Kudus, NU Online
Halal bi halal adalah momentum saling bermaafan sesama manusia. Kegiatan yang sudah menjadi kebiasaan Musli itu adalah upaya melebur segala kesalahan dan kekhilafan sehingga antar orang yang melakukannya kembali menjadi fitri (suci).
<>
Demikian disampaikan Rais Syuriyah PCNU Kudus KH Ulil Albab Arwani pada Halal Bihalal dan Lailatul Ijtima’ di aula kantor NU Jl Pramuka 20 Kudus, Jawa Tengah, Selasa (27/8).
KH Ulil Albab mengatakan, umat Islam mampu melaksanakan puasa sampai akhir Ramadhan, berarti dosa-dosanya sudah diampuni oleh Allah. Hal ini sebagai konsekuensi dari hubungan vertikal dengan Allah SWT (Huququllah).
“Namun, dalam melebur dosa-dosa antar manusia dibutuhkan saling memberi maaf atau minta ampun.Kita harus saling memaafkan semuanya,” tandas kiai yang sering disapa Gus Bab.
Ia menambahkan, halal bihalal sebagai kegiatan khas masyarakat Indonesia yang ditradisikan pertama kali oleh Kasunuhan Keraton Solo. Ada pula yang menyebut Presiden Soekarno pertama kali membudayakannya, guna memudahkan masyarakat bermaaf-maafan.
“Tidak mungkin semua orang seperti pengurus PCNU bisa kunjung dari rumah ke rumah meminta maaf satu per satu. Maka perlu wahana yang baik seperti halal bihalal seperti ini,” terang Gus Bab di depan pengurus cabang, lajnah, lembaga, badan otonom dan MWCNU se-Kudus.
Pada kesempatan itu, putra ulama kharismatik KH Arwani Amin ini mengingatkan untuk selalu rajin beribadah, mulai shalat, zakat maupun ibadah sunnah lainnya.
Disamping itu, Gus Bab berpesan setiap individu muslim tidak boleh mencari maupun memgunjingkan (ghibah) kejelekan orang lain.
“Setiap orang memang memiliki kesalahan, namun kita tidak boleh menunjukkan kejelekan sesama. Kalau bisa malah menutupinya,“ tegasnya.
Sikap saling memaafkan dan tidak menggunjing kejelekan orang lain, tandas Gus Bab, akan mampu menyelamatkan diri menjadi dar seorang muflish (merugi/bangkrut).
Selepas acara itu, hadirin bersalam-salaman sesama pengurus.
Redaktur : Abdullah Alawi
Kontributor : Qomarul Adib