Warta

NU Berbasis Masjid Cegah Pengambilalihan Masjid NU

Kam, 1 Maret 2007 | 12:01 WIB

Jakarta, NU Online
Kegelisahan warga NU akibat banyaknya masjid-masjid yang menjalankan tradisi NU yang direbut oleh kelompok lain bisa diatasi dengan membentuk kepengurusan Kelompok Anak Ranting (KAR) yang berbasis di masjid dan musholla.

Ketua PBNU Masdar F. Mas’udi menjelaskan pembentukan KAR ini berbasis di masjid dan musholla karena disitulah ummat berkumpul, bukan didasarkan pada struktur pemerintahan seperti RT atau RW.

<>

“Kalau masjid NU ramai, maka kegelisahan mesjid kita di ambil orang, itu bisa dinetralisir, tidak mungkin kalau di setiap masjid ada aktifitas NU, orang berani menganggu masjid kita disamping kita memperkuat organisasi sampai ke basis,” tandasnya kepada NU Online beberapa waktu lalu.

Pembentukan KAR di tingkat masjid yang sekaligus berfungsi sebagai kantornya akan menyebabkan para pengurus semakin aktif berada di masjid. Para pengurus yang sebelumnya jarang akan semakin aktif. “Masak menjadi pengurus NU tak mau ke masjid. Mereka akan berfikiran seperti itu,” tuturnya.

Menurut direktur Pusat Pengkajian dan Pengembangan Pesantren (P3M) ini, sekitar 80 persen masjid yang ada di Indonesia secara kultural masjid menjalankan tradisi NU. “Mereka adalah potensi dari jamaah NU, tinggal menjamiyahhkan, tidak sekedar kultural, ini yang dilakukan oleh Mbah Hasyim. Bagaimana meng-NU-kan secara organisatoris NU kultural yang sudah ada ratusan tahun yang lalu,” imbuhnya.

Pembentukan Kelompok Anak Ranting (KAR) ini sudah diatur oleh Anggaran Rumah Tangga (ART NU) di pasal 14 ayat 4 yang berbunyi “Untuk efektifitas organisasi dan pengembangan anggota, dapat dibentuk Kelompok Anak Ranting (KAR). Setiap KAR sedikitnya terdiri dari (10) sepuluh orang anggota.

Secara organisatoris, pembentukan KAR ini akan semakin meningkatkan efektifitas organisasi. Masdar mengibaratkan NU seperti pohon. mulai dari daunnya atau atau pusatnya yang terlihat dimana-mana sampai dengan akarnya bukan saja akar tunjang, yang dapat dikatakan sebagai MWC atau rantingnya, tetapi akar serabutnya yang dapat disepadankan dengan anak ranting.

“Inilah yang paling menghujam ke bumi. Inilah yang paling menyerap nutrisi. Ini seperti dikatakan dalam al Qur’an “akarnya merasuk dalam bumi, cabangnya menjulang tinggi ke langit dan terus menerus memberikan buah karena menyerap nutrisi dari ummat,” imbuhnya.
 
Kelompok anak ranting kepengurusannya seperti yang lain yang mencakup syuriah dan tanfidziyah. Warga masyarakat bisa ketemu dengan pengurus NU kapan saja terutama habis waktu sholat. “ Jadi bisa diomong, “tadi habis subuh saya ketemu rais syuriah, tadi saya habis berdiskusi dengan ketua tanfidziyah”, sekarang ini kalau mau ketemu dengan rais syuriah kan seperti sepertinya melangit. Kalau ini terjadi, baru dikatakan sebagai organisasi yang betul-betul kuat. Dan ini sekali lagi hanya NU yang bisa melakukan.” katanya. (mkf)