Surabaya, NU Online
Otoritas Jasa Keuangan menjadikan SMK berbasis pesantren sebagai "pilot project" dalam akses layanan jasa keuangan, terutama layanan jasa keuangan Islam.
<>
"Kita memang sedang mencari strategi 'financial inclusion' (lembaga keuangan bisa diakses semua kalangan)," kata Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad di Surabaya, Ahad.
Dalam workshop nasional SMK berbasis pesantren yang dibuka Mendikbud Mohammad Nuh, ia menjelaskan SMK berbasis pesantren itu merupakan lembaga strategis membuka akses layanan jasa keuangan.
Alasannya, jumlah SMK se-Indonesia yang mencapai 810 sekolah dengan 11.704 siswa, sehingga dampaknya akan besar, baik kepada siswa maupun kepada masyarakat sekitar.
"Kalau akses terhadap layanan jasa keuangan itu terbuka, maka kesejahteraan masyarakat juga meningkat," katanya dalam workshop dua hari (8-9/12) yang diadakan Kemendibud, PP GP Ansor, dan IFIS itu.
Dalam acara yang juga dihadiri Ketua Dewan Syariah Nasional KH Ma'ruf Amin, ia mengatakan pihaknya akan melakukan edukasi dan pelatihan bidang jasa keuangan untuk SMK.
"Nanti, kami akan melakukan evaluasi tahunan, apakah hasil dari edukasi itu. Itu penting, karena hasil survei kami, ternyata hambatan masyarakat adalah pengetahuan tentang akses terhadap layanan jasa keuangan yang terbatas," katanya.
Hambatan lainnya, lokasi mayoritas masyarakat yang berada di pelosok, padahal layanan jasa keuangan yang mayoritas di perkotaan. "Satu lagi hambatan adalah masalah administrasi," katanya.
Ia menambahkan edukasi yang bekerja sama dengan Kemendikbud itu merupakan bagian dari fokus OJK pada tahun 2014 untuk melakukan edukasi kepada masyarakat, di antaranya ibu-ibu rumah tangga, majelis taklim, masyarakat pesisir, dan pesantren (SMK berbasis pesantren).
Senada dengan itu, Mendikbud Mohammad Nuh memberi peluang SMK berbasis pesantren untuk membuka minat pada bidang ekonomi, terutama ekonomi syariah.
"Kalau di perguruan tinggi sudah ada jurusan ekonomi syariah, maka di SMK sudah ada pada bidang ekonomi, namu SMK berbasis pesantren bisa membuka minat pada bidang ekonomi syariah," katanya.
Dalam kesempatan itu, Mendikbud menyarankan 810 SMK berbasis pesantren se-Indonesia yang 90 persen berada di Jawa itu untuk membentuk konsorsium SMK berbasis pesantren.
"Konsorsium itu penting, karena nanti bisa menjalin kerja sama dengan lembaga sertifikasi untuk keahlian pada masing-masing SMK, seperti keuangan, IT, otomotif, tata boga, dan sebagainya," katanya.
Menurut dia, siswa SMK ke depan tidak hanya memperoleh ijazah, tapi juga sertifikat keahlian. "Itu ibarat SIM, ada kemampuan mengemudikan kendaraan tapi juga punya SIM," katanya.
Ia menilai sertifikat itu penting, karena Komunitas ASEAN 2015 menuntut sertifikat keahlian itu dalam persaingan. "Nantinya, Kemendikbud sendiri hanya melakukan pengawasan standar," katanya. (antara/mukafi niam)