Warta 7 HARI MBAH DUR

Gus Mus: Kita Semua Perlu Revolusi Mental

Rab, 2 Februari 2011 | 04:46 WIB

Magelang, NU Online
Ribuan santri dan masyarakat Magelang serta kota-kota sekitarnya hadir dalam peringatah tujuh hari meninggalnya KH Abdurahman Chudlori, di Pondok Pesantren Asrama Perguruan Islam (API), Tegalrejo, Magelang, Senin malam (31/1).Kursi yang disediakan tak muat menampung ribuan orang, ratusan orang lainnya duduk lesehan di sepanjang jalan Magelang-Salatiga. 

Wakil Rais Aam PBNU KH Ahmad Mustofa Bisri atau Gus Mus yang hadir sebagai penceramah mengatakan, reformasi politik ekonomi sosial budaya di negeri ini telah gagal. Maka harus ada perubahan cara pandang masyarakat dan sudah saatnya ada revolusi mental.
/>
"Mental politisi yang ditularkan pada masyarakat sudah terbentuk atas dasar kapitalisme, segala sesuatu dinilai uang. Mulai dari pejabat tinggi hingga modin semuanya mata duitan," kata Gus Mus seperti dilaporkan Sholahudin Alahmed dari Magelang.

Dia memberi contoh, sekarang panjang pendeknya doa seorang kaum didasarkan atas siapa yang mengundang. Kalau yang mengundang orang kaya doanya panjang, jika yang mengundang orang miskin doanya pendek.

"Kalau tidak mata duitan, Gayus tak mungkin terbang ke Bali melihat tenis, dan plesiran ke berbagai negara. Yang menjaga gayus ternyata mata duitan,’’ katanya.

Negara ini, menurutnya, sistem ekonomi yang dikembangkan adalah kapitalisme. Kemudian itu juga yang mendidik masyarakat memiliki pola pikir bahwa uang adalah segala-galanya. Ini terjadi dari masa Orde Baru dan dikuatkan rezim sekarang.

Kalau tidak melakukan revolusi mental, masyarakat kita sakit semua. Pertengkaran antara sesama manusia termasuk juga politik ujung-ujungnya adalah soal uang dan tawar menawar,’’katanya.

Revolusi mental itu, lanjut dia, dilakukan dengan cara meneladani kehidupan muassis API al-Maghfurlah KH Chudlori. Sebagai seorang kiai tinggal desa dan hidu dalam sederhana.

"Jika memang tak kuat melakukan zuhud (meninggalkan urusan keduniaan, red), hiduplah dengan cara sederhana saja. Jangan terlalu konsumtif, berani tirakat seperti KH Chudlori,’’katanya.

"orang-orang kota sekali makan menghabiskan uang jutaan rupiah. Tapi mereka itu ternyata banyak penyakitnya. Berbeda dengan kehidupan petani desa zaman dahulu yang hanya makan nasi dan ikan asin, sehat, berkah dan berumur panjang," lanjutnya memberi contoh.

"Dalam kehidupan pedesaan ada nilai gotong-royong, kesederhanaan dan persahabatan. Nilai-nilai kearifan itu telah luntur dan kehidupan sekarang berganti cara pandangnya menilai segala sesuatu dengan uang,’’ujarnya.

KH Chudlori, lanjut dia, juga berhasil membangun peradaban Islam ala pedesaan dan mampu menerjemahkan Islam Rahmatan lil Alamin. Kiai yang tak alergi dengan jatilan dan topeng ireng, karena telah memahami ajaran yang dibawa Rasulullah.

"Kiai yang bisa mengayomi seluruh lapisan masyarakat dan menebarkan kedamaian berusaha meniru tingkah laku Rasulullah. Sekarang ini banyak orang yang meniru Rasulullah hanya jenggotnya saja, tapi kelakuannya menebar kebencian," katanya. 

Sebelum taushiyah, digelar acara tahlil yang dipimpin KH Abdul Jamil dari Wonosobo. Pengasuh Pondok Pesantren API, KH Muhammad Yusuf Chudlori, sebagai wakil keluarga dalam sambutannya memohon doa kepada masyarakat agar keluarga yang ditinggalkan bisa meneruskan perjuangan KH Chudlori, KH Ahmad Muhammad (Gus Muh) dan KH Abdurahman Chudlori. Hadir pula Muhaimin Iskandar dan Helmy Faisal dari PKB.

"Semoga API tetap memberikan kemaslahatan umat dan memberikan manfaat bagi masyarakat,’’ kata Gus Yus (sa/hh)