Warta

Al Zastrow : Saya ingin Lesbumi Kembalikan Ruh Kebudayaan Medium untuk Beragama

Jum, 1 Juli 2005 | 07:39 WIB

Jakarta, NU Online
Lembaga Seni dan Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi) merupakan lembaga dibawah NU yang sudah ada sejak lama. Dalam masa kejayaannya, beberapa seniman terkenal pada zaman Orde Lama menjadi anggotanya seperti Asrul Sani, Usmar Ismail, Jamaluddin Malik dan lainnya. Pada masa Orde Baru, lembaga ini vakum dan mulai diaktifkan pada periode kepengurusan PBNU 1999-2004.

Ketua baru Lesbumi Ngatawi al Zastrow mengungkapkan organisasi ini diharapkan bisa mengembalikan ruh kebudayaan sebagai medium beragama. “Selama ini agama kan kering karena sepi dari sentuhan kebudayaan sehingga agama menjadi sangar dan beku. Yang muncul hanya simbol dan kekerasan. Dia tidak punya kelenturan-kelenturan, sesuatu yang hidup, yang nyaman,” tandasnya (1/7).

<>

Agama sekarang terjebak dalam ritualisme, simbolisme dan formalisme. Dimensi-dimensi kebudayaan, kesenian sebagai pilar dari sikap kemanusiaan yang sebetulnya tak dapat dipisahkan dari agama itu hilang sehingga agama berjalan mengisi kemanusiaan tanpa ada sentuhan-sentuhan budaya sehingga kering, keras, dan kaku.

Dikatakannya bahwa seni dan budaya ini dapat menjadi alat untuk pengembangan sikap keberagamaan. Para wali merupakan contoh sukses besar proses pengagamaan masyarakat melalui media seni. “Mereka dengan kecerdikannya melakukan modifikasi di sana-sini sehingga wayang yang aslinya Hindu menjadi Islam. Uyon-uyon yang aslinya musik untuk persembahan para dewa bisa mengekspresikan sikap keberagamaan,” imbuhnya.

Untuk konteks saat ini yang berkembang adalah AFI, dangdut dan sejenisnya. Untuk media syiar Sastro mengungkapkan perlunya dilakukan semacam rekonstruksi seni budaya yang m bisa menyuarakan spiritualisme agama. Salah satu contohnya adalah lirik lagu dari Soneta Group yang banyak bernuansa keagamaan.

“Lagu-lagu yang kita pilih syairnya yang tidak asal sekedar goyang seperti syair Soneta Group yang mendidik. Asal kita tampilkan dengan elegan. Baik dengan tata musik, tata cahaya, tata panggungnya sama dengan mereka. Itu dikomersilkan dan rakyat juga mau nonton,” ujar ketua kelompok musik Ki Ageng Ganjur tersebut.

Agar seni bisa diterima, perlu dilakukan satu pengemasan baru sehingga menarik bagi penonton. Misalnya hadrah, asal ditawarkan dengan baik, dikemas dengan cantik dan ditawarkan di pasar, pasti bisa diterima. Dari pengalamannya konser dangdut, tapi yang tidak goyang laku juga. Ketika konser diberbagai tempat penontonnya tak kurang dari 20 ribu dengan kemasan yang saya sebut “Islami”.

Dewan Kebudayaan

Untuk mengefektifkan Lesbumi nantinya akan dibentuk dewan kebudayaan yang berisi para budayawan, pemikir, intelektual yang memiliki konsen terhadap masalah kebudayaan Indonesia. Yang kedua juga seniman dalam segala bentuknya.

“Kita ingin memberikan peran, atau ingin memfasilitasi kesenian yang sifatnya menumbuhkan kreatifitas masyarakat, maka program kita pertama adalah melakukan dokumentasi terhadap kesenian masyarakat, bahkan yang langka dan hampir hilang,” tegasnya.

Sementara itu untuk proses konsolidasi kelembagaan. ditargetkan tahun ini berdiri cabang dan wilayah seluruh Jawa, syukur-syukur di Sumatra.(mkf)