Risalah Redaksi

Peneguhan Kembali Politik Moral NU

Ahad, 28 November 2004 | 08:11 WIB

Dalam mengatasi krisis keorganisasian yang dihadapi NU di tengah kancah perpolitikan nasional yang sedang goncang saat ini, maka solusi yang ditawarkan oleh Rois Amm dalam pidato iftitahnya untuk kembali menegaskan gerakan politik moral NU adalah sebuah langkah yang sangat tepat dan sekaligus relevan untuk saat ini. Suatu solusi yang sangat ditunggu dan sangat diharapkan, muncul dari seorang pemimpin tertinggi NU dalam mengemudikan organisasi ulama ini di tengah gelombang politik dan badai kekuasan yang berhembus hebat saat ini.

Sebagaimana diingatkan oleh Rais Aam bahwa bagaimanapun kuatnya gempuran dari luar semua bisa dibendung bahkan bisa diatasi asal warga NU mau  berpegang teguh pada prinsip-prinsip khittah. Kekurangteguhan dang kekurangpahaman terhadap nilai dasar NU baik yang dituangkan dalam khittah maupun Qonun Asasi itu membuat  NU limbung dalam menghadapi topan politik, sehingga NU secara kelembagaan terseret arus akhirnya tercampur aduk  dengan urusan politik  sehingga kalau terus dibiarkan lambat laun NU kehilangin visi dan orientasi  kejamiyahannya. Arah ini yang selalu dijaga oleh segenap jajaran pengurus PBNU syuriyah dan tanfidziyah.  

<>

Apa yang disebut khittah sebenarnya bukan sekadar pro-politik atau anti-politik, tetapi lebih pada kuatnya integritas moral dan kuatnya penguasan ilmu serta besarnya amal sosial, apabila kesemuanya itu dikerjakan dengan kesungguhan sesuai dengan mabadi khaira ummah (prinsip opengembangan umat) maka akan membawa perubahan social yang mendasar sehingga imbasnya akan melahirkan kekuatan politik, sebagai kekuatan moral. Sayangnya justeru hal itu yang pudar dari NU selama ini, bukan oleh politisasi, tetapi lebih oleh pragmatisasi dan materialisasi. Derasnya arus pragmatisme  dan materialisme  telah menghilangkan nilai-nilai moral, sedikitnya pengetahuan membuat tidak jelasnya langkah  dan tujuan. Demikian juga hilangnya semangat pengabdian , karena kuatnya keinginan mencari keuntungan dari organisasi, maka hilang pula rasa pengabdian pada organisasi dan masyarakat.

Penegasan kembali pada politik moral sebagaimana diserukan oleh Rais Aam sebenarnya secara umum merupakan ajakan pada warga Nahdliyin pada  penguatan moralitas warga, sehingga kaum Nahdliyin kembali mampu menghayati dan mengamalkan moralitas keNUan dalam segala aspek kehidupan, yang diwarnai dengan pola hidup sederhana ditengah kehidupan yang rakus dan serba duniawi. Menjujung nilai kejujuran di tengah suasana yang penuh dengan manipulasi, menegakkan rinsip keadilan di tengah masyarakat yang timpang, baik dalam kehidupan sosial dan politik. Dalam arti itulah politik warga NU dijalankan sebagai sarana penegakan moral.

Penegakan politik moral ini mempunyai dua alasan yang sangat penting yaitu untuk memperkuat politik kebangsaan dan politik kerakyatan, karena menurut penilaian Kiai Sahal, gerakan poltik praktis telah merusak visi kebangsaan dan gerakan kerakyatan NU. Bisa kita saksikan saat ini maraknya politik berdasarkan agama atau etnis tertentu, juga, hilangnya integritas nasional, sehingga kita tunduk pada kemauan bangsa lain, menjadi bangsa terjajah. Demikian juga berbagai undang undang dan kebijakan yang menggusur hak-hak rakyat dibiarkan berlalu tanpa mendapat pembelaan dari NU, padahal sebagian mereka warga NU. Persoalan itulah yang menjadi kegelisahan Rois Aam, oleh karenanya politik moral perlu ditegakkan untuk meneguhkan orientasi kebangsaan dan gerakan kerakyatan   (munim dz)***