Daerah

Berangkat Haji karena Hafal Al-Qur’an

Kamis, 24 Juli 2014 | 01:08 WIB

Diusianya yang masih muda, Luluk Illiyah Qusyairy sudah menorehkan sejumlah prestasi yang mencengangkan. Sejumlah penghargaan Musabaqoh Tilawatil Qur’an (MTQ) mulai tingkat regional sampai internasional berhasil disabetnya. Ia pun didaulat menjadi dewan juri termuda MTQ di Jawa Timur.
<>
Sebagai perempuan didikan pesantren, menghafal Al-Qur’an tentu saja sudah menjadi cita-cita Luluk kecil. Luluk sendiri memang dibesarkan di lingkungan pesantren. Orang tuanya yang memiliki Pesantren Roudlotul Hikmah di Bendungan, Kraton, Pasuruan memang banyak andil dalam keinginannya untuk menghafal Al-Qur’an.

Ibunya pun sangat bersemangat bila bertemu dengan orang yang hafal Al-Qur’an. “Dulu ibu saya selalu sumringah bila bertemu dengan orang yang hafal Al-Qur’an, walaupun beliau tidak secara langsung ingin anaknya meniru, tetapi dalam hati kecil saya, saya ingin seperti apa yang disukai oleh ibu,” ujarnya, Selasa (22/7).

Karena itu, usai lulus sekolah Aliyah Tsalafiyah, Luluk pun langsung bertekad untuk mendalami atau ingin menjadi hafidz atau penghafal Al-Qur’an. Luluk langsung masuk ke Pesantren Sunan Giri di Singosari, Malang. Ia memilih pesantren tersebut karena metodenya yang sangat bagus. Meskipun dia menyadari, di Probolinggo juga ada pesantren bagus.

“Menghafal Al-Qur’an harus diniati serius, tidak bisa dilakukan dengan melakukan yang lain-lain. Karena itu, setelah selesai sekolah, saya ingin serius dan memilih ke Pesantren Sunan Giri,” terangnya.

Menurut Luluk, metode dan kecepatan menghafal memang relative bagi setiap orang. Tapi bagi Luluk, metode hafalan yang dilakukan di pesantren tersebut dirasa paling cocok olehnya. Bahkan biasanya bagi orang yang rata-rata butuh 3-4 tahun untuk menghafal 30 juz, Luluk terhitung cepat karena hanya butuh waktu 6 bulan dirinya sudah bisa diwisuda.

“Cepat tidaknya relatif, tetapi Alhamdulillah saya termasuk cepat untuk menghafal. Selain karena saya memang berniat, tetapi juga karena sebelumnya saya juga banyak menghafal ayat-ayat Al-Qur’an dan sedikit banyak tahu bahasa Arab,” ujarnya.

Bahkan Luluk pun tidak menyangka bisa lulus secepat itu, menurutnya yang membuatnya terpacu adalah dorongan sang kiai yang bernama Miftah Abu Umar. Setelah lulus sebagai penghafal Al-Qur’an dan pulang lagi ke pesantren orang tuanya, Luluk cukup banyak diapresiasi bahkan tidak sedikit yang ingin mengikuti jejaknya untuk menjadi penghafal Al-Qur’an.

Bahkan Luluk pun mengatakan keinginannya menghafal Al-Qur’an sendiri karena kesehatan badan tidak selamanya bisa tetap sama. “Umur kita akan terus bertambah, saat itupun organ tubuh kita juga akan menurun kondisinya. Sama juga mata, menghafal Al-Qur’an juga sebagai persiapan apabila kita sudah tua dan mata tidak lagi fit. Kita tetap bisa membaca karena sudah hafal,” bebernya.

Setelah lulus sebagai penghafal Al-Qur’an, selanjutnya Luluk ikut membantu mengajar di pesantren orang tuanya. Pada tahun 1998, Luluk pun menikah dan pada tahun 1999 ia melahirkan anak pertamanya.

Usai melahirkan, karir Luluk di MTQ terus menanjak. Ia sendiri sejatinya ikut MTQ secara tidak sengaja. Awalnya ia hanya diajak temannya untuk ikut MTQ. Luluk pun iseng-iseng mencobanya.

