Daerah

Lebaran di Papua, Open House, Warga Non Muslim juga Terlibat

Ahad, 9 Juni 2019 | 00:00 WIB

Lebaran di Papua, Open House, Warga Non Muslim juga Terlibat

Ketua PCNU Jayapura habis shalat Idul Fitri di Masjid Al-Aqsho

Jayapura, NU Online
Papua dikenal sebagai daerah yang cukup rawan, baik dari kejahatan maupun kekerasan sipil bersenjata. Setidaknya, sejumlah kasus pembunuhan warga sipil dan penembakan terhadap aparat bersenjata,  bisa memperkuat tesis itu.
Tampang warga Papua yang berotot dilengkapi dengan cambang yang lebat, seolah menahbiskan kesangaran mereka dalam berkehidupan dan mempertahankan hidup.

Namun sesungguhnya tidak seperti itu. Warga  Papua cukup baik, dan menghormati setiap tamu (pendatang). Memang kadang terjadi pembunuhan dan penembakan terhadap warga tak berdosa.

“Itu, pelakunya bukan warga yang tinggal di desa, tapi mereka tinggal di dalam hutan. Tapi sikap dan perilaku warga Papua secara umum baik,” tukas Ketua PCNU Jayapura, Papua, Zainuri Thoha sebagaimana rilis yang diterima NU Online, Sabtu (8/6).

Kebaikan perilaku itu bisa dilihat misalnya saat lebaran. Menurut Ustadz Zainuri, lebaran di Papua sangat indah dan guyup seperti di Jawa. Ketika lebaran tiba, mereka (yang non muslim), juga sibuk berkunjung ke tetangganya yang muslim untuk mengucapkan selamat Idul Fitri.

“Bahkan kalau saya, sejak malam takbiran, para tetangga non muslim sebagian sudah mendatangi rumah saya untuk sekadar mengucapkan selamat lebaran. Tidak hanya bapak-bapaknya, putra-putrinya juga ikut. Mereka  lantas kita persilakan menikmati makanan yang telah disiapkan. Biasanya yang umum bakso, model prasmanan” lanjutya.

Pagi harinya seusai shalat Idul fitri, tradisi saling kunjung antar warga Muslim, terjadi. Warga non Muslimpun juga ikut bergembira dengan mendatangi warga Muslim, terutama tokoh NU atau kiai. Kunjungan warga non Muslim itu baru berkurang dan habis, setelah lebaran memasuki hari keempat.

“Hari keempat, biasanya sudah sepi tamu lebaran,” jelasnya.

Ustadz Zainuri mengaku bersyukur Islam (NU) bisa diterima dengan baik oleh masyarakat Papua. Salah satunya karena Islam diterapkan dengan selalu menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Mereka senang Islam tidak membeda-bedakan kelas atau derajat manusia. NU juga diterima dengan baik. Terbukti mereka juga mendatangi tokoh-tokoh NU seraya mengucapkan selamat Idul Fitri.

“Kalau soal penerimaan NU di Papua, faktor Gus Dur cukup dominan.  Siapa yang tidak kenal Gus Dur. Beliau adalah presiden (waktu itu), dan mereka tahu bahwa GusDur adalah tokoh NU. Yang paling mereka ingat, Gus Durlah yang mengubah nama Irian Jaya dengan Papua,” jelas Ustadz Zainuri.

Islam ala Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja), katanya, sangat elegan dalam menerapkan Islam. Tidak kaku, sehingga mudah beradaptasi dengan kearifan lokal. Selain itu, konsep wasathiyah yang selalu dikedepankan NU dalam berbangsa dan bernegara, menampakkan wajah Islam yang sejuk, laiknya oase di tengah bermunculannya ekspresi keislaman (oleh segelintir orang)  yang sangar dan menyeramkan.

“Islam ala Ahlussunnah wal Jamaah yang selalu menghembuskan kesejukan, itulah yang mereka suka,” ungkapnya. (Red: Aryudi AR).


Terkait