Kiprah dakwah kader Ansor Kecamatan Rawajitu Utara, Kabupaten Mesuji, Lampung patut dicontoh. Ia adalah Sayyid Hamzah yang lebih dikenal dengan nama Ki Wesang Geni. Di usia yang masih muda, kecintaannya terhadap wayang menghantarkannya menjadi seorang dai yang menggunakan media wayang dalam berdakwah.
"Sahabat-sahabat Ansor dan Banser adalah para pemuda yang diharapkan mampu mengawal dan melestarikan pola dakwah para Wali Songo yang santun, moderat, dan saya kira lewat wayang kulit ini lah salah satu upaya melestarikannya," kata Ki Wesang Geni di sela-sela Pagelaran Wayang Kulit dalam rangka Ulang Tahun Yayasan Subulussalam, Mesuji, Sabtu (4/11).
Ia mengungkapkan bahwa khidmahnya dalam berdakwah adalah satu upaya melestarikan budaya dan pola dakwah di era milenial. Wayang kulit merupakan warisan budaya bangsa Idonesia yang sangat menggagumkan dan harus dilestarikan agar generasi sekarang dan esok bisa tetap menikmatinya.
"Wayang kulit merupakan cerminan pola dakwah yang santun ala Nusantara yang dikemas dan dikembangkan oleh Wali Songo, terkhusus Sunan Kalijogo," jelasnya.
Menurutnya dengan membalut dakwah melalui nilai-nilai budaya, pesan moral spritual mudah tersampaikan dengan lemah lembut dan menggena. Pola dakwah santun ini lanjut Ki Wesang Geni, terbukti dengan keberhasilan Wali Songo dalam menyebarkan Islam di bumi Nusantara.
Kiprah Ki Wesang Geni selama ini pun mendapat dukungan penuh dari Pimpinan Anak Cabang (PAC) GP Ansor Rawa Jitu Utara. Hal ini diungkapkan Ketua PAC Ansor Rawa Jitu Utara, Agus Munawar yang menyatakan siap memberikan fasilitas kepada para anggota Ansor dan Banser yang ingin belajar wayang kulit.
"Kami sangat mendukung dan mengapresiasi sahabat Sayyid dalam melestarikan budaya wayang kulit. Bahkan kemarin saya sempat sampaikan kepada sahabat Ansor dan Banser Rawajitu Utara yang bersedia belajar tentang wayang kulit, kami siap menfasilitasi," kata Agus.
Upaya ini menurut Agus adalah ikhtiar untuk memberikan dakwah kepada masyarakat yang mengedepankan kesantunan serta suri tauladan yang baik. Di era saat ini lanjutnya, banyak sekali para ustadz-ustadz dan mubaligh yang menyampaikan dakwahnya dengan cara keras, penuh amarah, ujaran kebencian, dan propaganda.
"Bahkan yang lebih berbahaya, dakwah yang seharusnya menenangkan dan menyejukkan menjadi lahan politisasi kekuasaan berbalut agama," ungkapnya.
Hal senada juga diungkapkan Sekretaris PAC GP Ansor Rawa Jitu Utara Ahmad Lutfi yang menilai perlunya pengkaderan para dai yang mengedepankan dakwah bil hikmah wal mauidzatil hasanah (dakwah dengan hikmah dan ajakan yang baik).
"Dakwah lewat media budaya mampu memberikan hasil nyata dibanding dakwah dengan kata-kata yang menyalahkan, membid'ahkan, dan lebih-lebih mengkafirkan. Yang didakwahi malah akan lari," katanya kepada NU Online.
Ia pun menghimbau kepada masyarakat untuk lebih selektif memilih sosok dai atau pun panutan dalam menyerap ilmu-ilmu agama di tengah era saat ini yang penuh dengan misi memecah belah berkedok agama.
"Jangan gampang terpengaruh ustadz baru yang tidak jelas sanad keilmuannya. Walaupun pintar berceramah, sudah terkenal dan sering masuk TV, kalau dakwahnya tekstual dan radikal, ia tidak pantas dijadikan rujukan," tegasnya. (Muhammad Faizin)