Daerah

Kekompakan dalam Kepengurusan NU Tidak Bisa Ditawar

Senin, 12 Februari 2007 | 02:56 WIB

Garut, NU Online
Kekompakan dalam kepengurusan NU adalah suatu keharusan yang tidak bisa ditawar lagi. Demikian disampaikan Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Barat H. Wahidi saat mendampingi Rais Syuriah PWNU Jawa barat KH. Nuh Addawami dalam acara Kunjungan Kerja NU Jawa Barat, Ahad (11/2). Pertemuean diadakan di Komplek Pendidikan Ma’arif, Jl. Pembangunan Kabupaten Garut

Sebelumnya, Kiai Nuh Addawami menyatakan, kekompakan antara Pengurus Syuriah dan Pengurus Tanfidziyah bagaikan kekompakan dalam suatu bahtera rumah tangga yakni antara suami dan istri. Syuriah bagaikan Suami dan Tanfidziyah bagaikan isteri yang jelasnya mereka adalah sebagai orang tua. Karena itu mereka harus akur dan memberikan akhlakul karimah agar anak menjadi baik dan sholeh.

<>

Bila terjadi perselisihan atau perbedaan di antara anak, sebagai orang tua tetap harus menyayangi anak-anaknya. Kiai Nuh juga menyinggung tentang posisi Tanfidziyah yang diibaratkan sebagai isteri dalam rumah tangga, agar seorang isteri tidak boleh dan haram bila mendua suami.

Kiai Nuh Addawami menambahkan, keharusan pengurus untuk aktif mengurus NU karena memang pengurus harus mampu berkiprah dalam Jam’iyyah Nahdlatul Ulama. Setelah diba’at untuk mengurus atau mengabdikan diri dalam organisasi sosial keagamaan Jam’iyyah Nahdlatul Ulama maka pengurus NU tidak boleh hanya bisa menunjuk dan memerintah bawahan tetapi. Pengurus harus bisa kerja langsung sesuai bidangnya masing-masing.

”Dalam Jam’iyyah NU memang ada dua kepemimpinan yakni Pengurus Syuriah sebagai pembuat kebijakan dan Pengurus Tanfidziyah sebagai pelaksana kebijakan. Pengurus Syuriah memberikan dan menunjuk kepada Pengurus Tanfidziyah tentang program-program lalu Pengurus Tanfidziyah melaksanakan mandat tersebut,” kata Kiai Addawami.

Dikatakan, seorang pemimpin atau pengurus harus setia kawan, sayang kepada siapapun dan juga cinta terhadap kebaikan sebagaimana disyaratkan oleh para Ulama tentang syarat jadi pemimpin. Tugas dalam kepemimpinan Jam’iyah Nahdlatul Ulama antara Syuriah dan Tanfidziyah harus se-ia se-kata sesuai dengan AD & ART Jam’iyyah. Jangan sampai ada urusan pribadi yang bisa mempengaruhi kekompakan kerja. Jangan sampai dikatakan seperti dalam bahasa Garut pacorokokod  (tumpang tindih). Masing-masing harus melaksanakan tugasnya sendiri.

Dalam acara Kunjungan Kerja NU Jawa Barat yang juga diikuti oleh pengurus wilayah Lembaga, Lajnah dan Banom NU Jawa Barat itu Ketua PWNU jawa barat H. Wahidi mengatakan, kalau saja warga Nahdliyyin Kabupaten Garut dengan mayoritas 75 % adalah warga NU dari jumlah penduduk hampir 3 jt-an jiwa, luas 300.000 hektar dan jumlah pesantren hampir 723 maka NU Kabupaten Garut akan menjadi kekuatan dan menjadi contoh di Jawa Barat.

Dengan melihat demikian bahwa Kabupaten Garut yang merupakan gudangnya orang-orang NU banyak yang menjadi tokoh-tokoh NU Kabupaten Garut yang menduduki jabatan kepengurusan NU di tingkat Wilayah bahkan sampai kepada tingkat Pusat. Sebut saja KH. Prof. Dr. Cecep Syarifuddin yang menjadi tokoh NU di tingkat PBNU khususunya juga ditingkat Wilayah Jawa Barat ada empat jajaran sekretaris dari Kabupaten Garut ditambah lagi dari unsur Lembaga, Lajnah dan Badan Otonom NU.

NU Secara kuantitas tersebut jelas membanggakan, akan tetapi dengan kuantitasnya yang membanggakan beliau menitipkan agar NU Kabupaten Garut beserta perangkatnya Lembaga, Lajnah dan Banom harus tetap utuh dan bisa bekerjasama satu sama lain dalam intern NU dan juga dengan Pemerintah. Karena NU dikenal sebagai warga yang santun dan tidak suka berontok apalagi terhadap suatu kebijakan untuk yang lebih besar manfaatnya.

NU Kabupaten Garut yang merupakan bagian dari Propinsi Jawa Barat harus bangun agar tidak lagi dikatakan sebagai "NU Ashabul Kahfi" sebagaimana sering disinggung oleh Ketua Umum PBNU KH. Ahmad Hasyim Muzadi. Karena sebenarnya NU Jawa Barat bukan sedang tidur tetapi sedang tiduran yang bila disuruh bangun akan langsung bangun dan berbeda dengan tidur yang bila disuruh bangun maka akan marah dulu baru sadar dan bangun. (udin).


Terkait