lain yang berasal dari mesin telusur utama, maka besaran nilai itu pasti berasal dari penonton, yang dibayarkan lewat skema jual beli produk mondial (gaib).

 

Alhasil, bayaran yang diterimakan kepada penonton dengan kelas level lebih tinggi, adalah berasal dari penonton dengan kelas level yang lebih rendah. Singkatnya, adalah penonton membayar penonton. Dengan demikian, bayaran penonton sebenarnya bukan dari perusahaan, melainkan dari penonton lain dengan kelas lebih rendah.

 

Google yang menerima kontrak kerja sama langsung dengan perusahaan pengiklan saja, tidak sampai menerima nilai segitu per hari. Masa lantas kita mahu percaya bahwa ada platform yang berani menawarkan pendapatan tinggi dari menonton atau men-share iklan?

 

Perusahaan iklan yang benar adalah perusahaan yang beriklan ke masyarakat dengan target 1 dari kesekian ribu orang yang menonton akan membeli produknya. Sementara perusahaan iklan abal-abal adalah perusahaan yang menjanjikan gaji (komisi) bagi penonton atau yang men-share iklannya, tanpa target keterjualan produk yang diiklankan. Wallahu a’lam bish shawab.

 

Muhammad Syamsudin, S.Si., M.Ag, Peneliti Bidang Ekonomi Syariah - Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur, Wakil Sekretaris Bidang Maudlu’iyah PWNU Jawa Timur