Sidoarjo, NU Online
Pimpinan Cabang (PC) Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Sidoarjo, Jawa Timur memberikan materi seputar hari santri di depan pengurus dan anggota kader Pimpinan Komisariat (PK) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Universitas Ma'arif Hasyim Latif (Umaha). Kegiatan berlangsung di Masjid Al-Maarif, Ngelom Taman Sidoarjo, Jumat (19/10) malam.
Menurut Ketua PC ISNU Sidoarjo, Sholehuddin, ada dua Hasyim yang tidak bisa dilepaskan dalam Resolusi Jihad yang kemudian ditetapkan sebagai hari santri.
Pertama, tentu Hadratus Syaikh KH Hasyim Asy'ari (Mbah Hasyim). Tokoh kunci di balik Resolusi Jihad. Resolusi Jihad yang diserukan pendiri Ormas Islam terbesar ini merupakan upaya menstimulasi umat Islam, khususnya para santri untuk berjuang mempertahkan kemerdekaan dari penjajah.
Kedua, KH Munir Hasyim Latif. Salah seorang santri Mbah Hasyim ini, juga seorang laskar Hizbullah. Dia kemudian memimpin Divisi Sunan Ampel Hasyim Latif di Surabaya kala itu.
"Karena itu, kita turut bangga menjadi murid beliau, baik secara struktural maupun kultural di YPM," tutur alumni SMA Wachid Hasyim 2 Yayasan Pendidikan Ma’arif (YPM) itu.
Selama menjadi muridnya, menurut Wakil Ketua BP Unusida itu dapat belajar dari tokoh NU yang multi dimensi. Sebagai seorang pejuang, dia merupakan pejuang yang ikhlas. KH Munir Hasyim Latif pernah menjual rumahnya hanya untuk sekadar mencari modal beli alat mesin sekolah kejuruan, dan itu dilkakukan tanpa pamrih.
Sebagai seorang guru (mursyid) ia juga sosok yang istiqamah dalam segalam hal. Lebih mengedepankan teladan ketimbang mauidhah.
Di tengah kesederhanaanya, KH Munir Hasyim tergolong memiliki jiwa sosial tinggi. "Saya dan kawan-kawan pernah dicopykan buku tafsir yang dibagikan secara cuma-Cuma," imbuh Widyaiswara Balai Diklat Kemenag itu.
Di akhir sesi, dosen Al-Khoziny dan Unusida itu berpesan agar kader PMII bisa mewarnai kehidupan agama ala Aswaja An-Nahdliyah di lingkungan masyarakat. "Jangan sampai masjid dan mushalla dikuasai kelompok pendatang baru, karena anak muda NU tidak lagi 'nyobohi' tempat ibadah itu," pungkasnya. (Moh Kholidun/Ibnu Nawawi)