Daerah

PCNU Jombang Dukung Raperda Anti Prostitusi

Senin, 11 September 2006 | 07:56 WIB

Jombang, NU Online
Raperda Anti Prostitusi yang saat ini digodok DPRD Jombang, mendapat dukungan Pengurus Cabang Nahdhatul Ulama (PCNU) Jombang. Salah satu alasannya, hukum perdata tidak cukup mengatur tentang prostitusi sebagaimana KUHP pasal 284 yang hanya mengatur perzinaan tertentu. Serta pasal 506 yang hanya mengatur tentang mucikari saja. "Karenanya perlu ada peraturan daerah larangan pelacuran yang mengatur secara rinci," tandas Ketua PCNU Jombang KH Tamim Romly. 

<>

Hanya, kesepakatan terkait raperda pelacuran tersebut diakui memang butuh waktu untuk dikomunikasikan kepada sejumlah elemen, termasuk para aktivis LSM di Jombang. Yang terpenting lagi, kata pria yang akrab disapa Gus Tamim ini, rincian peraturan larangan pelacuran tersebut tetap dengan memperhatikan materi larangan pelacuran. Dalam pelaksanaannya tetap memperhatikan azas hukum yang berlaku serta pemberian sanksinya dengan tetap memperhatikan harkat dan martabat mereka sebagai warga negara. Khususnya dalam aspek pemenuhan kebutuhan materi. "Karena itulah setelah mengkaji dan meneliti secara seksama, PCNU mendukung Raperda larangan pelacuran tersebut," kata Gus Tamim.

Secara Fisolofis, sikap dukungan terhadap raperda prostitusi ini juga melihat latar belakang Jombang sebagai kota santri yang didalamnya banyak berdiri pondok pesantren besar. "Kita harus mengamankan Jombang dan memperhatikan apa yang menjadi keluhan masyarakat. Bagaimanapun juga pelacuran itu dilarang agama," tandasnya lagi. Untuk itulah, pihaknya meminta anggota DPRD untuk lebih serius menyikapi pembahasan Raperda prostitusi tersebut hingga tuntas. Jika tidak, maka Raperda ini hanya akan menjadi sebatas wacana seperti saat pembahasan Raperda yang pernah terjadi sekitar dua tahun lalu, yang akhirnya mentok tidak ada hasil.

Seperti diberitakan sebelumnya, pembahasan Raperda prostitusi yang tengah digodok anggota DPRD Jombang mendapat penolakan dari sebelas LSM di Jombang. Kalangan LSM yang tergabung dalam koalisi anti diskriminasi dan prostitusi ini beranggapan bila Raperda tersebut justru akan merugikan masyarakat. Utamanya penilaian diskriminatif terhadap perempuan serta tidak adanya kejelasan antara ruang publik dan ruang privat terkait definisi prostitusi itu sendiri. (bin)


Terkait