Daerah

Harlah Ke-94 NU, Santri Nurul Huda Khatamkan Kitab Risalah Aswaja karya Mbah Hasyim

Selasa, 11 Februari 2020 | 14:15 WIB

Harlah Ke-94 NU, Santri Nurul Huda Khatamkan Kitab Risalah Aswaja karya Mbah Hasyim

KH Mukti Ali sedang membaca Kitab Risalah Aswaja karya Mbah Hasyim di Pesantren Nurul Huda Bekasi, Sabtu (8/2).

Bekasi, NU Online
Pondok Pesantren Modern Nurul Huda Setu Bekasi menyelenggarakan Pengajian dan Khataman Kitab Risâlah Ahlussunnah wal Jamâ’ah karya Hadratussyekh KH Muhammad Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU), Sabtu (8/2). Khataman ini diadakan dalam rangka memperingati Hari Lahir Ke-94 Nahdlatul Ulama.

Hadir dalam khataman ini Ketua LBM PWNU DKI Jakarta KH Mukti Ali Qusyairi sebagai pembaca kitab tersebut. Kegiatan yang berlangsung selama 11 jam ini, (pukul 09.30–22.30) dihadiri lebih dari dua ribu santri, pengasuh Pesantren Modern Nurul Huda, pengurus harian PCNU Bekasi, Pagarnusa, dan LBM PWNU DKI Jakarta.

Pengasuh Pesantren Nurul Huda KH Atok Romli Musthafa mengatakan, “Tujuan diadakannya pengajian kitab ini untuk mengisi Harlah Ke-94 NU, menumbuhkan kecintaan para santri dan masyarakat Muslim secara umum kepada literasi, mengenalkan kitab karya pendiri NU, dan menyosialisasikan paham Ahlussunnah wal Jamaah langsung dari kitab pendiri NU sebagai ulama garda depan Aswaja.”

Khataman kitab dilakukan dengan cara pemaknaan terjemah kata per kata dan diberi penjelasan jika ada keterangan yang penting sampai khatam seharian, selama 11 jam diselangi shalat, istirahat, dan makan siang. Sedangkan waktu efektifnya digunakan untuk mengaji selama 8 jam.

“Para peserta pengajian bersemangat dari awal hingga selesai pengajian,” kata Kiai Atok Romli Musthafa.

Kiai Mukti Ali Qusyairi mengatakan, transmisi (sanad) keilmuan dirinya bersambung ke Mbah Hasyim dari beberapa jalur, yaitu jalur Pesantren Lirboyo Kediri yang didirikan oleh KH Abdul Karim, sahabat mondok Mbah Hasyim di Pesantren Syekh Cholil Bangkalan Madura.

Kiai Mukti juga murid KH Rosichun Zakariya (Magelang) dan KH Ali Musthafa (Nganjuk). Keduanya murid KH Muhammad Ishom Adzhiq, pengasuh Pesantren Tebuireng, cucu Mbah Hasyim. Gus Ishom ini berjasa dalam mengumpulkan, menulis ulang, dan mengedit (tahqiq) sehingga karya Mbah Hasyim dapat dibaca oleh publik.

Di dalam kata pengantar kitab, Gus Ishom mengatakan, kitab ini sangat dibutuhkan oleh umat Islam untuk mengokohkan akidah dan mendorong untuk bergabung dengan al-firqah al-najiyah (golongan yang selamat) yaitu golongan Ahlisunnah wal Jama’ah.

Karya ulama yang memiliki kapasitas ilmu yang mendalam, alim, dan kompeten sekaliber Mbah Hasyim harus dicetak dan dibaca serta diambil pandangan-pandangannya oleh umat Islam. Hal ini dimaksudkan agar umat Islam tidak mengambil fatwa dan pendapat seorang yang tidak memiliki kapasitas keilmuan yang memadai.
 

Pewarta: Alhafiz Kurniawan
Editor: Abdullah Alawi


Terkait