Internasional

Kaleidoskop 2020: PBNU dan Diplomasi Internasional di Komisi Indo-Pasifik dan CDI

Sel, 22 Desember 2020 | 14:00 WIB

Kaleidoskop 2020: PBNU dan Diplomasi Internasional di Komisi Indo-Pasifik dan CDI

Kantor PBNU Jakarta. (Foto: NU Online/Muchlishon)

Jakarta, NU Online

Katib Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya terpilih menjadi salah seorang anggota Komisi Indo-Pasifik pada 21 Juli 2020 lalu. Bersama dengan tokoh-tokoh dunia terkemuka lainnya, Gus Yahya mempunyai kebijakan terkait pertahanan dan keamanan, diplomasi politik, perdagangan, dan lain-lain.


Kabar terpilihnya Gus Yahya dirilis oleh Policy Exchange, sebuah lembaga think tank paling terkemuka di Inggris. Mereka meluncurkan komisi internasional tentang Indo-Pasifik (kawasan di sekitar Samudera India dan Samudera Pasifik) yang beranggotakan enam belas orang tokoh pembuat kebijakan yang berpengalaman dari kalangan diplomat, pemimpin dunia usaha, politisi, pemimpin militer, dan sipil.


Mereka berasal dari Inggris, Amerika Serikat (AS) dan seantero negara-negara di kawasan Indo-Pasifik, termasuk Jepang, India, Korea Selatan, Australia, Indonesia dan Singapura. Dari Indonesia dipilih KH Yahya Cholil Staquf.

 


Tujuan dibentuknya komisi ini adalah untuk menyusun cetak biru (blueprint) pendekatan strategis baru terhadap kawasan Indo-Pasifik, dengan mengkaji masalah-masalah perdagangan, diplomasi, politik, pertahanan dan keamanan yang berpusat di Indo-Pasifik. 


Komisi yang diketuai oleh mantan Perdana Menteri Kanada, Stephen Harper, itu akan menggelar kegiatan-kegiatan dan kajian-kajian di berbagai arena kebijakan yang luas.


Pertama, menyangkut perkembangan ekonomi dan teknologi di Indo-Pasifik, termasuk isu industrial decoupling (larinya investasi industri internasional dari RRC ke negara-negara lain), hak cipta intelektual, tolok-ukur digital, kebijakan teknologi dan sains.


Kedua, menyangkut politik domestik dan internasional serta diplomasi Indo-Pasifik, khususnya menyangkut format-format komunal dan mekanisme-mekanisme permusyawaratan internasional untuk mengukuhkan tata dunia yang didasarkan atas aturan hukum.

 


Ketiga, menyangkut isu-isu pertahanan dan keamanan Indo-Pasifik, mulai dari hard power hingga perang informasi/politik, cyber security dan kekuatiran-kekuatiran baru mengenai senjata biologis dan ketahanan kesehatan.


Dalam pernyataannya, Stephen Harper sebagai Ketua mengatakan, “Komisi Indo-Pasifik ini secara tepat mengenali bahwa negara-negara seperti Jepang, India, Korea Selatan, Australia, Indonesia dan Singapura, memiliki banyak hal yang bisa ditawarkan ke arah kerja sama dagang dan kerja sama dalam menghadapi masalah-masalah politik, pertahanan dan diplomasi”.


Komite Eksekutif Centrist International


Selain menjadi anggota Komisi Indo-Pasifik, Gus Yahya juga menjadi perwakilan Indonesia pada Komite Eksekutif Centrist International (CDI). Sebagai informasi, CDI adalah koalisi partai-partai politik internasional beranggotakan lebih dari 150 partai politik dari 70 negara di dunia. Salah satunya adalah Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dari Indonesia. Kaukus Eropa dari parpol-parpol anggota CDI adalah EPP (European People’s Party) yang memenangkan pemilu Eropa yang baru lalu dan kini mengendalikan pemerintahan Uni Eropa.


Gus Yahya menuturkan bahwa sebelum Pertemuan Komite Eksekutif digelar, ia dihubungi sekaligus dimintai pandangan tentang hal-hal penting yang perlu diangkat. Komite Eksekutif bahkan langsung meminta Gus Yahya untuk menyusun rancangan resolusi tersebut.

 


Ia menjelaskan bahwa resolusi untuk mempromosikan solidaritas dan saling menghormati di antara beragam masyarakat, budaya, dan bangsa di dunia itu diajukan sebagai usulan dari Komite Eksekutif CDI sendiri.


"Tapi setelah dinyatakan diterima, Sekretaris Jenderal CDI Antonio Isturiz White menyatakan ungkapan terima kasih kepada teman-teman kita dari Indonesia yang telah merancang resolusi ini,"


"Ini adalah perkembangan yang luar biasa penting bahwa kita berada pada momentum ketika masyarakat internasional semakin merasa membutuhkan inspirasi keadaban dari Indonesia," lanjutnya.


Ditegaskan Gus Yahya bahwa resolusi internasional itu, memuat jejak nyata dari idealisme keadaban bangsa Indonesia, yaitu Bhinneka Tunggal Ika. 


Pewarta: Fathoni Ahmad

Editor: Muchlishon