Malang, NU Online
“Jika kita memiliki harta, maka kita akan sibuk menjaganya, namun jika kita memiliki ilmu, maka ilmu akan menjaga kita,” papar Ali sepupu Rasulullah dalam kitab Ihya’ Ulumuddin, yang dijelaskan oleh Agus Sunyoto, Selasa (27/08),
<>
“Begitulah keutamaan ilmu dalam kehidupan manusia, bahkan ketika seseorang bertanya lagi mana yang lebih utama dari sholat dan membaca Al-Qur’an, sayyidina Ali tetap menyebutkan lebih utama mencari ilmu,” jelas Agus Sunyoto.
Pada kenyataannya, ilmu bukan hanya sebuah kunci akan segala hal, namun juga penerang akan lika-liku kehidupan manusia, pasalnya, tanpa berbekal ilmu seorang Muslim tidak akan bisa membaca apalagi menela’ah kandungan Al-Qur’an dan Hadist.
Dalam malam kajian rutin kali ini, Agus menjelaskan akan ilmu yang menjadi sumber dari keilmuan-keilmuan yang mengakar-rumpun dari keilmuan tersebut, yakni filsafat.
Menurutnya, filsafat adalah buah pikir yang melahirkan ilmu-ilmu yang lain untuk kemudian dikembangkan hingga sekarang, tak ayal jika “Bait al-Hikmah” sangatlah besar dan pemikir-pemikir islam menjadi sentrum pada masanya karena banyak menerjemahkan filsafat Yunani dan mengembangkannya menjadi keilmuan-keilmuan yang dikaji hingga sekarang.
“Disinilah, kekakuan Wahabi, filsafat yang menuntut otak manusia berfikir dikatakan haram, jika memiliki argumentasi yang berbeda dikatakan kafir, padahal rasul dengan jelas mengatakan ‘perbedaan diantara umat adalah rahmat’ jelas saja Wahabi menjadi bahan tertawaan ilmuan-ilmuan Muslim di dunia,” tegas penulis novel Sufi Deso vs Wahabi Kota tersebut di depan para santri Pesantren Global di Pakis Malang.
Oleh karena itu, kekakuan Wahabi yang bermetamorfosa menjadi ormas apapun tidak patut berada di Indonesia. Pasalnya, sebelum Islam masuk Indonesia adalah negeri dengan masyarakat yang heterogen dan amat toleran akan perbedaan, hal ini bisa dilihat dari imam yang dianut oleh Indonesia yakni empt imam; Syafi’i, Hanafi, Hanbali dan Maliki.
“Wahabi hanya akan merusak tatanan yang sudah indah di negeri ini,” imbuhnya lagi.
Redaktur : Mukafi Niam
Kontributor: Diana Manzila