Daerah

Kisah Pertaubatan Seorang Narapidana

Kamis, 15 Juni 2017 | 12:00 WIB

Probolinggo, NU Online
Sejak menghuni Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kraksaan, H. Mudzakir sangat aktif beribadah. Bahkan, bisa dibilang, dia yang  paling aktif dibanding warga binaan yang lain. Pria asal Desa Glagah, Kecamatan Pakuniran, Kabupaten Probolinggo, itu sehari-hari tadarus menggunakan pengeras di mushala Rutan.

Bukan tanpa sebab. Itu dilakukan Mudzakir sebagai bentuk penyesalan dalam dirinya. Lelaki berusia 48 tahun itu pun, memilih mendekatkan diri pada Allah dengan cara mengaji atau tadarus selama Ramadan ini.

Mudzakir sendiri jadi narapidana sejak akhir tahun lalu. Sejak itu pula, Mudzakir bertekad untuk taubat nasuha dan memanfaatkan waktu yang ada selama di Rutan untuk beribadah. Sejak awal masuk Rutan sampai sekarang, Mudzakir selalu berpuasa. Kecuali saat sakit. Lalu, dia selalu menggunakan waktunya untuk mengaji. 

Kebetulan, di Rutan ada kegiatan tadarus setiap menjelang dan sesudah salat berjamaah. Mudzakir pun aktif tadarus bersama dua warga binaan lainnya. 

”Kalau tadarus rutin tiga orang. Saya dan dua teman lagi. Biasanya, tadarus menggunakan pengeras suara di mushala. Sebulan paling tidak bisa khatam sampai tiga kali,” kata bapak tiga anak itu.

Meski demikian, dikatakan Mudzakir, dirinya tidak hanya tadarus. Di kamar, biasanya dia mengaji sendirian. Bahkan, tiap satu bulan paling tidak dia bisa khatam Al-Qur’an sampai 2 kali. 

”Saya mengaji Al-Qur’an sambil memahami makna yang terkandung di dalamnya. Alhamdulillah, saya menjalani takdir Allah. Karena itu, saya menjalani dengan ikhlas,” terang Mudzakir yang sudah menunaikan ibadah haji pada 2004.

Menurutnya, takdir Allah ini merupakan pembelajaran berharga. Sehingga, dirinya betul-betul bisa bertobat atas kesalahan yang telah dilakukan. Dia pun menceritakan, awal dirinya menjadi narapidana. Dirinya yang berstatus PNS waktu itu, juga sebagai kontraktor. Kehidupannya pun berkecukupan. Namun, Allah ternyata punya takdir lain.

Saat berinvestasi di Jakarta, dirinya tertipu. Bahkan, kerugiannya sampai Rp 3 miliar. Mudzakir pun melaporkan penipuan itu ke kepolisian di Jakarta. ”Tapi, dari uang saya yang Rp 3 miliar itu, hanya kembali Rp 90 juta. Itu pun dibagi bertiga bersama kedua teman saya,” terangnya.

Setelah kejadian itu, dikatakan Mudzakir, usahanya pun pailit. Kemudian, ada kawan di Kabupaten Probolinggo yang membantunya. Memberikan pinjaman sejumlah tiga unit kendaraan. Selang satu tahun, ternyata dirinya tidak mampu menyicil atau melunasi tiga unit kendaraan tersebut. Hingga akhirnya, kawannya tersebut melaporkan dirinya atas kasus penggelapan. 

”Saya menerima atas laporan kawan saya itu. Saya pun menjalani dengan ikhlas takdir Allah ini. Saya dituntut 1,5 tahun dan divonis 30 bulan. Niatan saya bukan untuk jahat, bahkan mudah-mudahan diberikan kemampuan bisa membayar utang mobil pada kawan saya,” harapnya. (Syamsul Akbar/Fathoni)


Terkait