Jakarta, NU Online
Pimpinan Wilayah Gerakan Pemuda Ansor memberi waktu 1 x 24 jam sejak Rabu (28/11) pukul 14.00 WIB kepada anggota DPR RI dari Partai Demokrat Sutan Bhatoegana terkait pernyataannya yang melecehkan mantan Presiden RI ke-4 KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur).<>
“Mengingat eskalasi warga NU yang marah terhadap pernyataan Sutan Bhatoegana khususnya di daerah Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan luar Jawa, maka kami mendesak Pak Sutan untuk meminta maaf. Kami memberi waktu selama 1 x 24 jam, jika diabaikan, maka GP Ansor akan melaporkan yang bersangkutan ke Mabes Polri,” tandas Ketua PW GP Ansor Jatim Alfa Isnaeni bersama sekretaris Imron Rosyadi Hamid, dan Ketua PP GP Ansor Rahmat Hidayat (Ucok) di Kantor PP GP Ansor, Jakarta, Rabu (28/11).
Desakan GP Ansor tersebut berdasarkan persepsi warga NU di daerah yang berbeda-beda terkait pernyataan Sutan Bhatoegana tersebut. Bahkan kata Alfa, mereka itu kini mengarahkan kemarahannya ke kantor-kantor DPC Partai Demokrat (PD) di Kabupaten/Kota.
“Padahal, kasus itu sama sekali tak berkaitan dengan Demokrat, melainkan Pak Sutan secara personal. Jadi, jangan sampai dibelokkan gerakan warga NU itu untuk menyudutkan Demokrat. Tak benar itu,” tambah Imron Rosyadi.
Diakui Alfa Isnaeni, jika sasaran ke kantor DPC Partai Demokrat itu wajar, karena simbol-simbol Sutan Bhatoegana di daerah tidak ada, sehingga yang paling mudah adalah ke kantor DPC PD.
“Jadi, karena simbol Pak Sutan tidak ada di daerah, dan yang paling dekat adalah Demokrat, maka warga NU melampiaskan kemarahannya ke kantor PD. Tapi, sekali lagi ini tak ada urusannya dengan Partai Demokrat,” ujarnya meyakinkan.
Menurut Alfa, pihaknya kini sedang mengumpulkan bukti-bukti hukum, termasuk rekaman diskusi di DPD RI pada Jumat lalu, di mana Sutan menjadi pembicara. “Kami kini sedang mengumpulkan dan mengakji bukti-bukti hukum Pak Sutan, dan selanjutnya akan kami laporkan ke Mabes Polri,” tegasnya.
Rahmat Hidayat juga mendesak agar Pak Sutan secepatnya meminta maaf bukan saja kepada warga NU, tapi juga rakyat Indonesia. Sebab, Gus Dur itu milik rakyat Indonesia.
“Itu penting. Sebab, penghinaan kepada Gus Dur sama halnya menghina para ulama NU. Kalau juga membandel, GP Ansor tetap akan proses ini secara hukum. Apa dia tidak berpikir nantinya, bagaimana kalau Presiden SBY dihina rakyat, dan hinaan itu tidak berdasarkan fakta sejarah politik dan hukum? Kan kita tak ingin mantan presiden sendiri dicaci-maki nantinya. Apalagi Gus Dur, wong makamnya saja tak pernah sepi dari ribuan peziarah setiap harinya,” pungkas Ucok mengingatkan.
Redaktur: A. Khoirul Anam
Penulis : A. Munif Arfas