Nasional

Gus Nadir: Nawaning Nusantara Harus Kokoh Spiritual, Mapan Intelektual

Ahad, 28 Agustus 2022 | 10:30 WIB

Gus Nadir: Nawaning Nusantara Harus Kokoh Spiritual, Mapan Intelektual

Rais Syuriyah PCINU Australia-Selandia Baru, Prof Nadirsyah Hosen (Gus Nadir) saat menghadiri Halaqah Nasional Nawaning Nusantara di Surabaya. (Foto: YouTube Progresif TV)

Jakarta, NU Online
Rais Syuriyah Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Australia-Selandia Baru, Prof Nadirsyah Hosen (Gus Nadir), menuturkan bahwa Nawaning (para Ning) Nusantara harus kokoh secara spiritual dan mapan secara intelektual dengan cara melakukan tiga hal.


“Pertama, secara spiritual para nawaning harus memiliki contoh ke belakang. Sehingga kalau dikatakan ulama adalah pewaris Nabi, maka nawaning adalah pewaris istri Nabi dan keluarga Nabi,” tutur Gus Nadir dalam Halaqah Nasional Nawaning Nusantara yang digelar di Surabaya dan disiarkan langsung YouTube Progresif TV, Sabtu (27/9/2022).


Menurut Gus Nadir, nawaning harus memiliki koneksi spiritual dengan para istri Nabi dan putrinya. Oleh karena itu, sebaiknya selalu bertawasul kepada mereka.


“Saya teringat Mbah Maimoen Zubair Sarang itu senang sekali dengan Siti Khodijah (istri Nabi Muhammad saw), sehingga beliau punya qasidahnya. Beliau saja punya koneksi spiritual dengan Siti Khodijah,” paparnya.


Gus Nadir menambahkan, nawaning perlu mencari sosok istri idaman nabi ataupun putri kesayangan nabi. Selain itu, ada banyak tokoh ulama perempuan yang luar biasa dalam sejarah. Kedua, nawaning perlu memiliki peran internasional agar dunia juga mengenal Islam melalui nawaning.


“Bisa dengan cara tampil di media internasional untuk mewarnai dunia muslim di level internasional. Kalau cuma lokal maka gerakan nawaning ini terlihat begitu kecil. Karena nawaning sebenarnya bukan orang sembarangan, maka gerakan ini memiliki subjek yang eksklusif tapi objek yang inklusif,” ujarnya.


Gus Nadir mengungkapkan bahwa dari awal peran perempuan sangatlah luar biasa. Namun, sayangnya ada banyak lelaki yang meragukan peran perempuan sehingga seolah ingin dipinggirkan.


Ketiga, kata Gus Nadir, nawaning perlu berkiprah di platform digital yang sebenarnya tidak hanya berkutat pada media sosial saja, namun juga aplikasi, film, ataupun game.


“Mungkin banyak orang tua yang protes anaknya terlalu sering bermain game. Nah, sekarang bagaimana kita bisa membuat game itu menjadi nuansa yang Islami. Ini menjadi tantangan kita semua,” tandasnya.


Gus Nadir menambahkan, nawaning dapat juga memanfaatkan media sosial dengan cara menulis maksimal 10-12 paragraf tentang suatu keilmuan. Namun, agar menginspirasi perlu memaksimalkan isinya agar tetap berkualitas.


“Perlu diingat jika hadir di media sosial nawaning harus kuat dengan bullying. Saya selalu percaya bahwa kehormatan tidak diraih dari kata-kata orang. Tapi, dari diri kita sendiri. Sehingga akhirnya tidak ambil pusing ketika dikomentari oleh orang lain, bisa juga dengan dicaci maki akan menggugurkan dosa,” pungkasnya.


Kontributor: Afina Izzati
Editor: Musthofa Asrori