Luluk yang tidak menargetkan apa-apa justru lolos sebagai juara pertama di tingkat Jawa Timur kala itu. “Bahkan saya awalnya tidak pede (percaya diri) karena melawan semua MTQ terbaik di masing-masing kabupaten. Tapi ternyata baru ikut pertama langsung menang juara pertama,” ujarnya bangga.

Saat itu yang diikuti pertama kali adalah hafidz 20 juz. Tidak hanya membaca saja yang dinilai tapi hafalannya. Setelah menang di tingkat provinsi, Luluk pun kian pede melenggang ke tingkat nasional.

Setahun berikutnya atau pada tahun 2000 ia menjadi juara harapan 1 MTQ tingkat nasional di Palu, Sulawesi Tenggara. “Karena saya sudah menjadi juara pertama di tingkat Jatim, tidak bisa lagi ikut tingkat provinsi. Jadi setelah itu, saya diikutkan lomba langsung ke nasional,” terangnya.

Setahun berselang atau pada tahun 2001, Luluk kembali menjadi juara 2 nasional. Prestasinya kian meningkat pada tahun 2002 saat ia didaulat menjadi juara MTQ nasional di Nusa Tenggara Barat (NTB). “Waktu di tahun 2002 itu paling berkesan. Karena pemenang juara pertama mendapatkan ongkos naik haji. Padahal waktu itu saya masih berusia 27 tahun,” kenangnya.

Bahkan hadiah sendiri tidak hanya dari pihak penyelenggara. Ia juga mendapat hadiah dari provinsi berupa uang yang nilainya setara dengan ongkos naik haji. Luluk pun langsung menghadiahkannya sebagai ongkos haji untuk suaminya. Jadi, mereka bisa berangkat haji bersama pada tahun 2002.

“Waktu berangkat, ada cerita menarik sesama rombongan haji. Karena kebanyakan yang berangkat adalah pedagang. Mereka bertanya saya berangkat haji karena bekerja sebagai apa. Saya menjawab, saya berangkat haji karena Al-Qur’an dan merekapun terkesima karena tidak menyangka bisa berangkat haji karena menghafal Al-Qur’an. Bahkan di usia yang menurut mereka relatif muda,” bebernya.

Karirnya di dunia MTQ tidak berhenti sampai disitu. Pada tahun 2005 silam, ia meningkatkan levelnya dari yang semula mengikuti MTQ 20 juz menjadi 30 juz do Gorontalo. Hasilnya ia kembali menjadi juara pertama.

Luluk pun lantas dikirim ke kejuaraan MTQ tingkat internasional di Libya untuk mewakili Indonesia. Ajang di Libya itu merupakan yang pertama di adakan hafalan Al-Qur’an yang kontestannya perempuan. Dari 48 negara yang dikirim, Luluk berhasil meraih juara ke-3 tingkat internasional.

Torehan itu tidak membuat Luluk berpuas diri. Pada tahun 2007, ia mengikuti Tafsir Bahasa Indonesia dan menjadi juara 2 di Kendari tingkat nasional. Dan kemudian di tahun 2008 ia mengikuti tafsir Bahasa Arab di Banten tingkat nasional dan berhasil keluar sebagai juara pertama.

Pada tahun 2012 lalu Luluk memutuskan untuk mendirikan lembaga pendidikan agama sendiri. “Istilahnya mungkin bukan sekolah, tetapi saya mengajar secara khusus santri putri yang ingin menghafal Al-Qur’an,” ungkapnya.

Santrinya adalah siswa yang pulang sekolah dari DMU atau Darumafatilulum, Podokaton, Gondang Wetan, Pasuruan. “Pulang sekolah biasanya dari sore sampai malam menginap di rumah untuk menghafal Al-Qur’an,” katanya.

Setidaknya ada 40-an santri putri yang berniat untuk menghafal Al-Qur’an sejak dini. “Mulai dari 5 juz sampai 10 juz dan nantinya saya juga ikutkan lomba biar mereka semangat,” jelasnya.

Diantara 40 muridnya, kini sudah ada yang mendapatkan beasiswa ke UIN Malang karena ada prioritas sebagai penghafal Al-Qur’an dan juga sampai ke Al-Azhar di Kairo Mesir, karena hafalan Al-Qur’an-nya bagus. (Syamsul Akbar/Mahbib)


Terkait