Temanggung, NU Online
Akademisi khususnya dari kalangan kampus Nahdlatul Ulama hendaknya memiliki ujung tombak bagi pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni atau Ipteks. Hal itu juga disesuaikan dengan bidang ilmu masing-masing.
Hal tersebut mengemuka pada Seminar Nasional dan Call for Paper Lembaga Bahasa Sekolah Tinggi Agama Islam Nahdlatul Ulama (STAINU) Temanggung, Jawa Tengah.
Kegiatan bertajuk Peran Akademisi di Era Revolusi Industri 4.0 dalam Mengembangkan Ipteks tersebut berlangsung di aula kampus setempat, Sabtu (6/4). Narasumber yang dihadirkan adalah dosen politik Islam ilmu politik pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Hasse J dan Rochmad dari Universitas Negeri Semarang.
Menurut Hasse, perkembangan era revolusi industri 4.0 begitu pesat, dan mencerabut kehidupan termasuk agama dan nilai luhur yang diwariskan ulama.
"Seolah dunia virtual telah menggantikan peran agama. Jika dulu orang ada orang mati ya datang takziah, sekarang cukup kirim gambar tanda duka,” katanya. Keadaan ini harus dijawab dan diantisipasi agar agama tidak ditinggalkan generasi milenial, lanjut alumni Center for Religious and Cross-cultural Studies (CRCS) Sekolah Pascasarjana UGM tersebut.
Pihaknya berharap, akademisi perlu melakukan inovasi terutama dalam mempertahankan nilai agama karena saat ini eranya adalah pos truth bahwa antara yang hoaks dengan benar beda tipis.
"Kita perlu bekerja kolektif, baik melalui pengembangan Ipteks maupun inovasi dalam mempertahankan nilai agama," beber pria kelahiran Bolabulu, Sidrap 09 September 1976 tersebut.
Dalam menjawab era pos truth ini, akademisi harus mengomparasikan agama dan teknologi. Sebab, kata dia, saat ini agama dan teknologi sangat berpotensi dijadikan propaganda asing khususnya penyebaran fitnah, ujaran kebencian, bahkan radikalisme.
Sementara itu, dosen Universitas Negeri Semarang Rochmad mengatakan, untuk menjawab era revolusi industri 4.0 membutuhkan beberapa pendekatan.
"Dalam pembelajaran, kita harus melakukan blended learning, pembelajaran berbasis daring. Ini harus dilakukan dan sudah dapat dilakukan karena boleh di atas lima puluh persen perkuliahan dengan memanfaatkan teknologi yang ada seperti SPADA," beber dosen asal Temanggung tersebut.
Pihaknya juga menambahkan, akademisi harus dapat melakukan perkuliahan yang mengarah pada skill abad 21. "Selain itu, akademisi baik itu dosen atau mahasiswa harus dapat menerapkan berpikir kritis, berpikir logis, dan berpikir kreatif sesuai gradasinya," tandasnya pada seminar yang dimoderatori Kaprodi PGMI STAINU Temanggung, Hamidulloh Ibda tersebut.
Untuk menjawab revolusi industri 4.0 dan society 5.0, menurut Rochmad, akademisi harus memperkuat agama dengan cara memahaminya dengan benar. "Selain teknologi, kita harus bernalar, berlogika, bahkan harus punya amalan berupa hafalan asmaul husna, bahkan hafalan Quran,” jelasnya.
Hal tersebut sebagai solusi untuk menjawab era revolusi industri 4.0. “Karena yang fisik itu pastik digerakkan yang metafisik," beber dia.
Hadir dalam seminar itu Ketua STAINU Temanggung H Muh Baehaqi, dan jajarannya. Juga sejumlah mahasiswa, dosen, guru, dan akademisi yang telah mengikuti presentasi artikel hasil riset dalam call for paper yang dirangkai kegiatan tersebut. (Andrian Gandi/Ibnu Nawawi)