Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Republik Indonesia Ahmad Basarah menyatakan bahwa dirinya adalah orang NU. Ia juga mengatakan bahwa Nahdlatul Ulama tidak boleh dikapling-kapling. Juga tidak boleh diakui dan miliki orang atau kelompok politik tertentu.
Hal ini disampaikannya dalam kegiatan sosialisasi empat pilar bangsa dan negara Indonesia yang diselenggarakan di gedung serba guna Desa Kepuharjo Kecamatan Karangploso Malang, Ahad (9/4).
“Nahdlatul Ulama adalah milik bangsa. Bukan milik orang atau kelompok politik tertentu," katanya di hadapan sekitar 500 orang yang hadir pada acara kerjasama MPR RI dan Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Nahdlatul Ulama Malang ini.
Ia merasa berbangga akan keberadaan Nahdlatul Ulama di dalam negara Indonesia yang menunjukkan peran terdepan dalam membela bangsa dan negara Indonesia.
“Mudah-mudahan NU selalu hadir sebagai kawah candradimuka pemimpin Indonesia,” kata Dosen Universitas Islam Malang ini disambut tepuk tangan yang hadir.
Dengan mengingat jasa-jasa KH Hasyim Asy'ari dan ulama-ulama NU dari dulu sampai saat ini, maka ia mengatakan bahwa jasa NU bagi bangsa Indonesia sangatlah banyak dan besar.
“Banyak hal yang telah Nahdlatul Ulama lakukan untuk bangsa Indonesia ini. Salah satunya adalah sebagaimana diapresiasi presiden RI dalam bentuk Hari Santri," katanya.
Terkait dengan acara tersebut, Ahmad Basarah berterimakasih karena STAINU dapat bekerja sama dengan MPR RI dalam menyelenggarakan kegiatan sosialisasi ini.
“Saya merasa bersyur bahwa MPR RI telah mampu bekerja sama dengan STAINU Malang dalam penyelenggaraan sosialisasi empat pilar ini," katanya.
Ia juga berharap kegiatan ini dapat meningkatkan intensitas kerja sama STAINU Malang dengan Lembaga Negara dan Lembaga Tinggi Negara yang lain untuk meningkatkan kualitas dan kuantitasnya.
Turut hadir dalam acara ini Ketua STAINU Malang Pujiono, Wakil Ketua Bidang Kemahasiswaan STAINU Malang Imam Mujaki, segenap mahasiswa STAINU Malang dan masyarakat dari beberapa kecamatan di Kabupaten Malang seperti Kecamatan Poncokusumo dan Ngajum. (R. Ahmad Nur Kholis/Muhammad Faizin)