Internasional

Mahar Jadi Masalah Serius dalam Pernikahan di India

Kam, 5 September 2013 | 04:41 WIB

Jakarta, NU Online
Muslim harus menggunakan ajaran Islam dan menghindari sistem mahar, sebagaimana diungkapkan oleh seorang pakar India di Saudi Arabia mensikapi laporan laporan meningkatnya kekerasan domestik di negara mereka akibat memburuknya perselisihan pembayaran mahar. Di India, mahar dibayarkan oleh pengantin perempuan kepada pengantin laki-laki.
<>
Aktifis hak-hak perempuan, pada Selasa, menunjukkan data statistik dari National Crime Records Bureau, yang menunjukkan sebanyak 8,233 perempuan India meninggal di tangan keluarga suaminya karena perselisihan pembayaran uang mahar. Satu orang perempuan dibunuh tiap jamnya.

Aleem Khan Falki, seorang aktifis yang melakukan kampanye penolakan pelarangan mahar dan pendiri Socio Reform Society Jeddah, mengatakan kepada Arab News, Selasa mengatakan bahwa mahar merupakan “kejahatan sosial”yang saat ini mempengaruhi nilai-nilai moral, ekonomi dan, sosial di India.

“Statistik NCRB mengherankan dunia. Dalam dunia yang sudah jamak dengan pendidikan dan teknologi, India masih merupakan negara biadab yang membunuh setiap perempuan dalam satu jamnya?” katanya.

Permintaan mahar terus terjadi bertahun-tahun setelah pernikahan. Ribuan perempuan muda dibakar sampai mati dengan disiram bensin karena suami atau keluarganya berpendapat uang maharnya tidak cukup.

“Pengaruh lebih buruk adalah orang tua harus menggunakan seluruh simpanan mereka untuk mahar anak perempuan mereka dan tidak meninggalkan apa-apa untuk anak laki-lakinya,” kata Falki. “Anak laki-laki tidak memiliki pilihan lain, kecuali menjalankan pekerjaan kasar seperti sopir, buruh, cleaning service atau pelayan restoran,”

Hukum di India melarang tradisi lama tersebut, tetapi praktek tersebut masih berjalan dan 32 persen tuntutan kriminal terkait dengan perselisihan uang mahar ini.

Satu kelompok yang menamakan kampanye "50 Million Missing" mengeluhkan bahwa sistem mahar di India menjadi penyebab kriminal nomor satu melalui pemerasan, kekerasan, penyiksaan, dan pembunuhan di India atas perempuan.

“Setiap laki-laki yang lahir dalam keluarga disambut dengan gembira layaknya ‘angsa bertelur emas’ yang akan menghasilkan kekayaan bagi keluarga melalui mahar yang mereka minta dalam pernikahan. Karena itu, mereka menginginkan banyak anak laki-laki. Tidak ada akhir dari permintaan harga bahkan setelah pernikahan, dan jika perempuan terbunuh, laki-lakinya dapat menikah kembali, untuk mendapatkan mahar! Mengapa dibunuh, tidak dicerai saja karena jika di cerai, pihak perempuan dan keluarganya akan meminta uang mahar mereka dikembalikan.

“Keluarga yang menimbun harta mahar, juga cenderung tidak ingin membayar mahar kepada keluarga lain. Karena ini, mereka akan melakukan aborsi selektif, pembunuhan bayi dan anak perempuan secara sengaja,” 

Abdul Raouf, seorang Indian yang bekerja di Jeddah, mengatakan mahar bagi laki-laki hukumnya haram atau dilarang dalam Islam dan tidak ada perselisihan jika semua muslim mengikuti aturan.

“Sistem mahar menjadi masalah besar bagi semua orang dalam semua agama,” katanya. Dalam Islam, hal ini tidak diizinkan menurut syariah, tetapi orang di India dan negara ketika lainnya masih menjalankan tradisi ini.

Dr Sayeed Haroon, seorang konsultan di Jeddah mengatakan, sistem mahar akan tetap berjalan, kecuali para pemimpin agama dan tokoh masyarakat menyadari bahayanya sistem ini. 

“Ini bukan hanya masalah bagi umat Islam, tetapi juga semua agama di India,” kata Haroon. Dalam agama kita, perkawinan yang sederhana merupakan praktek terbaik yang sesuai dengan Al-Qur’an and Sunnah, tetapi orang-orang menggunakan pendekatan lain. Karena itu, banyak gadis yang terpaksa tinggal di rumah, dan tidak bisa menikah,” katanya. (Mukafi Niam)