Syariah

Unsur Nyanyian, Rebana, dan Hiburan dalam Perayaan Maulid

Sel, 20 November 2018 | 08:00 WIB

Unsur Nyanyian, Rebana, dan Hiburan dalam Perayaan Maulid

(Foto ilustrasi: NU Online/Dok. PP Sirajut Tholibin Brabo)

Ada sebagian orang yang mengkritik peringatan Maulid Nabi sebab dalam praktiknya kadang mengandung unsur-unsur hiburan seperti nasyid yang diiringi rebana atau bahkan permainan dan senda gurau. Bagaimanakah ulama memandang fenomena ini?
 
Imam al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalani menjelaskan:
 
وأما ما يعمل فيه : فينبغي أن يقتصر فيه على ما يفهم به الشكر لله تعالى ، من نحو ما تقدم ذكره من التلاوة والإطعام والصدقة ، وإنشاد شيء من المدائح النبوية والزهدية المحركة للقلوب إلى فعل الخير والعمل للآخرة .وأما ما يتبع ذلك من السماع واللهو وغير ذلك : فينبغي أن يقال: ما كان من ذلك مباحا بحيث يقتضي السرور بذلك اليوم : لا بأس بإلحاقه به، وما كان حراما أو مكروها فيمنع، وكذا ما كان خلاف الأولى 
 
“Adapun apa yang dipraktekkan dalam peringatan Maulid maka seyogyanya terbatas pada apa yang menunjukkan rasa syukur kepada Allah Ta'ala semisal apa yang telah disebutkan sebelumnya berupa membaca al-Qur’an, memberi makan orang miskin, sedekah dan mendendangkan suatu puji-pujian untuk Nabi dan pujian yang mengajak pada kezuhudan yang menggerakkan hati untuk melakukan kebaikan dan amal akhirat. Adapun hal yang mengiringinya yang berupa mendengarkan nyanyian atau adanya senda gurau dan semacamnya maka seyogyanya dikatakan bahwa apa yang tergolong mubah yang sekiranya menunjukkan kebahagiaan di hari itu, maka tak mengapa disertakan dengan perayaan Maulid. Adapun sesuatu yang haram atau makruh, maka terlarang disertakan, demikian juga yang khilâf al-awla (berlawanan dengan cara yang disunnahkan).” (as-Suyuthi, al-Hâwî li al-Fatâwâ, juz I, halaman 229).
 
Dari keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa perayaan Maulid seyogianya hanya memuat konten yang jelas-jelas dianjurkan oleh syariat, semisal membaca al-Qur’an, bersedekah dan semacamnya. Juga dianggap baik membaca bait puji-pujian atas Nabi seperti kitab Maulid, Barzanji, Simtud Duror dan semacamnya yang telah mentradisi di Indonesia. Demikian juga tak mengapa bila Maulid Nabi dihiasi dengan acara-acara yang mubah yang tak mengotori keagungan peringatan maulid itu sendiri. Yang seyogianya dilarang adalah hal-hal yang jelas haram atau makruh. 
 

KH. Hasyim Asy’ari, ulama besar pakar hadits yang juga pendiri Nahdlatul Ulama ini, juga menerangkan keterangan yang senada dengan di atas. Dalam kitabnya yang berjudul at-Tanbîhâtal-Wâjibâtli Man Yashna’ Maulid Bial-Munkarât, beliau memberi catatan-catatan kritis bagi orang-orang yang mengisi perayaan maulid yang sangat mulia itu dengan kemungkaran. Beliau bercerita:
 
قد رأيت فى ليلة الاثنين الخامس والعشرين من شهر ربيع الاول من شهور السنة الخامسة والخمسين بعد الالف والثلاث مائة من الهحر اناسا من طلبة العلم فى بعض المعاهد الدينية يعملون الاجتماع باسم المولد وأحضروا لذلك الات الملاهىثم قرأوا يسيرا من القران والاخبار الواردة فى مبدأ أمر النبي صلى الله عليه وسلم وما وقع فى مولده من الاياتومابعده من سيره المباركات ثم شرعوا فى المنكرات مثل التضارب والتدافع ويسمى عندهم بفنجاأنوبوكسن وضرب الدفوف. كل ذلك بحضور نسوة أجنابيات قريبات منهم مشرفات عليهم والموسيقي وستريك واللعب بما يشبه القمار واجتماع الرجال والنساء مختلطات ومشرفات والرقص والاستغراق فى اللهو والضحك وارتفاع الصوت والصياح فى المسجد وحواليه فنهيتهم وانكرتهم عن تلك المنكرات فتفرقوا وانصرفوا.
 
