Warta

Iran Akui Pemerintah Transisi Irak

NU Online  ·  Senin, 17 November 2003 | 23:27 WIB

Teheran, NU.Online
Presiden Iran Mohammad Khatami untuk pertama kalinya Senin mengakui Dewan Pemerintah Irak yang didukung AS, setelah pertemuan dengan Jalal Talabani, pemimpin Kurdi Irak dan pemerintah sementara tersebut.

"Kami mengakui Dewan Pemerintah Irak dan kami yakin mereka mampu, bersama rakyat Irak, menangani permasalahan negara dan mengambil langkah-langkah ke arah kemerdekaan," kata Khatami dalam sebuah pernyataan yang disiarkan kantor berita mahasiswa ISNA.

<>

Sebelumnya, Republik Islam Iran hanya mempertimbangkan secara resmi dewan itu sebagai "langkah" ke arah pengembalian kekuasaan ke tangan orang Irak dan menolak mengakui pemerintah yang dibentuk pasukan pendudukan asing.

Pernyataan Khatami itu disampaikan setelah upaya-upaya meningkat Washington untuk menyerahkan kekuasaan di Baghdad kepada orang Irak di tengah memburuknya keamanan dan meningkatnya kematian di kalangan prajurit AS.

Dewan Pemerintah Irak mengumumkan, Sabtu, sebuah pemerintah baru akan dipilih dan konstitusi akan dirancang sebelum akhir 2005.Menurut kesepakatan antara dewan itu dan utusan AS untuk Irak, Paul Bremer, pemerintah sementara Irak akan dibentuk pada Juni mendatang. Pemerintah itu akan dipilih oleh sebuah dewan peralihan yang akan dipilih pada akhir Mei.

Talabani, yang memimpin delegasi tingkat tinggi yang mencakup tujuh menteri dan 10 anggota Dewan Pemerintah, telah menyatakan, kunjungan dua harinya ke Iran bertujuan mendorong hubungan bilateral dan juga akan membahas masalah keamanan.

Hubungan antara Iran dan Irak, yang beperang selama delapan tahun sampai 1988, lambat-laun membaik sejak pasukan koalisi pimpinan AS menggulingkan rejim Presiden Saddam Hussein pada April lalu.

Uni Patriotik Kurdistan kubu Talabani juga memperoleh dukungan utama dari Iran selama perjuangannya melawan Saddam, namun dalam beberapa tahun terakhir mereka semakin dekat dengan Washington. Meski demikian, tuduhan-tuduhan AS dan Inggris bahwa Iran campur tangan di Irak pasca perang, terus menghantui kedua negara yang bertetangga itu. (Ant/Afp/cih)***