Warta

Bahtsul Masail Antar Pesantren Bahas Etika Demonstrasi

Jum, 4 Juni 2010 | 10:10 WIB

Kediri, NU Online
Forum Musyawarah Pondok Pesantren (FMPP) putra Se-Jawa-Madura pada Rabu-Kamis (2-3/6) kemarin menggelar bahtsul masail atau pembahasan masalah keagamaan di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri. Salah satu tema yang dibahas adalah tentang etika berdemonstrasi.

Dinyatakan bahwa demonstrasi damai adalah aktifitas legal untuk mengkritik kebijakan pemerintah yang dinilai tidak populer guna menyuarakan aspirasi rakyat. Namun sejauh manakah Islam mengatur etika kepatutannya?<>

Demontrasi sebagai sarana atau media ber-amar ma’ruf nahi mungkar atau menyampaikan tuntutan dan aspirasi memang pada umumnya berpotensi menimbulkan penghinaan dan lai-lain yang dapat menjatuhkan kewibawaan pemerintah. Maka seharusnya hal itu tidak perlu dilakukan, demikian hasil keputusan bahtsul masail ini.

Demontrasi harus dilakukan dengan cara-cara yang lebih santun dan memenuhi kepatutan dalam dua hal. Pertama terkait kepatutan substansi. Misalnya terjadi penyimpangan dari aturan syari’at atau peraturan yang berlaku atau disepakati, atau hal yang di tuntut dan diaspirasikan sudah menjadi keniscayaan untuk dilaksanakan.

Kedua terkait kepatutan cara, misalnya diyakini (dhon qowy) sebagai alternatif terakhir atau paling efektif dalam menyampaikan aspirasi dan dilakukan oleh pendemo yang berkompeten dalam permasalahan yang sedang didemokan.

Direkomendasikan agar aksi demonstrasi tetap menjaga kemaslahatan dan ketertiban umum, tidak berpotensi menimbulkan tindakan anarkis, dan tidak dilakukan dengan perkataan, perbuatan dan simbol-simbol lain yang mengarah pada pelecehan atau penghinaan.

Hasil bahtsul masil juga menyatakan tidak sepakat dengan aksi demontrasi beberapa waktu lalu yang menggunakan kerbau atau menginjak-injak photo presiden. Demonstrasi dengan cara-cara tersebut dipahami sebagai bentuk penghinaan (ihanah) kepada presiden sebagai pemimpin negara. Demikian hasil bahtsul masail yang diterima redaksi NU Online. (nam)