Daerah

Di Akhirat Ingin Beruntung? Jaga Hubungan Baik dengan Sesama

Sel, 11 Juni 2019 | 02:00 WIB

Mojokerto, NU Online
Banyaknya kebaikan yang dapat dilakukan selama Ramadhan hendaknya terus dipertahankan bahkan ditingkatkan kualitas dan kuantitasnya. Pada saat yang bersamaan, juga hendaknya menghindari sifat yang merugikan kalangan lain. Sebab hal itu akan merugikan di hari akhir kelak.

Peringatan ini disampaikan Ustadz Nur Rohmad dalam sebuah majlis di kawasan Mojokerto, Jawa Timur, Selasa (11/6).  Bahkan mereka yang memiliki amal berlimpah, bisa menjadi orang yang bangkrut dan merugi.

“Dalam hadits Shahih riwayat al-Bukhari Muslim dan lainnya bahwa Sahabat Abu Hurairah menjelaskan orang yang bangkrut dan merugi adalah mereka yang datang pada hari kiamat kelak dengan membawa pahala shalat, puasa, zakat dan ibadah-ibadah lainnya,” kata Pengurus Wilayah Aswaja NU Center Jawa Timur ini. 

Namun apakah mereka kemudian mendapatkan kesempatan dan keleluasaan masuk surga? Ternyata tidak. 
“Karena sewaktu hidup di dunia, yang bersangkutan banyak berbuat dzhalim pada saudara-saudaranya sesama Muslim,” sergahnya. 

Apa saja kegiatan buruk yang dilakukan? “Ia banyak mencaci orang lain, menuduh zina seseorang yang tidak pernah berbuat zina, memakan harta orang lain dengan batil, menumpahkan darah seseorang, memukul orang lain, dan berbagai kezhaliman yang lain,” jelas Ustadz Nur Rohmad.

Maka pahala kebaikan yang telah demikian banyak dilakukan akan diambil seukuran dengan kadar kezhaliman yang dilakukan. “Pada saat itu kebaikan diberikan kepada orang-orang yang pernah dizhalimi,” urainya. 

Bagaimana kalau ternyata kebaikannya telah habis lantaran diberikan kepada orang yang didzalimi? “Apabila seluruh pahala kebaikannya telah habis, sedangkan ia masih memiliki tanggungan kedzhaliman pada orang lain, maka dosa-dosa orang-orang yang pernah ia dzhalimi akan diambil dan ditimpakan kepadanya,” ungkapnya.

Di penghujung penjelasannya, Ustadz Nur Rohmad menekankan untuk ekstra hati-hati, terutama di era kemudahan bermedia sosial. Karena hakikat orang yang nantinya beruntung bukan semata dilihat dari banyaknya kebaikan yang dilakukan.

“Dengan demikian, orang shalih dan akan beruntung kelak di akhirat adalah seorang Muslim yang tidak hanya memenuhi hak-hak Allah, tapi ia juga mampu menjaga hubungan baik dengan sesama hamba dan memenuhi hak-hak mereka,” pungkasnya. (Ibnu Nawawi)