“Saya pernah melihat pada malam senin tanggal 25 Rabi' ul-Awwal 1355 H di salah satu pesantren, sekumpulan santri yang mengadakan kumpulan dengan nama peringatan maulid. Di situ mereka menghadirkan alat-alat musik. Lalu, mereka membaca beberapa ayat Al-Qur'an, riwayat tentang perjalanan kehidupan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, yang penuh dengan keberkahan dari awal lahir dan sesudahnya.Setelah itu, mereka pun mengadakan kemungkaran, yaitu dengan menyelenggarakan permainan adu pukul yang mereka sebut pencak dan boxing, sambil memukul-mukul rebab. Acara itu pun dihadiri para perempuan yang juga menyaksikan pagelaran itu.Tidak saja itu, acara maulid itu pun diramaikan dengan musik, permainan setrik dan permain yang menyerupai perjudian. Laki-laki dan perempuan bercampur baur, berjoget dan larut dalam canda tawa serta diiringi suara keras dan teriakan-teriakan di dalam masjid dan sekitarnya.Melihat itu, saya larang mereka dan saya menolak tegas kegiatan itu. Mereka pun berpisah dan bubar.” (KH. Hasyim Asy’ari, at-Tanbîhâtal-Wâjibât li Man Yashna’ Maulid Bial-Munkarât, halaman 9-10).
 
Hadratussyekh Hasyim Asy’ari melarang hal-hal yang jelas haram seperti campur baur antara lelaki perempuan, berjoget, dan membuat kegaduhan di masjid seperti diceritakan di atas. Adapun pencak silat sebenarnya bukan hal yang terlarang pada hakikatnya, namun dianggap tak pantas dan tak sopan bila dilakukan di momen maulid apalagi bila disertai hal-hal yang haram tadi. Pelarangan beliau sesuai dengan instruksi Imam Ibnu Hajar sebelumnya untuk melarang juga hal-hal makruh dan khilâfal-awlâ. Selanjutnya, Hadratussyekh menjelaskan praktik Maulid Nabi yang disarankan para ulama, yaitu:
 
أن المولد الذي يستحبه الائمة هو إجتماع الناس وقرأة ما تيسر من القران ورواية الاخبار الواردة فى مبدأ امر النبي صلى الله عليه وسلم وما وقع فى حمله ومولده من إرهاصات وما بعده من سيره المباركات ثم يوضع لهم طعام يأكلونه وينصرفون. وان زادو على ذلك ضرب الدفوف مع مراعاة الادب فلا بأس بذلك
 
“Peringatan maulid yang disukai para imam (ulama besar) adalah berkumpulnya orang-orang di suatu majelis, lalu diperdengarkan sedikit bacaan Al-Qur'an dan riwayat tentang Nabi mulai dari kelahiran, perjuangannya dan perjalanan hidupnya yang penuh dengan berkah. Kemudian dihidangkan makanan kepada mereka agar para hadirin memakannya lalu bubar. Apabila di acara itumereka menambahkan memukul rebana dengan tetap menjaga adab, maka diperbolehkan.” (KH. Hasyim Asy’ari, at-Tanbîhâtal-Wâjibât li Man Yashna’ Maulid Bial-Munkarât, halaman 10-11)
 
Kesimpulannya, perayaan Maulid Nabi dianjurkan memuat hal yang nyata-nyata disunnahkan oleh syariat yang dapat menunjukkan rasa syukur pada Allah. Membumbui peringatan ini dengan hal-hal mubah semisal tabuhan rebana atau hiburan lain yang layak bagi momen ini juga tak dilarang. Yang dilarang adalah mengisinya dengan konten yang jelas-jelas haram atau tidak pantas. Wallahua'lam.
 
Abdul Wahab Ahmad, Wakil Katib PCNU Jember dan Peneliti di Aswaja NU Center Jember.