Muludan di Buntet Pesantren, dari Marhabanan hingga Genjringan
Kam, 28 September 2023 | 14:00 WIB
KH Tajuddin Zen saat memimpin Marhabanan Maulid Nabi Muhammad saw 1445 H di Masjid Agung Buntet Pesantren, Rabu (28/9/2023). (Foto: tangkapan layar Youtube Buntet Pesantren)
Muhammad Syakir NF
Penulis
Cirebon, NU Online
Pondok Buntet Pesantren memperingati Maulid Nabi Muhammad saw saban tanggal 12 Rabiul Awwal. Hal ini dilakukan pada Rabu (27/9/2023) malam selepas Isya di Masjid Agung Buntet Pesantren, Cirebon, Jawa Barat.
Para kiai, santri, dan masyarakat memenuhi masjid dan halaman di sekitarnya. Mereka khusyuk dalam senandung pujian untuk Nabi, bershalawat untuk Nabi seraya mensyukuri kelahiran sang rahmat bagi alam raya ini.
Lantunan shalawat ini dipandu oleh tujuh kiai, yakni KH Tajuddin Zen, KH Imron Rosyadi, KH Ahmad Saefi Izza, KH Mohammad Farid NZ, KH Anas Asaz, K Aris Abdul Haq, dan K Jamaluddin Husein. Sebelumnya, dibacakan tawassul terlebih dahulu oleh KH Hasanuddin Kriyani.
Masyarakat Buntet Pesantren menyebut tradisi ini sebagai Muludan, yaitu merayakan atau memperingati kelahiran Nabi Muhammad saw. Muludan ini diisi dengan marhabanan. Istilah ini dipakai karena dalam bacaannya, sering diucapkan kata marhaban yang berarti selamat datang, menyambut kehadiran Nabi Muhammad saw.
Adapun teks yang dibaca adalah kitab Maulid al-Barzanji karya Syekh Ja'far al-Barzanji. Selain rawi, atau kisah kehidupan Nabi yang dibaca secara bergantian oleh para kiai yang disebut di atas, juga dibacakan syair-syair pujian untuk Nabi yang tercakup dalam Maulid Syaraful Anam.
Namun, Pondok Buntet Pesantren memiliki lagunya tersendiri dalam melantunkan syair-syair tersebut. Lagu ini tidak banyak digunakan di luar Buntet Pesantren kecuali desa-desa sekitar.
Selepas marhabanan, seluruh kiai dan masyarakat akan menikmati hidangan yang mereka buat sendiri. Para santri dan anak-anak kecil warga sekitar juga menikmati nasi bungkus yang masyarakat sudah siapkan.
Kemudian, kegiatan dilanjutkan dengan pembacaan shalawat yang diiringi dengan tabuhan genjring. Kegiatan ini diikuti oleh kelompok penabuh genjring dan pembaca shalawat. Penabuh genjring ini bukan hanya masyarakat, tetapi kiai juga turut terlibat. Genjringan ini berlangsung sampai tengah malam.
Tradisi marhabanan dan genjringan ini sudah berlangsung sejak dahulu. Sampai sekarang, tradisi ini tetap dilestarikan oleh Pondok Buntet Pesantren.
Terpopuler
1
Cara Masuk Raudhah Secara Berkelompok dengan Aturan Baru
2
Kronologi Kecelakaan Maut Kereta Api Vs Kijang Rombongan Keluarga Pesantren Sidogiri
3
Berdiri Pesantren NU Pertama di Jepang, Peresmiannya Diisi PD-PKPNU
4
Cara Nonton Pertandingan Timnas Indonesia Vs Guinea Gratis di FIFA+
5
Fatayat NU: Kaderisasi Harus Diperkuat untuk Hidupkan Semangat Berorganisasi
6
Innalillahi, Wakil Ketua Lesbumi 2017-2022 dan Seniman Wayang Wolak Walik Juma’ali Wafat
Terkini
Lihat Semua