Syariah

Bulan Rajab dan Landasan Kebenaran Tawasul

Kam, 21 April 2016 | 03:00 WIB

Bulan Rajab dan Landasan Kebenaran Tawasul

Orang yang sudah wafat ratusan tahun itu masih bisa berbicara, berdialog aktif dengan orang yang masih hidup.

Bulan ini, mengingatkan saya pada dialog antara Nabi Besar Muhammad SAW yang masih hidup dengan Nabi Musa AS yang sudah wafat pada peristiwa Isra’ Mi’raj. Bahkan dialog ini sangat intensif dan serius. Betapa Shalat yang diwajibkan untuk yang pertama sekali adalah 50 kali dalam sehari, tapi berkat kekhawatiran Nabi Musa AS kepada umat Nabi Muhammad SAW atas ketidakmampuan mereka akan tanggung jawab itu, beliau menyarankan kepada Nabi Besar Muhammad SAW untuk memohon kepada Allah SWT guna memberikan “diskon”.

Allah SWT pun memberikan keringanan. Tidak serta merta langsung memberikannya dari 50 ke 5 waktu, tetapi dengan sedikit demi sedikit, dari dikurangi 5 waktu sampai akhirnya menjadi jumlah akhir 5 waktu. Semua itu adalah berkat kegigihan Nabi Musa AS memberikan masukan positif kepada Nabi Besar Muhammad SAW.

Dari kisah sahih di atas dapat diambil kesimpulan bahwa orang yang sudah wafat ratusan tahun itu masih bisa berbicara, berdialog aktif dengan orang yang masih hidup. Artinya, apabila kita berziarah kepada Nabi, wali dan ulama kemudian kita bertawasul kepada mereka, tentu mereka mendengar dan akan mendoakan kepada Sang Khaliq yang Maha Mendengar dan Maha Kuasa.

Tentang fakta bahwa orang mati bisa berdialog dengan yang orang masih hidup, bisa disimak dari hadits berikut:
 

عن أبى هريرة قال النبي صلى الله عليه وسلم : مَا مِنْ أَحَدٍ يُسَلِّمُ عَلَيَّ إِلاَّ رَدَّ اللهُ عَلَيَّ رُوحِي حَتَّى أَرُدَّ عَلَيْهِ السَّلاَمَ، أخرجه أبو داود : 2/218 ، رقم 2041 ، والبيهقى : 5/245 ، رقم 10050


Rasulullah SAW berdsabda,“Tidak ada salah seorang yang memberikan salam kepadaku, kecuali Allah mengembalikan ruhku, sehingga aku menjawab salam.” (HR Imam Dawud dan Baihaqi)

Dan hadits:

 

قال النبي صلى الله عليه وسلم : مَا مِنْ رَجُلٍ يَمُرُّ بِقَبْرِ الرَّجُلِ كَانَ يَعْرِفُهُ فِي الدُّنْيَا فَيُسَلِّمُ عَلَيْهِ إلَّا رَدَّ اللَّهُ رُوحَهُ حَتَّى يَرُدَّ عَلَيْهِ السَّلاَمَ


Nabi SAW bersabda, “Tidak ada salah seorang muslim yang lewat kuburan seseorang yang ia kenal di dunia, kemudian ia memberikan salam kepadanya, kecuali Allah mengembalikan ruhnya, sehingga ia menjawab salam.”

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam menanggapi hadits di atas (Majmu’ Fatawa: XXVII/395) mengatakan:

 

 

 

فَإِذَا كَانَ رَدُّ السَّلاَمِ مَوْجُودًا فِي عُمُوْمِ الْمُؤْمِنِينَ فَهُوَ فِي أَفْضَلِ الْخَلْقِ أَوْلَى


“Jika menjawab salam ada pada orang-orang mukmin awam, maka tentu itu lebih utama terhadap lebih utama-utamanya makhluq.”

Bagi yang ingin lebih detail mengetahui bahwa orang yang sudah meninggal dunia masih dapat mendengar, silakan membaca kitab Majmu’ Fatawa-nya Syaikh Ibnu Taimiyah atau Syaikh Ibnul Qoyyim Al-Jauziyah.

Dari semua itu tidak ada salahnya kita bertawassul kepada orang yang sudah berada di dalam kubur, apalagi mereka itu orang-orang pilihan Allah SWT, kekasih Allah SWT, bahkan pilihan-Nya yang terkasih junjungan Nabi Agung Muhammad SAW.

KH Muhammad Hanif Muslih, Pengasuh Pondok Pesantren Futuhiyyah Mranggen Demak


 

 

Baca teks lengkap wirid, tahlil, maulid, istighotsah, hizib, dan Al-Qur'an; dan nikmati fitur-fitur ibadah lainnya di NU Online Super App: s.id/nuonline (Android) dan s.id/nuonline_ios (iOS)